Naruto Kholik IPA 3

2211 Words
Kamis jam pelajaran 3-4, adalah pelajaran bahasa Indonesia, kelas XI IPA 3 melakukan kegiatan belajar di perpustakaan selama dua jam pelajaram. Guru Bahasa Indonesia menugaskan mereka mencari n****+ atau cerpen untuk diresensi. Semua anak mengerjakan tugas mereka dengan baik tanpa membuat masalah dan keributan sesuai dengan tata tertib dan peraturan yang berlaku di perpustakaan. Sampai akhirnya jam pelajaran pun selesai seiring bunyi bel waktu tanda istirahat. Nadia dan ketiga sahabatnya yang sudah mengumpulkan tugas resensi masing-masing, tidak langsung kembali ke kelas. Mereka memilih menghabiskan waktu istirahat untu nongkrong di koridor Lab Biologi yang ada di depan perpustakaan. Koridor Lab Biologi memang tempat paling enak untuk bersantai, apa lagi saat cuaca lagi panas kayak gini. Udara yang sejuk dan tempatnya yang nyaman membuat suasana jadi segar, di depan Lab ada dua pohon mangga besar yang lebat. Di bawah pohon mangga juga tersedia tempat duduk yang mengelilingi pohon itu. Tepat duduk yang di buat menyerupai batang pohon yang sudah di tebang. Nadia and the genk lebih memilih duduk di koridor dibandingkan di bawah pohon, dan seperti biasa Nadia and the genk membahas masalah komik dan khayalan gila mereka. “Gri, kamu pulang nggak ke Suna kemarin malem?” tanya Puput membuka percakapan mereka. Suna itu adalah Negara Sunagakure, Negara yang ada di film anime Naruto, salah satu anime yang sangat di gemari oleh pencinta anime saat ini tidak hanya pecinta anime yang suka dengan film ini anak-anak kecil bahkan orang dewasa suka dengan film ini. “Nggak Put, aku pulangnya pas malam jumat aja, soalnya Garra hanya bisa menjemput ku pada malam itu saja. Kalau mau minta bantuan Naruto yang menjemput ku, Naruto nya nggak bisa soalnya dia sibuk menjalankan misi dari Hokage, nanti Hinata juga cemburu lagi kalau aku deket-deket ama Naruto nya. Aku kan nggak mau buat orang lain sakit hati!” tutur Agri sambil melirik ke arah Nadia yang ada di samping kanannya. “Ngapain kamu melihatku dengan tatapan begitu? Mentang-mentang aku yang jadi Hinata gitu?” tanya Nadia heran melihat tatapan Agri yang penuh makna. “Hehe gak ada Nad biasa saja. Emangnya aku gak boleh melihat kamu apa?" Agri hanya bisa nyengir, "terus kalau minta bantuan sama Temari dan Kankuro, mereka juga tidak bisa soalnya kan mereka juga ikut membantu menjalankan misi di Konoha. Kalau minta bantuan sama yang lainna_” ucapan Agri terhenti karena Puput menyela. “Sudah, sudah. Ribet banget sih jawabannya capek aku dengernya tau. Sok imut banget lagi gaya bicaramu itu. Biasa aja kale cara ngomongnya! Gak cocok tau kamu pasang tampang sok imut gitu!” protes Puput yang sudah bosen melihat tampang Agri yang sedari tadi dengan memasang gaya sok imutnya. “Emang aku imut.” Agri membela diri, sontak ketiga sahabatnya berakting seperi orang muntah yang lagi ngidam. “Uuwwakkh. imut-imut, imut dari Hongkong. Amit-amit mah iya!” pekik ketiganya kompak. “Kalian aja sih yang sirik. Yeee” Agri tetap membela diri. Begitulah cara mereka bercanda, dan tanpa dipungkiri Agri memang imut, cantik lagi. Nggak cuma Agri saja yang imut dan cantik, tapi ketiga sobatnya juga. Itulah Agri saking ngefansnya sama Garra, ninja dari Negri Pasir itu, Agri sampai ngaku-ngaku jadi istrinya Garra terus dia juga bilang kalau dia sudah punya anak yang diberi nama Quila. “Aku kemarin pulang ke Konoha bareng Hinata, biasa cari Naruto.” kata Puput sembari menepuk bahu Nadia yang ada di samping kirinya. Di kelas XI IPA 3 ada perkumpulan anak-anak yang suka dengan anime naruto dan nama perkumpulan nya adalah Naruto Kholik IPA 3. Tidak semua anak di kelas IPA 3 yang menjadi anggota Naruto Kholik. Setiap anggota memiliki nama masing-masing, kebanyakan anggota menggunakan nama tokoh yang mereka sukai. Dan tentunya keadaan Naruto Kholik IPA 3 berbeda dengan keadaan yang sebenarnya dari cerita Naruto itu sendiri. “Wiiih, tumben kamu cari Naruto Nad,,? Dunia Naruto Kholik IPA 3 kayaknya udah berubah nih, hampir sama dengan yang aslinya.” kata Agri seraya tersenyum penuh makna. Firasat Nadia mulai berubah aneh, pasti ada udang di balik batu. Batin Nadia. “Emang Naruto nya siapa?” tanya Nadia heran, ketiga sahabatnya tidak langsung menjawab merekah malah senyam-senyum nggak jelas, “jangan bilang Naruto nya Pian?” lanjutnya lagi. “Ember! Hahaha,” jawab ketiga sahabatnya kompak diiringi tawa. “Iiidiiiiiiih, ogah udah aku jadi Hinata kalau yang jadi Naruto nya Pian. Pantesan perasaan aku nggak enak banget waktu kalian jadiin aku Hinata, taunya? Dasar kalian ya!” protes Nadia dengan tampang jengkelnya, ketiga sahabatnya hanya tertawa melihat Nadia. “Aku juga ogah jadi Naruto, kalau Hinata nya itu kamu. Lebih baik aku jadi Pein atau Sai aja!” desis seseorang dari samping kanan tempat duduk mereka. Semuanya langsung terdiam, karena mereka sangat mengenali pemilik suara itu. Orang yang baru saja mereka bicarakan, Nadia langsung menoleh kearah suara tersebut. Mulai lagi nih bakalan ada perang. “Ngapain kamu di situ?” bentak Nadia seraya bangkit dari duduknya diikuti ketiga sahabatnya. “Terserah aku dong mau ngapain, kenapa kamu yang naik darah?” bentak Pian nggak mau kalah, untung saja ini jam istirahat jadinya nggak ada orang di Lab Biologi. Coba saja ada jam pelajaran, bisa-bisa mereka yang dibentak sama guru. “Siapa juga yang naik darah. Eh Pian, asal kamu tau aja ya aku juga ogah jadi Hinata kalau tau Naruto nya itu kamu, amit-amit deh. Lagian aku juga gak pantes jadi Hinata, karena aku bukan tipe cewek kalem nan lembut kayak Hinata, terus kalau ketemu sama yang namanya Naruto dia langsung pingsan gitu. Nggak banget deh. Lain lagi kalau kamu, cocok-cocok aja jadi Naruto. Soalnya kalian itu sama-sama begonya, sama ngeselin nya, dan lain-lainnya lagi!” tutur Nadia panjang lebar. “Eh nenek lampir, gak usah pakai acara menjelek-jelekkan orang segala ya. Gitu-gitu Naruto juga baik hati, hebat lagi bisa jadi Hokage. Kurangin itu makan yang berminyak-minyak nimbun kolesterol saja biar gak tambah naik tensi darahnya! Jadinya gak marah-marah terus, ntar cepat keriput terus kayak nenek-nenek deh. Hahaha,” Pian tertawa kecil, ”jadi cewek kok kasar sih, yang lembut dikit kenapa!” lanjutnya lagi. “Kurang ajar kamu ya, terserah aku mau kayak gimana. Ngapain kamu yang sewot!” “Ya udah kalau nggak mau dibilangin, biar aja ntar kamu beneran jadi keriput kayak nenek-nenek. Oya satu lagi, kamu memang nggak cocok jadi Hinata, tapi lebih cocok jadi Ton-ton. Cocok banget. Wkwkwkwk” Pian tertawa terbahak-bahak. Nadia jadi beneran naik darah, gimana nggak mau naik darah di bilang babi. Ton-ton itu adalah babi peliharaan Suszune, asistennya Tsunade. “Bener-bener kamu ya Pian, kurang ajar banget. Dasar Akamaru, Gamabunta jelek,” balas Nadia geram. Akamaru itu anjing peliharaanya Kiba, sementara Gamabunta itu adalah katak yang menjadi guru Naruto yang dimiliki oleh Jiraya. “Lebih baik Akamaru dan Gamabunta dari pada Ton-ton.” Pian membela diri, sengaja sih biar Nadia tambah kesel. Mana ada yang mau menyamakan dirinya sama binatang. Ketiga sobatnya Nadia tak bisa mengeluarkan kata-kata, mereka lebih memilih diam. Lagian kalau mereka ikut-ikutan ntar tambah berkepanjangan perdebatannya. “Dasar bego, lebih baik nggak usah semuanya. Mau-maunya menyamakan diri dengan binatang.” balas Nadia, dan kali ini Nadia udah siap dengan kepalan tangannya. Nadia mengambil ancang-ancang buat nonjok muka itu cowok super nyebelin. Tapi ketiga sahabatnya buru-buru menahan Nadia, Agri memegang lengan kanan Nadia yang sudah siap dengan kepalan tangannya, Nadia nggak bisa memberontak, secara pegangannya Agri kuat banget. Anak karate mana bisa dikalahkan, mana Agri tinggi. Nadia mencoba untuk menghajar Pian dengan tangan kirinya yang masih bebas tapi lagi-lagi tidak berhasil karena puput langsung menahan tangan kiri Nadia. Apalagi Puput mana bisa dilawan, secara Puput badannya tinggi besar. Sementara Desi hanya memegang bahunya Nadia dan menariknya pergi menjauh dari Pian, alhasil jilbab Nadia jadi berantakan. Nadia pun dibawa kabur oleh ketiga sahabatnya. “Daaah Ton-ton.” ledek Pian seraya melambaikan tangan kanannya. Nadia jadi tambah jengkel melihatnya, tampak aura kebencian terlihat dari wajah cantiknya itu. Dulu di kelas satu Nadia dan Pian sekelas. Hubungan mereka lumayan baik, tidak seperti sekarang yang tiap hari ribut. Keributan itu berawal dari satu masalah yang membuat hubungan mereka menjadi renggang, teman-teman sekelas mereka sering mengolok-olok mereka, menjodohkan mereka, dan Nadia tidak suka itu. Sejak saat itu Nadia jarang bahkan tidak pernah negur Pian lagi, dan entah kenapa Pian malah jadi sering cari masalah sama Nadia. Sampai akhirnya kenaikan kelas pun tiba, Nadia berharap tidak sekelas lagi sama Pian, tapi ternyata harapan Nadia tidak terkabul karena mereka sekelas lagi. Jodoh kali ya? Hehehe. Tidak sampai di situ saja, di kelas dua malah tambah heboh. Pian tambah cari gara-gara dan gosip-gosip aneh juga mulai menyebar di kelas barunya itu dan di teman-teman baru mereka. Di setiap kelas terdiri dari gabungan anak-anak dari kelas lain sesuai dengan jurusan yang mereka pilih. “Nadia, Nadia, kamu itu ya nggak ada bosan-bosannya berantem sama Pian? Kayak anak kecil aja, mana nggak ada yang mau ngalah lagi?” kata Desi saat mereka sudah berada di dalam kelas, ditempat duduk mereka masing-masing. “Tau ini anak, udah kayak anjing ama kucing aja. Lama-lama kalian ntar jadi Romeo and Juliet deh” tambah Puput, Agri hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda setuju. “Biarin aja, dia yang mulai duluan cari masalah sama aku. Dasar cowok nyebelin, aku tonjok baru tau rasa dia. Kalian bertiga juga, ngapain pakai acara bawa aku lari segala? Aku kan mau menghajar itu anak sialan, seenaknya dia bilang aku Ton-ton. Kurang ajar banget nyamain aku sama babi,” protes Nadia masih dengan kepalan tangannya. Ketiga sahabatnya hanya bisa senyam-senyum. “Sabar Buuuuu!” kata Agri “Gimana mau sabar kalau itu cowok monster nggak ada bosan-bosannya nyari gara-gara. Aku juga punya bates kesabaran!” ucap Nadia kesal. “Walaupun monster, tapi dia manis kok!” bela Agri dengan gaya centilnya. “Gula kale manis? Orang pahit gitu dibilang manis,” sergah Nadia cepat, ”hitam kayak kopi gitu dibilang manis, kayak kamu pernah cicipi dia aja makanya kamu bilang dia m**i?” lanjutnya Nadia. “Ngapain juga cicipi orang? Kayak makanan aja di icip-icip!” bantah Agri. “Nadia, Nadia kamu itu ya emang benar-benar ngeselin deh jadi orang. Kamu itu seneng banget yang namanya memperpanjang pembicaraan, padahal kamu udah tau maksudnya. Dasar, pantesan aja kamu kelahi terus sama Pian. Kamu juga sama aja ngeselin nya kayak dia!” tambah Puput. “Bener tuh, nggak cuma Pian yang suka nyari gara-gara tapi dia juga tuh. Jadi males tau nggak lama-lama ngomong sama kamu Nad!” saut Desi menimpali “Aku kan nyari gara-gara karena balas dendam, bukannya disengaja. Jangan gitu dong. Ya deh aku janji nggak akan memperpanjang pembicaraan kalau sama kalian,” Nadia membela diri “Oke, kami pegang janjimu.” ucap Puput. “Berarti kamu setuju kalau Pian itu manis?” tanya Desi Dan dengan terpaksa Nadia mengiyakan,”Ya sudahlah.” tapi di dalam hati Nadia bergumam, “apa manisnya itu anak, sudah katarak ni matanya anak tiga. Heran deh?” batin Nadia. Perkataan ketiga sahabatnya memang benar adanya, Pian memang manis kok. Manis banget malah, apa lagi pas dia senyum, gingsul dan lesung pipinya itu lho, bikin itu anak tambah manis. Nadia nya saja yang matanya katarak, ketutup sama selimut berlapis seribu makanya nggak bisa liat kemanisannya wajahnya Pian. Cewek-cewek di kelas saja banyak yang suka sama Pian. “Kalau kamu nggak percaya Pian itu manis, ntar sesekali kamu perhatian wajahnya Pian. Uuuuuugghh, pasti kamu bakalan terpesona ngeliat dia Nad!” ucap Puput. “What?” Nadia sedikit berteriak, kaget mendengar ucapannya Puput. “Merhatiin Pian? Oh, My God. Tambah besar kepala itu anak. Ogah, aku merhatiin dia. Lagian masih manisan and cakep mana sih dibanding ketiga kakak kembar ku?” Nadia membela diri, kasian nadia diserang habis-habisan sama ketiga sahabatnya. “Ya kakak-kakak mu lah yang menang, secara gitu Prince SMANSA.” Jawab ketiga sahabatnya yang sudah mengetahui betapa cute nya ketiga saudara kembarnya Nadia. “Baguslah kalau kalian sudah menyadari hal itu, udah bangun dong kalian dari mimpi buruknya.” sindir Nadia. “Enak aja bilang mimpi buruk, itu mah mimpi indah namanya,!” bantah Puput seraya mengusap muka Nadia dengan telapak tangannya. “Apaan sih kamu? tangan kamu itu bau tau. Jadi kotor kan mukaku.” protes Nadia. “Alah, sok kamu.” kata Puput cuek tanpa rasa bersalah. TEEET, TEET, TEEEET, TEET. Bel berbunyi empat kali menandakan waktu istirahat telah habis. Seiring berhentinya bunyi bel Pak Ayi’ sang guru fisika pun masuk kelas. Pak Ayi’ memang selalu masuk tepat waktu, makanya kalau Pak Ayi’ telat dating ke kelas, para murid sudah tau kemungkinan Pak Ayi’ nggak bisa masuk untuk mengajar. Tapi hal itu jarang terjadi, kasian deh para muridnya. Hehe, Pak Ayi’ kan termasuk salah satu guru yang rajin masuk mengajar walaupun saat kondisinya sedang sakit. Selama sakitnya masih sakit ringan. “Apa lihat-lihat?” tanya Nadia dengan galaknya saat Pian lewat di sampingnya yang melirik dia, suara Nadia tetap pelan, takut ketauan sama Pak Ayi’. Padahal tadi dia yang merhatiin Pian duluan saat Pian memasuki kelas. “Ini anak emang manis, tapi sayang hatinya tak semanis wajahnya. Nyebelin!” Batin Nadia. “Yee PD nya, siapa juga yang ngeliatin kamu. Emangnya isi kelas ini cuma kamu sendiri apa?” bantah Pian, seraya menjulurkan lidahnya ke arah muka Nadia. Nadia pun membalasnya. Tempat duduk mereka berdampingan. Tempat duduk Pian ada di sebelah kiri tempat duduk Nadia, berhimpitan dengan tembok dan berada di depan meja guru, di barisan kedua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD