Berangkat Ke Sekolah Bersama

1937 Words
“Dhika tunggu!!! Dhika jangan tinggalin aku!” panggil Nadia berulang kali Dhika terus saja berlalu pergi sampai akhirnya sosok itu pun menghilang dari pandangan Nadia. Nadia mencoba mengejarnya dengan nafas yang sudah mulai tak beraturan, sampai akhirnya dia merasa nafasnya tertahan, bibirnya seakan terkunci tidak bisa mengeluarkan suaranya, Nadia pun menyerah menghentikan langkahnya, seraya membungkukkan badannya dengan lemah, kedua tangannya bertumpu di kedua lututnya. Nadia mencoba mengatur nafasnya kembali. Pandangannya terus menatap ke bawah melihat butiran butiran pasir yang berkilau terkena cahaya, entah cahaya apa itu, cahaya yang terang dan menghangatkan, cahaya itu bisa membuat kebimbangan dan kegelisahan Nadia terasa hilang seketika, dengan sekejap pikirannya akan Dhika juga hilang, tampak putih di sekelilingnya, Nadia memejamkan matanya sejenak merasakan kedamaian. Saat dia membuka mata, sepasang kaki seseorang sudah berdiri di hadapannya begitu saja. Sosok seseorang yang berbaju putih bersih kini berdiri di hadapannya, dan ternyata sosok inilah yang membawa cahaya kedamaian itu. Dengan perlahan Nadia mengangkat tubuhnya. “Pian.” desisnya. TOK,TOK,TOK “NADIAAAAA BANGUN, SAMPAI KAPAN KAMU MAU TIDUR, UDAH SIANG NIH, NADIAAAA BANGUUUNNN!!!!” teriak suara Fahri dari balik pintu kamar Nadia, seraya terus mengetuk pintu kamar dengan kerasya sudah seperti suara gemuruh genderang. Mendengar suara yang berisik, Nadia terbangun, matanya terbuka perlahan. Ia bangkit dari tidurnya, dengan langkah gontai Nadia berjalan mendekati pintu dan membukanya. “Apa-apaan sih kakak ini teriak-teriak, kayak orang lagi takbiran saja.” kata Nadia seraya mengucek kedua matanya. “Ya ampun, gimana kakak nggak mau takbiran jam segini kamu belum bangun, habis begadang ya semalem, keasikan ngobrol sama tetangga baru sampai kesiangan bangunnya, cepetan mandi sana, nanti kamu terlambat.” “Apaan sih kakak, ngomongnya aneh-aneh aja, siapa juga yang begadang gara-gara ngobrol sama itu tetangga baru, tenang aja Nadia sudah shalat kok tadi tapi tidur lagi,” kata Nadia membela diri seraya menggaruk kepalanya. “Udah nggak usah pakai acara garuk kepala, nggak pakai ngomong lagi, sekarang cepetan kamu pergi mandi dan bersiap-siap!” kata Fahri seraya membalikkan badan Nadia dan mendorongnya ke dalam kamar mandi. “Kakak ini kenapa jak, pakai acara dorong Nadia ke kamar mandi segala, emangnya sekarang jam berapa sih,?” tanya Nadia yang masih dalam keadaan setengah sadar. “Udah jam tujuh kurang lima belas menit, makanya cepetan mandi sana,!” “Astaga sudah mau jam tujuh, kenapa nggak bilang dari tadi sih kak? Bisa telat kalau kayak gini,” kata Nadia panik, spontan Nadia melesat dengan cepat mengambil handuk yang ada digantung di samping pintu kamar mandi, lalu memasuki kamar mandi. “Emh, sesuai dengan pikiranku, semua berjalan lancar, semoga lancar sampai rencana terakhir” desis Fahri sambil tersenyum licik. Senyuman licik karena rencana yang telah disusun bersama Prince SMANSA dan juga sahabat ceweknya mulai menunjukkan keberhasilan, sekarang tinggal menjalankan rencana selanjutnya. “Sudah mau berangkat Nad?” tanya Fahri saat menemui Nadia di dapur yang sudah lengkap dengan seragam sekolahnya. “Ya kak, ya udah kak Nadia mau berangkat dulu ntar telat lagi,” kata Nadia seraya bergegas menuju garasi dan Fahri mengikutinya di belakang. “Nggak sarapan dulu Nad?” tanya Fahri pura-pura basa-basi, padahal dia udah tau Nadia nggak akan sarapan secara waktunya udah mepet banget, tinggal 30 menit lagi. “Nggak kak, ntar aja sarapannya di sekolah,” kata Nadia seraya menaiki motornya. “Untung hari ini bukan hari senin” batin Nadia. “Oh, ya udah, hati-hati aja ya.” pesan Fahri, Nadia menyalakan motornya, memasukkan gigi, dan menarik gas perlahan, motornya berjalan tapi ada yang beda dari motor Nadia. “Semakin aneh saja rasanya ini motor, kenapa goyang-goyang, ada yang nggak beres nih??” batin Nadia. “Eh Nad, tunggu dulu! Ban motormu kempes tuh.” kata Fahri tiba-tiba, Fahri memulai aktingnya. “Tuh kan bener firasat Nadia, pantesan aja aneh rasanya. Ini motor pakai acara kempes segala lagi, mana waktunya udah mepet.” gerutu Nadia seraya turun dari motornya dan memarkir motornya. “Kak gimana dong, mana Prince SMANSA udah pada berangkat, Mama dan Papa nggak ada, mobil dibawa semua. Kalo mau pompa juga udah nggak ada waktu, aduh kak Fahri tolongin dong???” kata Nadia panik, Fahri juga ikut-ikutan memasang tampang paniknya, dan diapun mencoba memberikan saran. “Kalo gitu, kamu nebeng sama Pian aja! Mumpung Pian nya belum berangkat tuh, soalnya tadi kakak liat dia masih di depan lagi lap motornya, itu saja motornya masih dipanasin. Ntar biar kakak yang panggil dia.” “Haaah, berangkat sama Pian,? Nggak mau” tolak Nadia mentah-mentah. “Dari pada kamu nggak bisa nyampe sekolahan. Udahlah Nad, buang rasa gengsi dan benci mu itu! Sesekali nggak apa-apa kan kalo kalian terlihat akur? Lagian situasinya kepepet kan?? Ayok udah cepetan keluar!! Mumpung Pian nya belum jalan.” kata Fahri, tapi Nadia masih terdiam sambil menatap wajah Fahri, dia masih nggak yakin dengan usulannya Fahri. “Udah deh, nggak usah pakai acara mikir-mikir segala!!! Kelamaan tau, keburu Pian nya pergi ntar.” kata Fahri lagi seraya menarik tangan Nadia dan membawanya keluar. Nadia akhirnya mengikuti sarannya Fahri. Terlihat Pian sudah menaiki motornya, dan dia pun sudah tancap gas, tapi Fahri buru-buru teriak menghentikannya sebelum dia keluar dari gerbang. “PIAN, tunggu dulu! Nadia mau nebeng ke sekolah, berangkat sama kamu.” teriak Fahri “Ya sudah, cepetan!! Ntar kita telat lagi.” kata Pian menoleh ke belakang. Pian berhenti tepat di pintu gerbang. Nadia dengan cepat berlari ke depan gerbang dan naik ke atas motornya Pian. motornya Pian tinggi sekali sama seperti motor ketiga kakaknya, mana Nadia pakai rok jadinya harus duduk . Alhasil dia pun nempel di punggung Pian, tapi kedua tangannya digunakan untuk menahan badannya agar tidak terlalu nempel sama Pian. Kedua tangannya diletakkan di tengah jadi tumpuan, sakit sih karena bertumpu pada jok motor. “Kenapa tadi nggak kamu aja yang ngomong langsung mau nebeng? Kenapa suruh kak Fahri yang ngomong?” tanya Pian ketika mereka sudah mulai jalan. “Aku nggak ada niat buat nebeng sama kamu, kak Fahri yang nyuruh, jadi emang dia yang harus ngomong sama kamu. Coba aja ban motor aku nggak kempes, nggak bakalan aku mau terima usulan kak Fahri buat nebeng sama kamu. Sial banget sih aku hari ini.” protes Nadia. “Oh.” Pian cuma ber-Oh, ”Pegangan yang kuat, aku mau ngebut biar kita bisa nyampe sekolah saat gerbang belum ditutup!!” lanjutnya lagi “Ogah.” tolak Nadia. “Ya sudah kalau kamu nggak mau, jangan salahkan aku kalo kamu jatuh!!” pesan Pian, dan dia pun menaikkan kecepatan motornya. Hampir saja Nadia mau jatuh, untung dia cepat meluk pinggang Pian. Pian tersenyum di balik helem nya melihat tangan Nadia yang melingkar di pinggangnya, dan dengan cepat pandangannya kembali terfokus ke jalanan. Sementara Nadia cuma bisa menggerutu dalam hati seraya menampakkan wajah kesalnya. “Sialan ini anak, cari kesempatan dalam kesempitan aja. Huh geregetan aku jadinya pengen tonjok ini anak. Ya Allah, amit-amit deh aku dibonceng lagi sama anak ini. Kenapa sih anak-anak cowok ini pada suka bawa motor yang besar dan tinggi, apa bagusnya coba? Ntar pulang dari sekolah aku mau berendam bila perlu sampai dua jam biar nakjisnya ilang.” Gerutu Nadia dalam hati. ***** “Assalamualaikum,” ucap Nadia seraya memasuki ruang tengah. “Waalaikumsalam, udah pulang Bu’? Gimana acara sama Piannya?” ledek Fahri yang lagi asyik nonton film Tom and Jarry di ruang keluarga seraya tertawa ketika melihat Jarry yang lagi dikejar-kejar sama Tom. “Acara dari Hongkong?? Udah cukup sekali ini aja aku boncengan sama itu anak. Nyebelin banget Kak, mana anak-anak pada heboh lagi tadi gara-gara mereka lihat kita boncengan” kata Nadia dengan wajah kesalnya seraya menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. “Ya baguslah,!” kata Fahri seraya terus menatap layar televisi sambil tertawa melihat kartun yang ditontonnya. “Bagus apanya,? Kak ini aneh-aneh aja kalo ngomong!” kata Nadia cemberut. “Coba liat tuh!! Tom sama Jerry aja bisa akur, bisa sahabatan, kenapa kalian nggak bisa??? Perdamaian itu indah Nad, indah banget. Dari pada kalian musuhan terus lebih baik kalian temenan!! Apa lagi bisa sampe sahabatan atau pacaran mungkin?? Kan bagus banget tuh.” kata Fahri bijak. “Tambah ngaco ngomongnya??” kata Nadia,”yeah, tapi kalau aku ama Pian itu beda, kita nggak akan bisa jadi temen, sahabat, apa lagi pacar, hadoooh nggak akan deh.” Lanjutnya lagi. “Nadia, Nadia, nggak ada kata nggak bisa. Makanya ubah cara pikir kamu itu, coba sedikit saja buka diri buat nerima Pian!! Kakak yakin itu pasti bisa berubah dan akan jauh jadi lebih menyenangkan. Pian aja buat bersikap baek ama kamu, kenapa kamu nggak bisa?” “Ooh ya?? Baek apanya kalau kayak gitu caranya? Nyari kesempatan dalam kesempitan aja bisanya. Udahlah kak, jangan paksa Nadia buat ngelakuin hal yang sangat nggak Nadia suka! Ya udah, Nadia mau mandi sekalian ganti baju. Thaaaaa.” kata Nadia mengakhiri percakapannya dengan Fahri seraya beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Fahri. ***** “Hai, kok datangnya telat?” sapa Pian yang sudah berdiri dari setangah jam yang lalu di depan pintu gerbang taman seraya mengelus rambut Nadhi yang digendongnya untuk menyambut Nadia. Sontak Nadia kaget melihatnya. “Hah, Pian?. Ngapain lagi kamu di sini? Kamu budek ya, kan udah aku bilang, jangan pernah ke sini lagi, dan jangan pernah gendong Nadhi lagi!” kata Nadia kasar seraya berusaha merebut Nadhi dari Pian, tapi nggak bisa karena Pian cepat menghindar. “Kamu itu ya, dateng-dateng main marah-marah. Ditanya baek-baek malah kasar jawabnya. Apa salah ya Nad, kalo aku itu baek sama kamu? Udah nggak ada terimakasihnya, malah balasannya kasar lagi??” kata Pian berusaha tetap lembut. “Denger ya Pian aku nggak akan pernah butuh dibaikin sama kamu.” bentak Nadia. “Nadia, Nadia, ya terserah kamu mau bersikap kayak gimana ama aku. Tapi asal kamu tau aja, aku tu sayang sama kamu.” kata Pain jujur, keren ni anak bisa langsung mengutarakan perasaannya. Nadia melotot karena kaget. “Apa kamu bilang?” tanya Nadia tak percaya. “Aku sayang sama kamu, dari dulu aku itu udah sayang sama kamu. Tapi kamu nggak pernah ngerti perasaan aku. Kamu terus aja nyakitin aku dengan cerita bohong mu tentang Dhika. Memang kamu nggak bermaksud nyakitin aku, tapi tanpa disengaja kamu udah nyakitin aku. Makanya aku sering cari gara-gara ama kamu, buat kamu kesel dan marah cuma untuk dapet perhatian dari kamu. Dan sekarang aku udah tau kalau ternyata Dhika itu nggak ada, dia hanya kenangan masa lalu kamu, dan hanya ada di khayalan kamu.” “Dengar ya Pian, kamu nggak berhak ngomong gitu sama aku. Dan asal kamu tau aja Dhika itu masih ada, dan dia bukan sekedar khayalan aja tapi dia itu nyata, dan jangan pernah lagi cari masala sama aku buat dapet perhatianku!!! Karena aku nggak akan bisa menjadi milikmu.” “Oya, lihat aja suatu saat nanti kamu pasti bisa aku miliki!! Dan kamu akan menyadari suatu hal.” kata Pian seraya pergi meninggalkan Nadia yang berdiri di hadapannya. Nadia masih terdiam dengan wajah bingung dan rasa herannya mendengar ucapan Pian tadi. Setelah lama terdiam akhirnya dia sadar juga ketika mendengar suara kucing mengeong dari kejauhan, dia ingat kalau Nadhi dibawa sama Pian, dia pun berbalik arah dan memanggil Pian seraya menyusulnya. “Pian tunggu! Kembalikan Nadhi ku!” Nadia coba menghentikan Pian tapi Pian tak menghiraukan panggilan Nadia. Nadia akhirnya membiarkan kucing kesayangannya itu dibawa pergi. Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benak Nadia. Pikirannya mulai kacau, dia terus berteriak dalam hati. “Kenapa, kenapa semuanya terjadi sama aku?? Kenapa sifat dan sikapnya Pian sama dengan Dhika, AAAAAA, sekarang semuanya udah nggak bisa aku hindarin lagi, nggak bisa aku bantah lagi, semua yang ada di Dhika itu ada pada dirinya Pian.” teriak Nadia dalam hati
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD