5

2140 Words
Dara gak pernah berpikir kalo Dion bakal menyapanya lagi hari ini. Ia kira sejak ketahuan stalker cowok itu kemarin, Dion akan seperti biasa lagi. Nyatanya cowok itu menepati omongannya. "Gue gak bisa pura-pura gak tau tentang kehadiran lo." Pipi Dara memanas. Maksud cowok itu ngomong bisa aja ia salah artikan sebagai ungkapan perasaan. Lagi-lagi kenyataannya mereka memang baru kenal, sekedar kenal. Antara temen kampus, bahkan hanya antara junior dan senior. Mengingat Dion sudah mahasiswa akhir yang sebentar lagi sidang dan akan lulus. Hari ini waktu Dara jalan sama Alfen ke kelas, gak sengaja berpapasan dengan Dion yang berjalan kearah ruang dosen yang kebetulan searah dengan jalan ke kelasnya Dara. " Hai ." Sapa Dion, kali ini dengan sedikit senyum. Iya sedikit. Cowok ini masih aja ngirit soalsenyum. Gapapa lah. Kalo Dion kebanyakan senyum nanti Dara bener-bener bisa jantungan sepertinya. " Hai." Dara membalas sapaan Dion dengan senyum yang lebih lebar. Alfen mengangkat sebelah alisnya, menyadari atmosfer aneh antara kedua orang ini. " Alfen ya ?" Dion melirik Alfen yang gak keliatan mau balik menyapa. Padahal ia berniat menyapa keduanya, walaupun lebih ke Dara aja sih. Tapi kan ya basa-basi boleh lah. Alfen mengangguk." Kenapa?" Tanyanya yang lebih seperti orang ngajak ribut. Dara menyikut lengan sahabatnya itu sebagai kode ke Alfen biar dia gak terlalu lebay ngomong ke Dionnya. " Gapapa. Gue duluan ya mau ada bimbingan." Dion berjalan mendahului Alfen dan Dara. Dara masih gak bergeming setelah kepergian Dion, bahkan sampe tubuh Dion bener-bener menghilang saat memasuki ruang dosen. Menyadari Sahabatnya ini gak bakalan bergeming, Alfen menarik paksa baju Dara menuju ke kelas mereka. Karena sebentar lagi pasti bu Ayu bakalan masuk. " Ihhh !!! Dikira nyeret kucing kali." Dara ngedumel sambil merapikan kerah kemejanya yang barusan ditarik sama Alfen. " Lagian kalo nanti tiba-tiba lo sawan di koridor kampus kan gue juga yang kewalahan. Nanti gue gak bisa bedain mana yang kunti mana yang elo." Bantah Alfen dengan suara polosnya. Dara melotot." Maksud lo ?!!!! Lo ngira gue mirip sama kunti ?!!!" Suaranya menggelegar ke satu kelasnya sampe mereka melihat kearah Dara dan Alfen. Alfen menutupi wajahnya." Kan bener mirip. Coba ngaca deh." Dara cemberut, Alfen memang paling bisa merusak moodnya dari yang tadinya bahagia banget gara-gara disapa Dion menjadi unmood kayak sekarang ini. Si perusak mood malah ketawa ngakak. Gak lama bu Ayu masuk sambil membawa tumpukan kertas yang sepertinya hasil kuis mereka kemarin. " Mati gue." Alfen menepuk jidatnya, menyadari hasil kuisnya pasti kacau banget karena ia sama sekali gak belajar. Bu Ayu emang paling seneng ngasih kuis dadakan buat mahasiswanya. ..... Lagi-lagi revisi. Baru proposal aja udah kena revisi mulu. Dion menatap print-an proposal skripsinya yang masih dicoret-coret pak Budi, dosen pembimbingnya. Untung coretan hari ini gak sebanyak proposal yang kemarin ia buat. Rupanya cuti satu semesternya kemarin lumayan membuahkan hasil, karena ia mengurusi perusahaan Ayahnya selagi Ayahnya keluar negri, ia jadi bisa sedikit belajar soal ekonomi di perusahaannya. " Tapi kalo buru-buru lulus, dinikahin sama Safa. Mati dah gue." Keluh Dion sambil memasukkan proposalnya ke tas. Ia mendesah mengingat kedua orangtuanya yang siap menikahinya dengan Safa begitu ia telah wisuda nanti. Tunangan hampir dua bulan aja gak membuahkan hasil sama sekali, boro-boro cinta. Dion hanya menganggap Safa seperti adiknya sendiri karena mereka emang udah lama kenal sejak SMA. Safa adik kelasnya waktu SMA yang ternyata Ibu mereka berteman. Jadilah perjodohan sialan ini. Apalagi Ibu Dion yang suka banget sama cewek yang kuliah di jurusan kesehatan, menantu idaman katanya. Dion menarik rambutnya kebelakang untuk menghilangkan sedikit penat di kepalanya. Ia melirik ke tempat Dara biasa memperhatikannya, cewek itu gak ada disana. Mungkin belum datang. Pikirnya. ..... Efek disapa Dion lebih berpengaruh besar dibanding gangguannya Alfen. Dara daritadi senyam senyum, bahkan memperhatikan teori yang disampaikan bu Ayu dengan antusias, padahal biasanya mah pasti dia tidur dibelakang. Untungnya bu Ayu gak kayak bu Nora yang peka sama anak-anak yang tidur di kelasnya. Bu Ayu lebih ke gak peduli, dia fokus jelasin materi dari ppt yang ditampilkan. Makanya mahasiswa lain yang emang males pada lebih milih buat tidur siang dibanding dengerin penjelasan dosen yang menurut mereka membosankan itu. " Baru disapa aja bisa seseneng ini ya gue. Gapapa lah ketauan juga." Ucap Dara sambil keluar lebih dulu dari kelasnya, Alfen mengikuti dibelakang. Mereka berjalan menuju kantin yang sore ini lumayan kosong karena kebanyakan masih pada dikelas atau bahkan pulang karena udah gak ada mata kuliah lagi. Alfen geleng-geleng kepala sambil membawa pesanan mereka ke sebuah meja yang menghadap ke lapangan futsal. Sore ini gak ada latihan dulu, karena disuruh istirahat sejenak sama pelatih mereka." Lebay lu tau gak." " Sirik aja !!" Dara memeletkan lidahnya, lalu mulai menyantap bakso didepannya dengan lahap. Jatuh cinta bikin nafsu makannya bertambah, semoga aja berat badannya gak nambah drastis. " Emang dasar ya cewek. Disapa dikit aja udah baper. Giliran gak ditembak-tembak malah nuduh cowok PHP. Padahal cewek aja yang ngarepnya ketinggian." Ucap Alfen setelah menyedot es teh manisnya. Dara mendelik ke cowok disebelahnya. Lagi-lagi Alfen menguji kesabarannya hari ini." Belom pernah keselek bakso urat yang gede Fen ?" Ia menyeringai. Alfen menggeleng." Gue kan makannya dikunyah dulu. Jadi gak bakal keselek." Jawabnya polos, bikin Dara makin geram. " Errrrr. Lama-lama gue cekokin bakso beneran lu!!" Dara tambah kesal sementara Alfen malah cengengesan. Gak bisa apa sahabatnya itu melihat dirinya bahagia barang sebentar aja. Dara menutup laptopnya setelah menyelesaikan pembuatan PPT untuk presentasi besok. Ia merentangkan tangannya dan bersandar ke sofa dibelakangnya. Semakin semester atas, tugas bukannya makin sedikit malah makin numpuk. Apalagi UTS udah di depan mata. Sementara cowok disebelahnya malah asik tidur bersandarkan bantal sofa. Siapa lagi kalo bukan Alfen ? Untung aja nih anak udah nyari materi, kalo enggak mah gak bakal Dara biarin dia tidur setenang itu. Meski mereka sahabatan sejak kecil, bukan berarti Dara membiarkan cowok itu bisa malas-malasan terhadap tugas kelompoknya. Ya walaupun mereka berdua terbilang mahasiswa yang biasa aja, gak telalu cerdas dengan IPK tinggi, setidaknya Alfen dan Dara berusaha rajin. Tenggorokan Dara kering, ia beranjak dari sofa dan berjalan ke arah dapur rumah Alfen. Iya sekarang mereka lagi ngerjain tugas bareng di rumah Alfen. Kebetulan aja karena barusan mereka delivery makanan jadi sekalian deh. Toh sama aja. Sudah seperti rumah sendiri, Dara mengambil segelas air dari kulkas dan meneguknya sampai habis. Tiba-tiba ponsel disakunya bergetar . Ada pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal . Lagi sibuk Ra ? Dara mengernyitkan dahinya , gak kenal sama nomor yang baru aja mengirim pesan padanya. Biasanya kalo orang yang udah dia kenal pasti ada namanya. Karena gak mau ambil resiko diisengin orang, Dara memutuskan untuk gak membalas pesan dari nomor yang gak di kenal itu. Ia memang tak mau repot, toh kalo memang penting pasti nomor itu akan menghubunginya lagi. Gadis itu segera kembali keruangan TV , Alfen masih belum bangun juga . Mungkin dia kecapean . Akhir minggu ini dia kan bakal tanding futsal sama kampus sebelah. Jadi latihan futsalnya juga di tambah, belum lagi tugas kuliahnya. Tapi memang Alfen yang mau ikut tim futsal kampusnya walaupun ia tau sendiri jadi mahasiswa itu gak sesantai waktu jaman SMA. Ponsel Dara lagi-lagi bergetar . Rupanya nomor asing tadi menelponnya . Dengan ragu Dara menekan tombol hijau di ponselnya. Sepertinya memang penting. " Ra ?" Dara seperti mengenal suaranya . Dion ? Batinnya dengan agak ragu." Iya . Siapa ya ?" Suara di sebrang terkekeh . " Gue Dion ." Deg !! Bener kan Dion ! Tapi dia tau nomor gue darimana ? Dara membatin, senang . Ia gak nyangka kalo cowok sop buah itu menghubunginya lebih dulu dan sampai menelponnya segala waktu ia tidak membalas pesannya." Ohhh hahahah." Dara berusaha sebiasa mungkin walaupun jantungnya sekarang berdetak lebih kencang dari biasanya. Kalo kata Gita mah," Lu kena aritmia kali. Periksa ke dokter gih !" Bodoh banget Gita kalo soal cinta-cintaan. Dia gak tau apa kalo temennya ini lagi jatuh cinta." Tau nomor gue darimana ?" Lanjutnya yang penasaran juga. Karena Dara ngerasa gak pernah tukeran nomor sama Dion. Ngobrol aja sekedarnya doang. " Kepo deh." Suara Dion tertawa lagi. Dara jadi membayangkan bagaimana wajah Dion saat tertawa seperti sekarang ini pasti sangat manis." Yeeee dasar lo ! Pasti stalkerin gue ya." " Gapapa kan ? Masa lu doang yang stalkerin gue ?" Jawaban Dion bener-bener bikin aritmia Dara makin kumat. Bikin cepet mati gak sih kalo kena aritmia gini? Tanya Gita ah nanti. Dara membatin senang. Seorang Dion stalkerin Dara. Tuhan cepet banget mengabulkan doanya. Padahal ia aja merasa jadi hamba yang gak berbakti karena jarang banget doa apalagi ibadah. Setelah ini ia harus banyak ibadah dan doa karena kebahagiaannya mendadak datang setelah sekian lama hatinya beku dan hanya dikelilingi sosok pria seperti Alfen. " Yee bisa aja lo. Kenapa nelpon ? " " Nelpon harus ada alesan ya ?" Tanya Dion di sebrang dengan suara penuh tanda tanya. Pasti pria itu sekarang sedang mengerutkan keningnya. Dara terkekeh sambil menggaruk tengkuknya yang gak gatel. Kenapa juga dia jadi grogi gini ? Bener kata Alfen, jadi kayak ABG baru jatuh cinta. Padahal umurnya hampir menginjak kepala dua." Gak juga sih. Ya takutnya ada perlu gitu sama gue." " Iya sih. Mau ngajak lu jalan. Akhir minggu ini bisa ?" Hampir aja Dara melompat kegirangan mendengar ajakan Dion barusan. Tapi ia tahan, daripada ngeganggu Alfen yang lagi tidur pules." Gak bisa akhir minggu." Dara baru teringat akan pertandingan futsal Alfen, ia kan mau nonton dan sudah terlanjur janji juga." Soalnya Alfen tanding futsal . Mayan kan kalo dia menang, gue ditraktir." Tidak ada jawaban dari sebrang selama beberapa detik. Dara kira Dion marah sebelum suara cowok itu kembali terdengar." Yaudah gue ikut nonton juga. Gimana ? Abis itu kita jalan tapi ?" Dara tampak berpikir sebentar. " Okedeh !" Ucapnya penuh semangat, bikin Dion di sebrang kembali tertawa. Apa jawabannya berlebihan ? " oke. Bye." Dion memutus telponnya lebih dahulu setelah Dara menjawab bye ke dia . Dara senyum-senyum sendiri membayangkan akhir minggu ini bakal jalan bareng sama Dion. Apa ini bisa dinamakan kencan ? " Kenapa ?" Suara berat Alfen yang baru bangun tidur mengagetkan Dara yang lagi asik melamunkan kencan pertamanya dengan Dion akhir minggu ini. Alfen mengernyitkan dahinya melihat Dara cuma tersenyum pas dia tanya." Jangan sakit lagi dah. Gue repot beneran dah !" Dara menepuk kaki Alfen yang berada tepat disampingnya, cowok itu langsung menarik kakinya dan mengusapnya karena tabokan Dara tadi cukup sakit." Apaan sih Dar ? Ditanya malah nabok." Gerutunya. " Lo mah ngajak ribut bukan nanya !" Dara mengerucutkan bibirnya sebentar, kemudian tersenyum lagi sambil menatap Alfen. " Apa ?" Perasaan Alfen gak enak kalo Dara menatapnya sambil tersenyum seperti itu . " Dion ngajak jalan . Akhir minggu ini ." " Hah ?" " Dion ngajak gue jalan ! kencan !" Dara menaikkan volume suaranya . " Bukan . Kalimat yang terakhir . " Alfen menggeleng-geleng . " Akhir minggu ini?" Dara mengulangi ucapannya lebih ke pertanyaan . " Lo lupa !!! Kan gue tanding futsal !! Gak solid nih masa lo gak nonton !!" Alfen gantian menaikan volume suaranya . Nyawanya bener-bener baru ngumpul sekarang. Suaranya yang naik beberapa oktaf itu mengejutkan Dara yang sedang asik melamun lagi. " Tau gue ! Inget ! Abis nonton lo tanding baru jalan ! Dengerin dulu makanya elahh !" Dara tak mau kalah. Mereka sekarang mirip pemeran tarzan di TV. Alfen berohh ria . Padahal mereka duduk bersebelahan tapi saling menaikan volume suaranya. " Gitu doang ?" Dara gak suka sama respon Alfen yang sesingkat itu . " Terus apalagi ?" Alfen menaikkan sebelah alisnya . Walaupun lagi muka bantal bangun tidur gini , wajah Alfen tetep manis . Loh ? " Ah tau ah !! Nih tugasnya udah kelar . Besok bawa laptopnya . Gue mager . Tas gue nanti berat !" Dara langsung beranjak dari sofa , menenteng tasnya dan pergi dari rumah Alfen . Alfen menutup kembali matanya walaupun ia gak akan bisa tidur lelap lagi . Setidaknya setelah ia tau Dion mengajak Dara kencan . Beneran kencan emangnya ? Alfen menggeleng cepat . Ia bener-bener belum siap . Belum siap jika ternyata sahabatnya akan segera punya pacar dan meninggalkannya seperti kata Dara dulu, ya walau hanya candaan tetap saja ia cemas. ..... Dion menatap ponselnya yang beberapa menit yang lalu baru aja menelpon Dara . Gak sia-sia ia kepoin Dara ke temen kampusnya demi dapetin nomor hape cewek itu .  Rasanya udah lama banget gak sebahagia ini , ngajak cewek kencan seperti ini . Berasa kayak ABG baru pacaran . Padahal kalo sama Safa mah , yang sebenernya lebih banyak cewek itu yang mengajaknya pergi . Biasa aja . Gak kayak sekarang gini . Ada perasaan yang berbeda . Suatu desiran aneh di dadanya . Yang ia sendiri gak bisa mengartikannya . Yang jelas ini adalah perasaan yang ia inginkan, perasaan nyaman ketika memikirkan seseorang, bukan perasaan terbebani seperti ketika ia memikirkan akan segera menikah dengan Safa setelah wisuda nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD