BAB 02

1187 Words
Alexander Madava sedang memanggang roti untuk sarapan ketika ponselnya berdering. Setengah jam lalu Cassie Irvadia Hartono menerobos masuk ke apartemennya saat Alex bahkan belum mencapai pelepasan, sekarang wanita itu sudah menggangu Alex, lagi. “Ada apa, Cassie?” “Kak Alex harus datang ke rumah aku!” ujar Cassie dari seberang telepon. “Kenapa?” “Kakak akan makan malam di sini. Kak Alex calon suami aku, ingat?” Calon suami. Alex meringis mendengarnya. “Aku harus ketemu orangtua kamu?” “Tentu aja. Jam 7 ya, Kak Alex. Jangan telat!” Cassie mematikan telepon secara sepihak. Alex mulai berpikir mungkin ini ide yang salah? Setuju menikah dengan Cassie adalah salah. Belum terlambat untuknya untuk membatalkan perjanjian konyol ini. Atau... sudah terlambat. “Alexander!” Karena suara berat milik Arik Dierja Hartono, teman sehidup-semati Alex terdengar tidak sabaran. “Alexander Madava!” Alex dengan santai menaruh roti ke atas piring putih bersih ketika sahabatnya kembali memanggil nama lengkapnya. Tentu saja jenis panggilan yang tidak bersahabat. “Alexander! Lo mencium adik gue?!” Alex berbalik dari kompor untuk melihat Arik yang berpakaian rapi, lengkap memakai jas mahalnya. Ratusan juta? Alex tahu karena ia punya satu lemari jas seperti itu. Pria yang seumuran denganya itu pasti siap pergi bekerja namun masih bisa-bisanya datang ke apartemen Alex. “Tuan Hartono Yang Terhormat, setahu gue kantor lo bukan di sini,” kata Alex sedikit menyindir. “Gue tahu lo memang b*rengsek, Alexander. Dan lo semakin b*rengsek karena mencium Cassie di J-Land!” Arik memiliki kecenderungan untuk tetap tenang serta berwibawa di segala kondisi, jika wajahnya sudah memerah seperti itu, sudah jelas bahwa Arik marah. Dan Alex menyadari sahabatnya marah. “Gue nggak mencium Cassie,” ujar Alex. Memang itu kenyatannya kan? “Katakan itu kepada orang yang nggak mengetahui bahwa lo b*rengsek, Alexander.” “Cassie yang mencium gue.” Saat datang ke apartemen Alex, Arik sudah punya kemarahan di ujung kepalannya. Ditambah dengan ucapan Alex yang menurutnya begitu konyol, Arik semakin ingin menghajar sahabatnya itu. “Adik gue wanita terhormat. Dia nggak akan melakukan hal seperti itu, Alexander.” “Tapi dia yang mencium gue, Arik Dierja Hartono.” “Jangan sampai gue menghajar lo, b*rengsek!” Yang Alex sadari dari keluarga Hartono adalah; satu, mereka datang dan masuk seenaknya ke apartemen Alex. Dua, mereka senang sekali memanggil Alex b*rengsek (meski itu benar—tapi hei, Alex berhak membela diri). “Tanya sendiri kepada adik lo. Gue nggak mau berdebat, ada klien yang harus gue manangkan kasusnya hari ini dan gue perlu sarapan.” Alex duduk di depan meja makan yang terbuat dari kayu jati asli, mencoba memakan roti panggangnya. Arik menggebrak meja kayu itu, membuat Alex sedikit terkejut karena Arik biasanya selalu bisa mengontrol emosi. “Jauhin adik gue, Alex. Kalau gue lihat lo mendekati Cassie, gue sendiri yang akan membunuh lo.” Arik lalu pergi begitu saja. Satu lagi yang Alex ketahui dari keluarga Hartono; mereka senang sekali memerintah Alex. Astaga, roti panggangnya sudah dingin. Alex ingin memaki. *** Cassie memiliki apartemen mewah yang dibeli oleh uangnya sendiri berkat berjualan tas branded, namun ia lebih memilih untuk tinggal bersama kedua orangtuanya. Terbiasa difasilitasi lengkap, Cassie manja luar dan dalam. Berbeda dengan Jessy—salah satu adik kembarnya yang tidak pernah ada di rumah. Tinggal berpindah-pindah menjelajahi dunia, atau dalam kamus Cassie; hidup susah. Cassie tak bisa membayangkan kehidupan yang dijalani Jessy, berperilaku seperti orang