INSIDEN

1067 Words
Saat berada di persimpangan jalan Monza kehilangan jejak mobil hitam tersebut, yang sepertinya menghilang. Dengan kesal Monza memukul setir mobilnya dan berbalik arah menuju kembali ke Kota Tua. Saat melewati pom bensin, Monza kembali melihat sekelompok pria bergerombol. Mereka menatap curiga ke arah mobil Monza. Monza menurunkan kaca mobilnya dan memelankan laju mobil, Meski jantungnya berdetak kencang, instingnya sebagai seorang detektif mengatakan ada yang salah dengan kumpulan pria tersebut. Satu tangan Monza memegang setir kemudi dengan erat, sementara satu tangan lagi menggenggam pistolnya. Melalui kaca spion Monza memperhatikan pergerakan sekelompok pria tersebut yang masih menatap ke arah mobilnya. Menjelang malam, Monza telah samapi di markas kepolisian. Ia langsung masuk ke dalam kantor dan menemukan Miller sudah duduk di depan meja kerjanya dengan komputer yang menyala. Monza menghenyakkan pantatnya dengan kasar di atas kursi, perjalanannya tadi sungguh melelahkan dan menguras energinya. Miller menatap ke arah Monza, “Apakah kau bertemu dengan Jack Croft?” “Ya, aku bertemu dengannya dan ia tidak menyangkal bertemu dengan Karen, putrinya. Ia juga mengakui bertengkar dengan putrinya itu yang menolak untuk ikut tinggal dengannya dan memilih tinggal dengan ibunya. Reaksi Jack saat aku mengatakan kalau putrinya meninggal alami dan tidak dibuat-buat. Ia juga terlihat sangat sedih mengetahui kalau putri tunggalnya itu sudah meninggal, karena dibunuh.” Terang Monza. “Bagaimana dengan penyelidikan hari ini?” Tanya Monza balik kepada Monza. Miller mendesah kecewa, disandarkannya tubuhnya di sandaran kursi dan menoleh ke arah Monza, “Aku tidak menemukan petunjuk yang berarti. Pelaku pembunuh Karena, sama sekali tidak meninggalkan jejak dan bukti yang ada pun sedikit. Kecuali, puisi yang kita belum tahu pasti, apakah itu ditujukan untuk anggota paduan suara. Apakah itu semua sebuah ancaman terselubung ataukah hanya sekedar puisi saja.” “Dari ahli sketsa wajah memperkirakan pelaku berkulit putih dengan kemampuan menggunakan tangan kiri dengan baik. Dia memperkirakan pelaku seorang laki-laki dengan perawakannya tinggi dan badan yang berisi, tidak gemuk tidak juga kurus. Dia memberikan perkiraan sketsa wajah pelaku seperti ini.” Miller, lalu mengangsurkan selembar gambar wajah seorang laki-laki yang terlihat tampan. “Dok. Arsen yang melakukan otopsi pada jasad Karen mengatakan kalau perkiraan Karen di bunuh saat tengah malam, dilihat dari jasadnya yang sudah mengalami sedikit perubahan. Dok. Arsen juga menyimpulkan pelaku memiliki pengendalian diri yang baik dan Ia orang yang tidak dikenal oleh korban.” Tambah Miller. “Sial, ini benar-benar membingungkan. Perkiraan ahli sketsa sedikit mirip dengan sosok ayah Karen. Mungkin, kita perlu melakukan pengawasan kepada Jack. Besok lusa akan diadakan acara pemakaman Karen, kita akan melihat siapa saja yang datang dan mengamati setiap gerak gerik mereka.” Tutur Monza. Monza berdiri dari duduknya, “Aku mau pulang, badanku sangat lelah, setelah seharian melakukan perjalanan. Kurasa kita berdua juga perlu melakukan kunjungan lagi ke peternakan Jack. Ada sesuatu yang mencurigakan di kota tersebut.” Terang Monza, “Kau ingat dengan mobil hitam yang membuntuti kita beberapa hari yang lalu, saat aku mengunjungi peternakan Jack, mobil itu kembali membuntutiku dan pria itu menembakkan senapan ke arahku. Aku sudah mengambil selongsong pelurunya. Aku akan mampir ke bagian forensik untuk meminta kepada mereka meneliti selongsong peluru ini.” Monza mengenakan jaket denim miliknya dan berjalan ke luar menuju ke bagian forensik. Sementara Miller tetap duduk di tempatnya, Ia masih berusaha menganalisa sketsa wajah yang diberikan