Dua menit waktu yang Damar butuhkan untuk menenangkan dirinya, dan di saat perasaannya sudah merasa sedikit enak. Damar saat ini, detik ini baru berani menoleh dan melihat kearah Bulan yang terlihat kasian saat ini.
Tidak! Tidak Damar. Jangan merasa iba! Jangan luluh! Kamu harus segera memutuskan hubunganmu dengan Bulan.
Cinta untuk Bulan sudah tidak ada! Rasanya hambar dan tidak enak. Jangan bertahan. Itu hanya akan membuat dirimu tersiksa dan menderita. Teriak batin Damar kuat di dalam sana, dan kepalanya menggeleng kuat menolak nuraninya yang ingin merasa iba dan kasian pada Bulan.
Dan melihat Damar yang menggelengkan kepalanya dengan brutal, membuat Bulan semakin takut kalau kekasihnya memiliki masalah yang sangat besar.
"Bisa... Bisa kita bicara di dalam kamar?"Ucap Damar parau akhirnya, dan tanpa menunggu jawaban dari Bulan, Damar segera melangkah terlebih dahulu memasuki kamar Bulan.
Sedang Bulan? Dengan jantung yang rasanya ingin meledak di dalam sana, berjalan mengikuti Damar dari belakang.
Tapak tangannya memeluk perutnya yang terasa mules dengan tiba-tiba.... dan hati Bulan menjerit di dalam sana, mengadu, dan berharap pada sang calon anak, agar papa anaknya tidak memiliki masalah yang dapat membahayakan dirinya dan juga diri Bulan.
Dan di saat Bulan sudah masuk ke dalam kamarnya, Bulan di sambut Damar yang berdiri menunggunya tepat di depan ranjangnya yang masih kusut dan berantakan.
"Kemari lah, kita mengobrol sambil duduk di ranjang,"Ucap Damar masih dengan suara parauanya.
Damar? Laki-laki itu mengajak ngobrol Bulan tepat di samping ranjang, Damar takut Bulan akan pingsan di saat ia memutuskannya, misal Bulan pingsan, Bulan akan terjatuh di atas ranjang, bukan di atas lantai.
Perhatian bukan Damar?
Dan Bulan saat ini sudah berdiri tepat di depan Damar. Bulan yang melempar senyum hangat dan terbaiknya saat ini, berharap dari senyumannya, kekasihnya Damar bisa sedikit merasa baik.
Tapi, senyum hangat dan terbaik milik Bulan harus lenyap, di saat Damar....
Menyerahkan selembar surat yang sudah acak-acakan, dan kusut yang laki-laki itu ambil dari salah satu saku celananya.
Bulan yang melihatnya mengernyitkan keningnya bingung, dan mau tidak mau Damar yang menyerahkan selembar surat itu padanya, Bulan menerimanya, walau Bulan bingung apa isi surat itu, dan dari siapa surat itu.
Dan oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan hatinya, Bulan...
"Apa ini, Damar?"Tanya Bulan dengan nada dan raut wajah yang benar-benar bingung.
Damar? Laki-laki itu sebelum menjawab pertanyaan Bulan, yang meruntuhkan dunia dan hati Bulan, Damar terlihat menarik nafas panjang lalu di hembuskan dengan perlahan oleh laki-laki itu.
"Aku... Aku ingin berpisah denganmu, ternyata sejak 5 bulan yang lalu, hatiku sudah hambar padamu, Bulan. Cinta untukmu sudah tidak ada. Dan sebelum hubungan kita menapak ke jenjang yang lebih serius (pernikahan) dan menimbulkan penyesalan yang besar nantinya, lebih baik kita berpisah...,"
"Stop! Stop! Jangan teruskan kata-kata menyakitkanmu, Damar! Stop!"Potong Bulan nyaris berteriak ucapan demi ucapan Damar yang mengoyak hati Bulan, yang mengoyak seluruh harapan Bulan dengan sang anak yang sudah bersemayam dengan sangat sehat dalam rahim Bulan.
Damar? Laki-laki itu terlihat menggelenglan kepalanya kuat saat ini di depan Bulan. Menatap Bulan dengan tatapan dalam sekaligus tegasnya.
"Tidak, Bulan! Kamu harus tahu, kalau aku juga sengaja menghamili seorang perempuan yang baru aku kenal 2 bulan yang lalu, seorang wanita yang sudah berhasil buat hatiku berdebar gila-gilaan karena perasaan bahagia dan cinta,"
"Terimah kasih, dan Aku minta maaf, Bulan...."
"Aku pamit," Ucap Damar tegas tanpa menoleh dan menatap sedikitpun kearah Bulan.
Bulan?
"Pergilah, Damar!" Ucap Bulan tegas dengan nada suara yang terdengar sangat tegar dan kuat. Membuat langkah Damar sempat berhenti untuk beberapa detik saja, dan setelah 4 detik Damar berhenti, Damar kembali melangkah meninggalkan Bulan tanpa menoleh kearah Bulan sedikitpun.
Dan melihatnya, hati Bulan sangat sakit di dalam sana dengan kepala Bulan yang terlihat menggeleng kuat saat ini. Tidak percaya kalau Damar akan sekurang ajar ini, se dajal ini, dan sebangsat ini pada dirinya.
Dan Bulan?
"Pergilah, Damar! Pergilah, Sayang! Pergilah! Aku tidak akan sudi mengemis pada laki-laki yang sudah tidak menginginkanku lagi! "Ucap Bulan dengan senyum sinisnya, dan tapak tangannya yang mungil terlihat mengelus lembut penuh kasih sayang pada perutnya yang sudah sedikit buncit saat ini.
"Aku akan kuat dengan seorang anak yang akan jadi kenangan, kalau... kalau kita pernah bersama dulu, Damar...,"
Ya, Bulan sedang hamil 2 bulan saat ini, jelas hamil anak Damar.
Dan walau Bulan mengandung anak Damar, tidak ada dalam kamus hidup Bulan, Bulan mengemis pada laki-laki yang sudah tidak menginginkan dirinya lagi. Bulan bersumpah tidak akan sudi mengemis dan lebih merendahkan dirinya lagi pada Damar hanya karena ada anak Damar dalam perutnya saat ini!
****
Setelah Damar sudah benar-benar hilang dari pandangannya, langkah kakinya juga sudah tidak terdengar oleh telinga Bulan lagi.
Bulan... wanita itu bukannya menangis, tapi wanita itu malah terlihat tertawa...tertawa dengan suara yang lepas saat ini.
Mungkin, orang lain yang melihat Bulan saat ini akan mengira Bulan sudah kehilangan kewarasannya, Bulan adalah orang gila, karena selain tertawa sendiri dengan suara lepas, Bulan juga terlihat menjambak rambutnya kasar. Berharap rasa sakit seperti ada yang menusuk-nusuk kepalanya saat ini, bisa sembuh atau setidaknya rasa sakitnya bisa sedikit berkurang.
"Damar..."Desis Bulan dengan geraman tertahan, nama Damar.
Tangan kanan dan kiri Bulan mengepal erat sampai buku-buju jarinya terlihat putih memucat saat ini.
Dan di saat indera pendengar Bulan mendengar ada suara krasak krusuk di bawah tangannya sana, lebih tepatnya di tangan kirinya yang hingga saat ini masih menggengam selembar kertas yang Damar berikan paksa pada Bulan tadi.
Dan tawa Bulan yang lepas, saat ini sudah berhenti, di saat kedua mata Bulan melirik kearah kertas yang sudah remuk dalam kepalan tangannya.
Dan dengan jantung yang rasanya ingin meledak karena rasa amarah dan rasa sakit hati yang lebih mendominasi. Bulan membuka dengan tangan gemetar lipatan kertas yang sudah remuk itu.
Dan di saat kertas yang kusut itu sudah Bulan buka, Bulan menahan nafas kuat di saat Bulan mengenali tulisan rapi yang ada dalam kertas itu.
Tulisan rapi milik Damar b*****t.
Isinya...
Aku... sebenarnya tidak wajib minta maaf sama kamu. Kita kan, masih pacaran. Wajar bukan, aku masih memilih-milih siapa orang yang akan jadi istriku. Wanita yang akan jadi ibu untuk anak-anakku. Tapi, padamu, Bulan. Aku memohon maaf dan ampun.
Semoga kamu bisa mendapat laki-laki yang lebih baik dari aku, seperti aku yang sudah mendapat perempuan yang menurutku lebih baik dan cantik dari kamu...
Suara robekan kertas yang di robek kasar, mengisi kesunyian kamar Bulan. Lalu sampah kertas yang sudah menjadi bagian-bagian kecil itu, Bulan hempaskan dengan wajah merah padam, dan kedua mata yang sudah berkaca-kaca hampir mengeluarkan airnya.
"Tolong, jangan menangis, Bulan. Jangan buang air matamu untuk laki-laki sampah, jangan buang air matamu untuk laki-laki yang bahkan lebih rendah dari sampah. Jangan...,"Bisik Bulan sambil menggigit bibir bawahnya kuat.
Karena isakan sakit hatinya, sakit kepalanya, dan sakit perutnya saat ini sedikit lagi hampir lolos dari mulut Bulan.
Tapi, maaf. Bulan tidak mau dan sudi air matanya yang berharga harus jatuh dan terbuang hanya untuk laki-laki sampah macam Damar.
Yang sudah Bulan tahu, jadi ini alasaan Damar....
"Ini alasanmu laki-laki b******k. Setelah meniduriku, kamu sudah tidak ada di sampingku lagi tadi, jadi ini alasannya."
"b*****h, kenapa kamu dengan sialannya memanfaatkan tubuhku padahal sudah ada niat dalam hatimu untuk mencampakkanku, kenapa kamu begitu b******n!"
"Kenapa ayahmu begitu b******n,.Nak...."Ucap Bulan dengan nada lirih dan sakitnya kali ini. Kedua telapak tangannya mendekap erat tapi lembut perutnya. Perutnya yang sudah ada calon anaknya di dalam sana.
Dan Bulan sudah tidak sanggup lagi hanya untuk sekedar berdiri, menahan bobot tubuhnya yang naik akhir-akhir ini, Bulan lemas, Bulan merasa sangat lemah, Bulan butuh sandaran, dan Bulan ingin tidur meringkuk di atas lantai dingin kamarnya. Mungkin dengan meringkuk di atas lantai dingin kamarnya. Hatinya yang panas , hatinya yang sakit bisa sedikit terobati.
Tapi, belum sempat Bulan melakukan apa yang hatinya inginkan, meringkuk dengan menyedihkan di atas lantai.
Suara pintu yang di buka agak kasar di depan sana, membuat pergerakan Bulan yang hampir menjatuhkan tubuhnya di lantai terhenti.
Dan malah, dalam waktu seperkian detik, tubuh Bulan sudah berdiri tegak, melihat seseorang yang membuka pintunya dengan agak kasar barusan.
Dan orang itu adalah...
"Damar..."Ucap Bulan dengan geraman tertahannya. Mendapat anggukan kaku dari Damar. Damar yang menatap Bulan dengan tatapan tajam dan menuntutnya. Damar yang menatap Bulan dengan tatapan marah dan juga tatapan tidak percayanya....
"Kenapa reaksimu hanya seperti ini, Bulan? Kenapa kamu tidak marah? Yang lebih anehnya lagi, kamu... kamu tidak menangis karena aku putuskan sepihak dan atau dengan kata kasarnya aku mencampakkanmu....,"
"Apa aku harus sujud di kakimu? Memohon agar kamu tetap tinggal denganku? Mengemis di bawah kakimu agar jangan memutuskanku? Apa aku harus seperti itu? Oh, kalau iya. Maafkan aku b******k, dajjal! Sampai mati aku tidak sudi mengemis pada laki-laki yang sudah tidak memginginkanku lagi. Dan MASIH ADA 1 JUTA LAKI-LAKI TAMPAN YANG LEBIH BAIK DAN TERHORMAT DI BANDING KAMU DI DI LUAR SANA, DAMAR, SAMPAH!"Ucap Bulan geram di awal, dan di akhir ucapannya Bulan berteriak lepas membuat Damar yang mendengarnya....
Wajah laki-laki itu pucat pasih bagai mayat hidup. Mendapat kata kejam dari Bulan.
Kenapa mulut Bulan sangat jahat? Ah, maksudnya selama 4 tahun saling mengenal, Damar baru tahu, mulut Bulan sangat jahat dan laknat!
Sangat tidak cocok untuk menjadi ibu untuk anak-anaknya!
Tbc