Stella mengurungkan niat untuk memerikasakan diri ke dokter besok saat Stella dan Alma sedang berada di dalam perjalanan pulang ke rumah. Alma hanya dapat mengharagi keputusan Stella yang lebih memilih untu membeli alat tes kehamilan di apotik malam ini.
“Kamu jangan pernah melakukan hal yang aneh jika hasil alat tes kehamilan itu garis dua besok pagi. Aku harap kamu masih menggunakan logika dan akal sehat kamu. Satu hal yang harus kamu ingat Stella. Sabar..” Alma berusaha untuk memberikan dukungan kepada Stella setelah Stella dan Alma meninggalkan apotik.
Stella menoleh ke arah Alma yang kini sedang menatap ke arah dirinya dengan mengulas senyuman manis. “Iya Alma. Terima kasih atas dukungan kamu iya.”
“Iya Stella. Aku akan selalu ada di samping kamu apapun yang terjadi sama kamu dan kapanpun itu Stella,” balas Alma sembari mengusap lengan Stella.
Stella mengantarkan Alma ke rumah sebelum Stella menuju ke rumahnya sendiri. Stella melangitkan doa sepanjang perjalanan dari rumah Alma menuju ke rumah Stella agar apa yang ada di dalam benak Alma tidak benar adanya.
Stella meletakan tas di tempat biasa setelah Stella berada di dalam kamar. Stella duduk di sofa yang berada di dalam kamar sembari memandang benda pipih yang kini sedang berada di genggaman tangannya. Stella menatap ke arah benda pipih itu dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Pikiran Stella berkecamuk saat mengingat apa yang telah diucapkan oleh sahabat baiknya saat Stella dan Alma berada di cafe beberapa saat yang lalu. Apalagi apa yang diucapkan oleh sahabat baiknya itu mengarah seperti apa yang Stella alami dalam beberapa hari yang lalu.
“Tidak mungkin.” Stella menggelengkan kepala menepis apa yang kini sedang ada did alam benaknya. “Tidak mungkin aku hamil. Aku terlambat datang bulan pasti karena aku sedang merasa lelah dan stress. Aku tidak mungkin hamil anak laki-laki itu.” Stella tampak frustasi saat ini.
Stella membaringkan tubuhnya di atas sofa kamarnya saat merasakan tubuh dan pikirannya lelah hari ini. tanpa disadari oleh Stella, perlahan Stella memejamkan mata menuju ke alam mimpi setelah sempat meneteskan buliran kristal bening di wajah cantiknya itu.
Kumandang adzan subuh membangunkan wanita cantik yang kini sedang tidur di atas sofa kamarnya. Stella mengerjapkan mata lalu membuka mata dengan perlahan menyesuaikan diri dengan cahaya lampu kamar yang menyilaukan indera penglihatan Stella saat ini.
Stella melangkahkan kaki menuju ke dalam kamar mandi untu mengambil air wudhu setelah membuka mata dengan sempurna. Stella melaksanakan sholat subuh dengan khusyuk pagi ini.
Setelah melaksanakan sholat subuh, Stella lantas mengambil benda pipih yang berada di atas meja kamarnya lalu Stella kembali melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar mandi. Stella mengambil gelas kecil yang berada di wastafel di dalam kamar mandinya. Stella mengambil sedikit air seni di gelas itu. stella lalu mencelupkan benda pipih tes kehamilan itu ke dalam gelas yang telah berisi air seninya saat ini.
Stella menunggu hasil dari alat tes kehamilan itu dengan jantung berdetak tidak normal dari biasanya. Jari jemari Stella saling memilin dengan kuat dan gemetar saat Stella menunggu hasil alat tes kehamilan itu.
Stella tahu berdoa di dalam kamar mandi tidak boleh. Namun rasa panik dan takut yang kini sedang menyelimuti dalam hati Stella melumpuhkan akal sehat wanita cantik itu.
“Ya Allah.. Semoga hasilnya negative dan tidak seperti apa yang ada dalam benak aku dan Alma. Aamin…” Stella mengusap wajah dengan kedua tangan mengaminkan doa yang dipanjatkan oleh wanita cantik itu pagi ini.
Tak lama kemudian, Stella mengambil alat tes kehamilan yang kini masih berada di dalam gelas yang berisi air seninya itu. stella mengangkat alat tes kehamilan itu sembari menutup mata dan berharap jika hasilnya tidak seoerti apa yang ada dalam benak Stella dan Alma.
Positif..
Garis dua..
Duarrrr..
Stella tercengang dengan apa yang terpampang di empat alat tes kehamilan yang dibeli oleh dirinya malam tadi. Hasil yang terpampang dengan sangat jelas di empat alat tes kehamilan itu sama.
Stella kembali menajamkan penglihatan untuk meyakinkan diri jika apa yang kini sedang ditatap oleh dirinya di empat alat tes kehamilan itu salah. Namun harapan hanyalah tinggalah harapan saat empat alat tes kehamilan itu tetap menunjukan hasil yang sama seperti apa yang dilihat oleh Stella pertama kali di pagi ini.
Buliran kristal bening seketika menetes di wajah cantik Stella. Tubuhnya seketika luruh ke lantai dan bersandar di dinding kamar mandi. Lemas. Tubuh Stella merasa lemas dengan kenyataan yang baru saja diterima oleh Stella pagi ini.
Dunia Stella seketika terasa runtuh saat alat tes kehamilan itu menunjukan hasil garis biru dengan sangat jelas. Nafas Stella semakin tercekat dengan kenyataan yang harus dihadapi dalam hidupnya saat ini. Sungguh.. Stella tidak pernah membayangkan jika harus mengalami hal ini dalam hidupnya saat ini. hamil di luar nikah. Hamil tanpa bapak dari bayi dalam kandungannya saat ini. Banyak tanya dalam benak Stella dengan apa yang kini sedang terjadi dalam hidupnya.
Bagaimana Stella memberi tahu semua ini kepada kedua orang tuanya?
Bagaimana Stella menjalani kehidupannya ke depan?
Bagaimana dengan nasib dan masa depan Stella nanti?
Apa yang harus Stella lakukan saat ini?
Itulah yang kini ada di daam benak Stella setelah Stella mengetahui hasil alat tes kehamilan pagi ini.
Stella mengusap perut yang masih tampak datar itu. Ada satu kehidupan yang kini sedang tumbuh dan berkembang di dalam rahim dirinya. Namun Stella tidak tahu apa yang harus dilakukan oleh dirinya saat ini. stella tahu jika kedua orang tuanya tahu tentan apa yang kini sedang terjadi kepada Stella, pasti kedua orang tuanya akan sangat marah kepada dirinya. Namun Stella kembali teringat dengan apa yang diucapkan oleh sahabat baiknya tempo hari.
“Apapun yang terjadi nanti. Apapun hasil yang kamu peroleh nanti. Jangan pernah kamu menyalahkan dan menyakiti anak yang berada di dalam kandungan kamu saat ini. Anak yang berada di dalam kandungan kamu itu tidak memiliki salah apapun. Aku akan selalu berada di samping kamu apapun yang terjadi dengan kamu. Kapanpun itu aku akan selalu berada di samping kamu. Akau akan selalu menemani kamu, Stella..”
Huft..
Stella menghela nafas kasar berusaha untuk menenangkan dirinya saat ini. Stella menghapus buliran kristal bening yang masih menetes di wajah cantiknya saat ini. Stella dengan perlahan bangkit dari duduknya dan menatap ke arah cermin yang berada di wastafel di dalam kamar mandinya. Stella membasuh wajah agar terasa lebih segar pagi ini.
Stella mengusap perut yang masih tampak datar itu dengan tatapan nanar pagi ini. walaupun Stella merasa kecewa dengan apa yang ada di alat tes kehamilan itu. Namun Stella menyadari jika bayi yang kini sedang berada di dalam kandungannya itu tidak memiliki salah sama sekali sehingga Stella tidak berhak untuk melenyapkan bayi itu. Stella yang salah. Bukan bayi yang kini sedang berada di dalam kandungannya itu.
“Aku tidak boleh lemah. Aku harus kuat. Aku tidak boleh melenyapkan calon buah hati yang kini sedang tumbuh dan berkembang di dalam rahim aku. Aku harus menjaga dan membesarkannya apapun yang akan terjadi dalam hidup aku nanti..”