biasa—mencuci piring di restoran pinggir pantai disebut kesenangan oleh Jessy. Cassie tak akan rela kuku cantiknya rusak untuk pekerjaan kasar seperti itu. Menakutkan. “Lo akan menikah?” Jessy bertanya di depan layar. Seingatnya yang akan melangsungkan pernikahan adalah kakak tertua, yaitu Arik. Beberapa bulan dari sekarang. Cassie mengangguk, melihat kepada layar Ipad. “Alexander Madava.” “Temennya Kak Arik yang playboy itu?” Kening Jessy mengerut. “Are you sure?” “Yup!” Senyum Cassie mengembang. “Kenapa tiba-tiba?” “It’s called ‘jodoh’, my lil sist.” Bola mata Jessy berputar, jengah. “Nggak ada jodoh di dunia ini, Kak. Cuma ada dua orang yang merasa cocok lalu menikah.” “Terserah deh, intinya aku akan menikah sama Alex.” “APA??” Arik baru saja berjalan beberapa langkah di taman belakang rumah orangtuanya dan ia mendengar kalimat konyol dari mulut adiknya. “Kak Arik kok di sini?” Cassie yang semula santai mengobrol dengan Jessy langsung menjadi kikuk dengan kedatangan Arik. Jessy bertanya ‘kenapa kak?’ tapi ia tak mendengar penjelasan. Malah mendapatkan family drama alias perdebatan kedua kakaknya dari sambungan video call. “Apa yang tadi kamu bilang itu, Cassie?” Arik menatap Cassie serius. “Menikah dengan Alex?” “Kak Arik, aku bisa jelasin.” “Kamu mau menikahi pria seperti itu?” “Kak Alex kan temen kakak, dia seorang Madava. Bukan calon suami yang buruk,” jawab Cassie perlahan, dirinya sendiri pun tak yakin. Arik mencoba menenangkan suaranya, “Cassie, apa karena nama belakangnya Alex jadi kamu terima dicium sembarangan di J-Land?” “Aku—“ “Bukan calon suami yang buruk, kamu bilang? Mencium kamu di J-Land, apakah itu perbuatan terpuji?” Arik menambahkan, “Aku ke apartemen Alex tadi pagi dan aku melakukan hal yang benar yaitu menyuruh Alex untuk tidak menganggu kamu lagi.” “Kak—“ “Alex nggak macam-macam, kan? Dia nggak merayu kamu dan meniduri kamu, kan?” “Aku nggak tidur dengan Alex.” Cassie menutup matanya sebentar untuk mencari kalimat yang benar, kemudian menatap kakaknya lagi. “Kak Arik salah paham.” “Apa?” “Bukan Alexander Madava yang mencium aku, tapi aku yang mencium dia.” “....” “....” Arik tak bisa berkata-kata. “Kamu serius?” Cassie mengangguk kaku. Takut Arik semakin marah. “Astaga, Cassie...” Refleks Arik memijat pelipisnya sendiri. “Kakak nggak menghajar calon suami aku, kan?” Cassie menjadi panik karena Arik bilang ia sempat ke aparatemen Alex. Meski menikah dengan Alex untuk balas dendam terhadap Tavisa Wyne, dirinya tak mau punya calon suami babak belur. “Kamu tahu apa yang kamu lakukan itu salah, Cassie?” Arik kembali menatap Cassie, kali ini lebih serius. “Kalau posisinya dibalik—Alex yang mencium kamu sembarangan—pasti akan dianggap pelecehan.” “Iya, Kak Arik, aku salah....” Cassie menunduk, tapi ia masih ingin tahu satu hal sehingga matanya bertemu dengan Arik lagi. “Kakak nggak menghajar calon suami aku, kan?” “Alex nggak akan pernah jadi suami kamu.” “Kenapa???” Cassie merengek. “Kami berdua saling mencintai!” “Jangan bicara omong kosong, kakak pusing dengernya.” Arik berjalan untuk masuk ke rumah dan Cassie mengekori sambil terus merengek, menggoyang-goyangkan lengan kekar Arik. “Kak Arik, aku mau menikah sama Alexander Madava!” “No.” “Kak Arik, kami berdua saling mencintai!” “Bullshit.” Cassie menghentak-hentakan kakinya seperti anak kecil yang tidak diizinkan main. “Aku benci Kak Arik!” Arik terus berjalan memunggungi Cassie, dengan santai berkata, “I love you too, sist.” [] - Hai, kalo kamu suka ceritanya jangan lupa like ya, thankyou! Folow me on IG; galeri.ken
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD