EMPAT

1002 Words
Maaf Banyak Typo : ) Bulan tersenyum puas dan sinis melihat wajah pucat pasih Damar beberapa saat yang lalu, Damar yang tanpa kata sudah pergi keluar dari kamarnya, membanting pintu kamarnya kuat sampai engsel pintu kamarnya rusak di depan sana. "Kamu... Kamu di mataku saat ini yang sudah kamu buat hancur hatiku dan seluruh harapanku dengan anak yang ada dalam kandunganku, anak kita berdua.... Kamu..." "Damar... Damar....Oh Damar..." "Kamu... kamu hanya sampah,Damar.KAMU SAMPAH DAMAR DI MATAKU SEJAK BEBERAPA SAAT YANG LALU DAN UNTUK SELAMANYA!" "KAMU SAMPAH!" "Kamu hanya laki-laki sampah!"Ucap Bulan dengan geraman tertahannya. Bahkan Bulan terlihat menjambak rambutnya kasar. Di saat rasa sakit dan pusing kembali melanda hebat kepalanya saat ini, dan Bulan sudah tidak tahan lagi. Sudah tidak tahan menahan bobot tubuhnya yang entah kenapa terasa sangat berat saat ini, sehingga Bulan detik ini sudah mendudukan dirinya di pinggiran ranjangnya yang kusut dan berantakan. Tapi, baru sekitar 4 detik Bulan duduk di pinggiran ranjangnya, Bulan melonjak berdiri dengan kasar dari dudukannya, di saat kedua mata Bulan tidak sengaja menatap pada 2 kon*om yang belum Bulan buang dan bereskan dan masih berada di atas lantai dengan keadaan yang mengenaskan. Dan melihat dua kondom yang di isi cairan spe*ma itu, Bulan bergidik jijik. Bulan bergidik jijik karena beberapa jam yang lalu ia mau saja di sentuh oleh Damar. Dan melihat dua kon*om itu, kepala Bulan semakin sakit dan rasanya ingin pecah saat ini, sehingga detik ini, Bulan dengan kasar menendang 2 kon*om sisa pakai itu kearah kolong ranjangnya, dan berhasil, ko*om itu sudah di sembunyikan di kolong ranjang, dan kepala Bulan yang sangat sakit karena melihat kon*om itu tadi, sudah tidak sesakit tadi. Dan Bulan dengan lemas dan lelah. Kembali mendudukkan dirinya di pinggir ranjang. Dengan ekspresi menahan tangis dan air mata. Bulan membawa tapak tangannya yang sangat dingin pada perutnya yang yang sudah ada sedikit tonjolan, Bulan mengelus perutnya dengan tangan bergetar hebat. Bahkan kedua bibir Bulan juga bergetar hebat saat ini karena menahan tangis yang ingin pecah. "Maaf, maaf...."Ucap Bulan parau sambil menelan ludahnya susah payah. "Maaf, maaf karena kamu... karena kamu di kandung oleh perempuan mur*han macamku, Nak. " "Maaf, aku... adalah seorang wanita yang sangat h*na dan mur*han. Pasti akan menjadi bahan olok-olokkan untuk kamu nantinya."Ucap Bulan dengan raut jijiknya. Jijik ntuk dirinya sendiri. Bulan mur*han? Itu benar. Karena Bulan mau-mau saja melakukan hal lakna*dan terlarang itu dengan Damar di luar nikah sejak 3 tahun yang lalu. 1 tahun mereka pacaran dengan normal hanya sebatas saling berpegangan tangan, tapi tahun ke 2 , 3, dan 4 gaya pacaran mereka sangat bebas dan sudah melanggar norma, hukum negara dan juga hukum agama, mereka berz*na. Seharusnya, ia dan Damar tidak sampai ke tahap itu. Harusnya Bulan menjaga harga dirinya, tidak menyerahkan begitu saja mahkotanya pada laki-laki yang baru menjadi pacarnya. Bukan suaminya. Dan juga, kenapa... 4 tahun yang lalu ia harus jatuh cinta pada Damar? Kenapa 4 tahun yang lalu di saat mereka sana-sama menjadi mahasiswa baru dan satu kelompok ospek 4 tahun yang lalu harus saling jatuh cinta satu sama lain? Kenapa? Teriak batin Bulan menyesali semua kejadian yang sudah terjadi pada dirinya. "Jangan, Bulan. Jangan larut dalam kesedihan." "Jangan menyesalinya. Menyesal tidak ada gunanya. Jangan menyesal. Jangan terpuruk. Kasian anakmu. Jangan bersedih. Kamu wanita kuat....,"Bisik Bulan pelan dengan kepala yang masih menggeleng kuat. Menggeleng kuat agar ia tidak usah menyesali semua yang sudah terjadi dalam hidupnnya. Sekitar 15 menit Bulan menggelengkan kepalanya, rasa sesal yang menghinggap telak hati dan pikiran Bulan, kini sudah berubah menjadi perasaan yang sangat optimis. Tegar dan kuat. "Jangan sedih, jangan menyesalinya. Kamu harusnya berterimah kasih sama, Tuhan, Lan. Tuhan baik sudah menunjukkan belang Damar sebelum hubungan kamu dan Damar menapak ke jenjang pernikahan..." "Tuhan baik padamu, Lan. Walau sudah ada anak Damar dalam perutmu. Kamu pasti bisa... kamu pasti bisa dan mampu mengurus anakmu nanti, asal kamu kerja dan nggak malu." "Dan masih banyak cowok di luar sana yang lebih baik dari Damar... Banyak Bulan. Jangan terpuruk terlalu lama dan dalam..."Ucap Bulan dengan senyum manis dan hangatnya. Walau dalam hati, Bulan merasa sedikit cemas. Ia baru saja di campakkan dengan sangat jahat dan kejam. Tapi, belum ada setetespun air mata yang keluar dari matanya. Apakah itu normal? ah, normal. Masalah keluarganya yang pelik saja, Bulan bisa mengatasinya, apalagi masalah cinta dan laki-laki. Laki-laki yang stoknya masih banyak di luar sana. Dan ya, Bulan nggak bohong soal masih banyak laki-lali baik di luar sana. Selama 4 tahun kuliah. Mungkin ada 20 cowok terhormat, mulai dari anak konglomerat, anak gubernur, bahkan anak dokter hebat serta anak rektor kampus tempat Bulan kuliah, mereka menggilai Bulan. Tapi, selalu Bulan tolak dengan halus. Semua karena laki-laki sam *pah macam Damar.... "Ck. Aku cinta kamu, Damar. Tapi, aku lebih cinta diriku, aku nggak mau diriku terpuruk, lalu jatuh sakit. Kasian diriku sendiri, terlebih kasian pada calon anakku yang utama..." Ceklek ucapan Bulan di potong telak oleh suara pintu yang di buka agar kasar oleh seseorang di depan sana, membuat Bulan yang menunduk; bermonolog sambil menatap perutnya sedari tadi, kini Bulan menatap kearah pintu kamarnya dengan tubuh yang menegang kaku melihat seorang laki-laki tinggi tegap yang ada di depan sana, dan laki-laki tinggi tegap itu dengan langkah santai dan raut wajah yang tidak bisa Bulan baca dan tebak berjalan mendekati tempat Bulan duduk. "Damar...,"Desis Bulan pelan. Dan ya, laki-laki tinggi tegap yang di maksud Bulan adalah Damar.. Damar yang saat ini sudah berdiri tepat di depan Bulan, menatap Bulan dengan tatapan dalam dan dinginnya. Tatapan Damar sangat dingin, membuat jantung Bulan rasanya ingin meledak di dalam sana. Dan juga, entah kenapa Bulan detik ini merasa takut dan cemas.... Tapi, rasa cemas dan takut Bulan pada Damar seketika hilang di saat Damar.... "Sekali lagi, aku bertanya, Bulan... Kamu yakin tidak menahan kepergianku yang mencampakkanmu begitu saja? Misalkan memohon padaku, agar aku tetap tinggal denganmu? Kalau kamu...." Cuih Bulan reflek melud*hi Damar kasar. "Jangan banyak drama ban*sat! Pergilah, Damar. Jangan menoleh lagi. Aku nggak butuh laki-laki sampah seperti kamu," "Dan satu lagi, kamu nggak seberharga itu untuk aku pertahanin dan perjuangin...." Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD