Jesika pun ingin meminumnya, tapi tiba - tiba sebuah suara deheman seseorang menghentikan Jesika untuk meminumnya. Membuat Sanskar dan Jesika segera menoleh menatap ke arah pintu gudang berada.
"No----na Melodi," Panggil Jesika, saat dirinya menatap sosok Melodi yang tengah berdiri dengan santainya di daun pintu.
"Nona Melodi," Sapa Sanskar yang harus menahan emosi." Sial, kenapa Nona Melodi pakai acara muncul segala sih. Shiitt." Batin Sanskar mengumpat di dalam hati.
"Sebaiknya kau pulang lah Sanskar? Kenapa kau masih di sini malam - malam begini. jam kerjamu kan sudah habis," Melodi berjalan menghampiri keduanya." Dan kau pulanglah. Hari sudah malam." Tambah Melodi saat menatap datar pada sosok Jesika.
"Tapi Nona, kata pak Ando...."
"Urusan kakakku. Biar aku yang urus dan kau pulanglah," Melodi kembali menatap Sanskar dengan tatapan tidak sukanya.
"Baik Nona. Ta---pi Jesika bagaimana Nona?" Tanya Sanskar yang sebenarnya ingin tetap berada disini.
"Urusan dia, biar aku yang urus. Pergilah,! Usir Melodi secara halus," Dan kau, bereskan barang - barangmu aku akan mengantarmu pulang karena hari sudah malam. Tidak baik seorang gadis sendirian diluar karena pria mata keranjang ada dimana - mana," Kata Melodi sesekali menatap Sanskar dengan sindiranya.
Membuat Sanskar berjalan pergi dengan berbagai umpatan yang pria itu lontarkan.
Jesika pada akhirnya mengikuti Melodi yang berjalan terlebih dahulu.
"No---nona i---itu terlihat banyak para preman di sini. Ini sangat berbahaya Nona," Tunjuk Jesika pada beberapa pria yang memakai pakaian serba hitam itu.
"Tenanglah. Mereka itu anak buahku jadi kau tidak perlu takut, masuklah ke mobilku," Mata Melodi yang tengah memberi kode pada para anak buahnya.
*****
Sedangkan di kediaman Mahabarata....
Ando duduk sambil menemani Tania belajar tidak lupa Ando yang sesekali akan mengelus - gelus rambut panjang dan tebal milik Tania.
"Sayang. Ngomong - ngomong tantemu kemana? Kenapa belum juga pulang?" Tanya Ando dengan nada lembutnya." Apa, tantemu itu masih marah pada papa nak?" Tanya Ando pada putri kecilnya.
"Tania tidak tahu pah. Kata Tante, Tania tidak usah berbicara lagi pada papa. Karena papa itu sukanya marah - marah saja,! Balas Tania dengan nada ketus.
Ando yang mendengar ucapan princess kecilnya seketika tersentak kaget.
"APA? Tadi Tania bilang apa?" Tanya Ando sekali lagi." Kau tidak mau bicara pada papamu hanya karena disuruh tantemu itu?" Tanya Ando yang merasa cemburu saat melihat betapa penurutnya Tania pada adik perempuannya itu.
"Ehmm,!" Suara dehem Tania menjawab segalanya.
"Sayang, jangan tiru tingkah laku tantemu itu ya. Mending Tania tiru kelakuan papa saja, yang bisa se..!!
"Tidak mau Ah. Tania takut di bilang tiang listrik-lah, Monster-lah, es beku-lah dan kepala batu-lah," Kata Tania sambil mempraktekkan setiap ucapan Jesika dan berakhir dirinya tertawa dengan lucunya.
"Apa?" Nada Ando terdengar begitu kesal saat ini." Tania, kau berani menghina papamu ini," Tanya Ando yang tidak percaya akan semua ucapan Tania pada dirinya.
"Ha-ha-ha. Bukan Tania pah, tapi Tante Melodi yang bilang sama Tania, Papa dihina sama Tante di kantor itu katanya. Semua itu memang benar, papa itu seperti monster jika sedang marah," Balas Tania yang segera berlari pergi sebelum Ando mengamuk pada dirinya.
Ando yang mendengar semuanya pun semakin kesal. Bagaimana tidak kesal, adik dan juga putrinya ikut menghina dirinya seperti ini.
"Benar - benar kelewatan si Melodi itu, awas saja jika pulang nanti. Sudah aku berikan apa yang dia mau, ternyata dia mengajari putriku untuk tidak berbicara padaku. Awas saja nanti, Anak itu harus aku beri pelajaran," Ucap Ando saat menatap jam di tangannya
Di lain sisi, di dalam mobil sport hitam. Jesika terus saja melihat kebelakang seakan perasaannya tidak kunjung tenang.
"Nona. Sepertinya ada yang mengikuti kita, nona apa itu orang jahat yang berniat buruk pada Ki....."
"Tenanglah itu anak buahku, Mereka akan selalu menjagaku. Kemana Aku pergi mereka akan selalu mengikuti kemana perginya aku, Oh ya. Aku ingin mengatakan sesuatu, apa kau bisa mengubah sedikit cara bicaramu itu. Dari segi kau itu sangat-sa...," Melodi menghentikan ucapannya itu," Ma--ksudku, aku ingin jika kau di depan kakakku bisakah sifat ceplas ceplosmu itu di kurangi. Misalnya, saat kau ingin berbicara atau kau kaget. Kau membuat nada bicaramu sedikit pelan saja, seperti begini,
Ucapanmu yang satu halaman itu kau jadikan 1 jam,! Kata Melodi sambil melirik Jesika berharap Jesika mengerti akan maksudnya itu.
"Hah. Ba---gaimana itu bisa saya lakukan nona. Saya kalau terkejut pasti akan berkata jika si tiang listrik itu sangat tidak berguna, sangat menyebalkan, ingin sekali aku mencekiknya jika aku bisa Nona, " Jesika melihat sekilas pada Melodi yang saat ini tengah tersenyum, untuk pertama kalinya bahkan sempat melihat tawanya. Karena selama Jesika bekerja disana, belum pernah ia melihat wajah ceria dari adik atasannya itu." Ya ampun, baru kali ini aku melihat senyumannya. Kemarin - kemarin kemana saja?" Tanya Jesika entah pada siapa, nada pelan Jesika membuat Melodi berhenti tersenyum sambil kembali dengan wajah datarnya," Nona caranya bagaimana? Bisakah Nona mengajarkan saya bagaimana caranya?" Tanya Jesika yang berniat untuk merubah sikapnya.
Melodi tersenyum puas saat melihat betapa antusiasnya jesika untuk berubah. Jujur, Melodi senang karena Jesika berniat untuk berubah.
"Begini caranya. Setiap kau berbicara anggap saja setiap pembicaraanmu selalu ada kata koma. Begini," Jelas Melodi sambil memulai mempraktekkannya di depan Jesika yang tergagap. Karena dirinya di minta jika berbicara kalau bisa di setiap kata harus ada koma. Betapa tersiksanya jika itu dilakukan oleh sosok Jesika.
"Begini. Pak, Ando, butuh, apa?" Ujar Melodi sambil berucap di setiap kata tersirat koma di dalamnya.
"Masa saya harus begitu Nona. kelamaan dong, saya kan maunya cepat biar pak Ando tidak akan menunggu lama," Kata Jesika yang seakan meragukan hal itu.
"Dengarkan aku. Ini hanya awalnya saja, lama kelamaan kalau kau terbiasa. Kau, akan bisa berbicara cepat. Inikan hanya ujian, anggap saja ini ujian untuk dirimu," Balas Melodi." Dan ya, aku beri tahu pada dirimu. Jangan mempercayai semua ucapan Sanskar, karena dia sebenarnya bukanlah pria yang baik kau mengerti bukan?" Tambah Melodi, sambil menghentikan mobilnya tepat di depan Apartemen milik jesika. Walau sederhana terlihat nyaman itu pendapat Melodi.
"Memangnya kenapa Nona?" Tanya Jesika ragu.
"Sudahlah. Kau tidak perlu bertanya,
Cukup ingat kata - kataku ini. Menjauhlah dari pria itu sebelum kau terkena masalah," Kata Melodi sambil memperingati Jesika.
"Baiklah Nona. Terima kasih karena Nona sudah mau mengantarkan saya pulang," Ucap jesika sambil keluar dari mobil milik adik atasannya itu.
"Sama-sama. Pelajari semua kata- kataku ini. Oke. Bye, see you.!!!!
Mobil sport hitam milik Melodi telah melaju pergi meninggalkan Jesika di depan apartemennya itu,
Jesika menatap kepergian Melodi dengan senyuman manisnya.
"Ehmm. Ternyata dia tidak terlalu seburuk yang aku kira," kata Jesika sambil masuk ke dalam apartemennya. Jesika sedang mempraktekkan cara berbicara dengan baik. Tentunya mengunakan kata koma di setiap katanya.
"Pak tiang listrik mau apa ehmm? Aduh itu jelas salah Jesika. Bukan begitu caranya jesi," Ucap jesika sambil memukul pelan jidatnya.
"Pak, maaf, Bapak, mau, minum apa?" Iya harus begini, iihh kelamaan kalau begitu," protes Jesika semakin frustasi saja.
******
Kediaman Mahabarata
Ando duduk menunggu sang adik yang tidak kunjung pulang, sejak tadi dia dengan setianya menunggu adik perempuannya itu yang tidak lain adalah MELODI.
Suara mobil menghentikan aktivitas Ando dengan benda pipih di tangannya. Ando berdiri menghampiri pintu teras, terlihat Melodi masuk dengan wajah berbinar secerah matahari pagi.
"Mel. Kemana saja kau? Sudah malam begini, kau malah baru pulang kakak itu cemas kau tahu itu." Ujar Ando.
"Aku tadi hanya jalan - jalan saja kak, tenanglah. Aku baik - baik saja,
ayo kak kita tidur hari sudah malam," Ajak Melodi sambil bersandar di bahu kokoh Ando tidak lupa gadis itu bahkan memeluk tangan berotot Ando. Hembusan nafas Ando menjawab segalanya, tadinya ia berniat memarahi Melodi tapi nyatanya, ia merasa tidak tega melakukannya.
*********
Pagi hari telah tiba, matahari mulai bersinar terang. Pagi - pagi semua orang sudah berada di perusahaan Mahabarata dan berada di ruangan mereka masing - masing, tentu dengan urusan mereka. Suara telepon berbunyi, Jesika yang sedang bersantai pun mengangkat sambungan yang terhubung dengan telepon di ruangan atasannya.
Hari ini dia bertekat untuk belajar berbicara dengan baik di depan Ando.
"Hallo, Pak, ada, pe---perlu apa bapak. Menelepon saya?" Tanya Jesika dengan setiap kata penuh dengan koma.
"Ada apa dengan suaramu? Apa kau sedang sakit tenggorokan maka-nya suaramu berubah serak begitu?" Tanya balik Ando yang sebenarnya merasa heran pada tingkat Jesika pagi ini. Ando bahkan tidak membalas semua pertanyaan Jesika pada dirinya. Jesika yang merasa kesal pada sosok Ando, karena bisa-bisanya Ando menayangkan hal diluar urusan pekerjaan. Karena dirinya sebenarnya tengah belajar berbicara dengan baik, justru Ando bertanya hal yang ia rasa tidaklah penting itu.
"Dasar tiang li.....,!!! Jesika segera menghentikan ucapannya itu.!" MA---maksud saya, saya, hanya ingin, belajar, untuk, tidak, MELAKUKAN, kesalahan, lagi, pak," Jesika sungguh terpaksa menahan bibirnya yang sebenarnya sudah siap meledak itu,
Kalau bukan karena mengingat nasehat adik atasannya itu. Jesika tidak akan mungkin mau melakukan hal konyol ini.
"Oh begitu. Baiklah,
Kau datanglah ke ruanganku segera," Kata Ando dengan nada ketusnya tidak lupa Ando memutuskan sambungan teleponnya itu.
"Sabar jesika, sabar. Anggap saja ini ujian untukmu," Jesika bertekad untuk menahan bibirnya agar tidak berbicara buruk lagi,
Jesika menghentikan langkah kakinya sambil menatap sosok Melodi yang tengah memberi dirinya sebuah senyuman tipis. Ketukan pintu dan suara dari sang pemilik ruangan yang menyuruh dirinya untuk masuk.
"permisi, Pak, apa bapak, perlu, sesuatu?" Tanya Jesika yang disetiap katanya penuh penekanan. Ando menaikkan satu alisnya, pria itu merasa aneh pada sikap Jesika yang tidak biasa itu. Pria itu bahkan tidak bisa mengontrol bibirnya untuk bertanya. Ando merasa sedikit keganjilan di hati kecilnya itu. Saat
Melihat tingkah laku Jesika yang berubah total bahkan menjadi gagap seperti itu
"Kau ini sebenarnya kenapa? Tumben - tumbenan bibirmu seperti mesin yang sedang rusak, perasaan tidak seperti kompor gas yang selalu berisik itu?" Tanya Ando yang merasa jengah sendiri.
"Apa kau bilang?" Suara jesika mulai tidak terkontrol. Jesika yang sadar akan sikapnya langsung memerankan suaranya kembali.
"Saya ini sedang be---belajar, untuk sopan, santun, pada. bapak," tambah Jesika yang gagap itu.
"Oh begitu. Siapa yang menyuruhmu untuk melakukan hal seperti itu?
Apa Sanskar?" Tanya Ando semakin penasaran, biasa sosok Ando itu cuek tapi ini sangat berbeda seakan - akan dia ingin tahu semua berubah itu.
"Bukan, Pak, Sanskar. Tapi, Nona, me...," Jesika yang baru ingin mengucapkan nama Melodi menghentikan ucapannya, karena Jesika takut Melodi akan marah pada diriya. Jika dirinya mengucapkan namanya begitu saja,!!!!
"Iya, Maksud saya, pak, Sanskar lah yang mengajarkan saya,!!! Tambah Jesika yang sedikit menambah kebohongannya.
"Oh syukurlah, jika kau sadar dengan ulahmu itu Silahkan duduk," Kata Ando yang terus menatap Jesika ada raut penasaran tercetak di wajah tampan pria itu. Karena sebenarnya Ando tidak begitu percaya jika Sanskar lah yang mengajarkan Jesika berbicara seperti itu.
"Ada apa dengan kompor gas ini? Biasanya sikapnya seperti kompor gas yang selalu merindukan tabungnya.
Tapi ini, sungguh berbeda dari biasanya. Bahkan ini hampir seratus delapan puluh derajat perubahannya." Batin Ando bertanya - tanya entah pada siapa.
Hari ini Jesika benar-benar belajar untuk sedikit cuek pada sosok Ando. Jika gadis itu tidak disuruh, Maka Jesika akan lebih memilih diam. Bahkan dia lebih memilih duduk di ruang kerjanya saja.
Meskipun lidahnya sedikit sulit, tapi Jesika berusaha sekuat tenaganya. Padahal Jesika begitu kesulitan saat menutup mulutnya sendiri.
"Ya ampun, ternyata tidak enak ya jika harus diam begini, Aku heran kepala batu ini kenapa bisa bertahan tanpa berbicara sedikit pun," Batin Jesika saat menatap sosok Ando yang terlihat begitu santai itu.
"Jesika, tolong ambilkan berkasku yang berada di lemari penyimpanan," perintah Ando.
"Baik, Pak Ando," jawab Jesika yang segera menuruti perintah atasannya itu. Walau berwajah datar, tapi ketampanannya tidak pernah hilang dari wajahnya.
Lain hal dengan Ando yang tengah menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidaklah gatal. Jujur, ini semua karena sikap Jesika yang berubah seratus delapan puluh derajat itu. Tentunya dari biasanya.
"Seharusnya aku senang. Tapi kenapa aku jadi kesepian begini ya? Suaranya yang milik dengan Ta..." Jujur Ando merasa tidak suka dengan perubahan sosok Jesika saat ini, Ando yang sadar jika dia tengah memikirkan Jesika segera menghentikan ucapannya. Ando melempar pena ke bawah lantai dengan tatapan menusuk, hatinya seakan dilemparkan pada masa lalu.
Jesika yang sudah kembali dari ruangan penyimpanan pun kembali masuk sambil berjalan untuk memberikan berkas-berkas yang diminta oleh Ando. Disisi lain Ando tengah sibuk dengan pikiran yang tengah mengangguk dirinya. Sikap Jesika sungguh mengingatkan ia pada masa lalu, seseorang yang masih sangat Ando rindukan
TBC,