tim ahli sketsa mereka dan mencoba mencocokkan nya dengan wajah Jack Croft. Miller menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kembali dilihatnya bait puisi yang di catatnya dari cermin di kamar Karen. satu demi satu kata coba dipahaminya. Puisi ini, seperti ditujukan untuk semua anggota paduan suara. Tetapi di sini juga tersirat untuk orang yang populer. Apakah pelaku memiliki kebencian kepada karen, karena ia termasuk gadis yang populer di sekolahnya. Miller mematikan komputernya, kemudian diregangkan tubuhnya lalu bangkit berdiri, sambil mengenakan jaket kulit miliknya yang tadi tersampir di kursi. Miller berjalan menuju ke luar dan menyusul Monza yang sedang berada di ruang forensik. Sesampai di ruang forensik, Miller melihat Monza yang tengah berdiskusi dengan petugas forensik. “Apakah kau lembur Dan?” Tanya Miller kepada petugas forensik yang bernama Dan. “Sebentar lagi, aku juga akan pulang, setelah selesai memeriksa selongsong peluru yang di bawa oleh Monza.” Miller kemudian duduk di samping Monza dan mendengarkan penjelasan dari Dan, petugas bagian forensik. Dan memberikan nomor seri dari peluru yang diarahkan kepada Monza dan setelah dilacaknya, peluru itu berasal dari senapan laras panjang, yang terdaftar atas nama Rocky Petterson. Dan, kabar buruknya untuk kalian semua, Rocky sudah melaporkan kehilangan senapan miliknya sejak dua bulan yang lalu.” “s**t!” Umpat Monza dan Miller berbarengan, kembali mereka menemukan jalan buntu. Apa kah ada hubungannya antara pemilik mobil Ford dengan warna hitam yang terlihat mencurigakan dan beberapa kali mencoba mencelakai salah seorang diantara mereka dengan peristiwa terbunuhnya Karen. Monza dan Miller mengucapkan terima kasih, kepada Dan. Lalu mereka beranjak ke luar dan menuju ke mobil mereka yang terparkir di halaman markas kepolisian Kota Tua. Mereka di sambut dengan segarnya udara malam, saat keduanya berjalan menuju ke mobil masing-masing, Monza dan Miller saling berpandangan. Insting mereka yang terlatih dalam mengindera adanya bahaya berbunyi memberikan peringatan. Monza dan Miller saling menatap dan memberikan kode, keduanya menggenggam senjata mereka dari balik jaket yang mereka kenakan. Monza dan Miller mempercepat langkah mereka, mereka berada di areal terbuka yang memudahkan siapa saja yang berniat mencelakakan mereka untuk menyerang. Miller melihat ada bayangan senapan yang diarahkan kepada mereka melalui pantulan kaca spion mobil yang ada di depan keduanya. Dengan setengah berlari Monza dan Miller berlindung di balik badan mobil dari tembakkan yang dilesatkan ke arah mereka. Monza dan Miller, hampir saja terlambat melihat adanya bahaya yang mengancam keselamatan mereka berdua. Namun, untungnya mereka memiliki kemampuan untuk menghindar dan gerak refleks yang baik, sehingga bisa terhindar dari bahaya yang dapat mengancam keselamatan nyawa mereka berdua. Miller memberi kode, kalau Ia akan berjalan memutar untuk melacak keberadaan penembak mereka, yang bersembunyi di balik pepohonan pinus yang berjejer rapi di halaman kantor kepolisian. Sementara Miller berjalan menuju ke arah rimbunan pepohonan pinus, Moza melesatkan pelurunya ke arah sumber tembakan. Beberapa orang polisi yang mendengar nadanya suara tembakan bergegas ke luar dan memberikan bantuan. Namun, karena kecerobohan salah seorang polisi muda yang tidak menyadari bahaya dengan langsung berjalan ke luar tanpa memperhitungkan besarnya bahaya yang mengintai. Hingga akhirnya ia jatuh tertembak dan roboh seketika. Robohnya rekan mereka membuat Monza, Miller dan beberapa aparat kepolisian yang ada menjadi sangat marah dan bersemangat untuk segera menangkap hidup atau mati penembak rekan mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD