Chapter 1 Keputusan

1108 Words
Namaku Sabrina Stele. Aku putri satu-satunya pebisnis terkenal kedua se Asia. Anthony Stele dan Amalia Herlambang. Orang bilang kalau aku itu cantik dengan warna rambut brunnete dan mata biru tampak sangat mempesona ditunjang dengan body ku yang sexy...membuatku jadi primadona dikampus. Aku kuliah di Sydney University. Jurusan Bisnis.  Aku memang selalu jadi pusat perhatian, mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa melarang mereka memperhatikanku kan? Banyak yang mencoba mendekatiku tapi sampai sekarang aku masih jomblo. Bukan karena tidak laku tapi belum menemukan yang pas saja. "Hi Bri ... Sabrina ... Hosh ... Hosh ... Ya ampun gue panggil juga enggak berhenti juga ... cepet banget si lo jalannya," teriak seseorang dari arah belakangku, dan aku sangat hafal dengan suara khasnya. Ya, dia berasal dari Indonesia juga sama sepertiku. Siapa lagi kalo bukan Amy Kurniawan sohibku dari zaman masih SMA sampai sekarang ketahuan dari suara cemprengnya. Aku sudah hafal luar dalam sahabatku satu ini. Sejak kami berteman dia selalu menempel padaku. "Apaan si Amy  yang cantik, gak usah teriak juga kali ... bisa budek gue denger suara lo yang kayak toak masjid," sahutku sambil mengusap telinga yang berdenging karena sohibku itu. Kebiasaannya yang sudah mendarah daging, Ucapanku hanya di balas cengiran oleh Amy...emang dasar anak itu. "He ... he ... sorry ... habis lo gue panggil diem aja ... But The Way ngapain sih kok lo kayak melamun gitu sih, gue panggil sampai gak denger," jawab Amy yang ngerasa ada yang salah sama Best friendnya itu. Dari jauh dia tadi sudah memperhatikan Sabrina yang berjalan sambil bengong, hal yang tidak biasa bagi seorang Sabrina yang aktif dan ceria. Dia mengenal Sabrina sejak mereka SMA dan memutuskan ikut dia kuliah disini, karena itu juga mimpi mereka berdua. Amy sangat nyaman berteman dengan Sabrina. Sabrina sudah banyak membantunya. "Iya nih ... gue kayaknya mau pindah kampus deh ... mau balik ke Indonesia gue," sahutku pelan. Aku merasa badmood sedari tadi. Aku yakin wajahku terlihat sendu karena memang ada yang mengganggu pikiranku. Amy menatapku tak percaya. Matanya sampai membelalak lucu. Pasalnya mata Amy itu sipit, jadi kalau melotot seperti itu kesannya lucu. Dia pasti merasa disorientasi. Di kepala cantiknya pasti banyak pertanyaan buatku. Mau pindah kampus? Ke Indonesia? Nggak salah? Pasti begitu. "Kok bisa? Ada apa? Emang lo ada masalah sama siapa? Perasaan kemarin gak ada yang aneh deh disini ... Atau ada yang gue gak tahu ya?" cerocos Amy dengan mimik penuh tanda tanya. Tuh benar kan? "Ya ampun lo nanya satu-satu dong bingung gue jawabnya," jawabku yang kewalahan dengan pertanyaannya yang panjang kayak gerbong kereta api kelas ekonomi. Abaikan. "Maaf Bri, habisnya gue bingung aja lo kok tiba-tiba pingin pindah kampus, setahu gue lo udah nyaman banget kuliah disini pasti lo punya alasan kuat ya kan?" tanyanya menatapku penuh selidik. Dia memang sangat mengenalku dengan baik. Begitupun sebaliknya. Kami biasa berbagi rahasia. "Lo emang teman gue banget ya, Lo kenal ama sepupu gue Merry kan?" tanyaku mulai bercerita awal kegundahanku dan alasanku untuk memilih pindah kuliah. Padahal dia sangat tahu kalau kuliah disini adalah mimpiku. Mimpi kami tepatnya. Tapi karena alasan kematian sepupuku membuatku memantapkan hati untuk pindah kampus. Keputusan yang sudah kuperhitungkan beberapa hari ini. Aku bukanlah gadis yang suka mengambil keputusan dengan ceroboh. Aku sudah berpikir baik buruknya keputusanku ini. "Ya gue emang pernah lo kenalin kan waktu itu ... terus apa hubungannya sama keputusan lo yang mau pindah kampus?" tanya Amy dengan mimik bingungnya. Dia pasti berpikir  ‘apa hubungannya sepupu Sabrina sama keinginan Sabrina yang mau pindah kampus?’ Ah aku sangat mengenalnya, sampai bisa tahu apa yang dipikirkannya. "Merry meninggal sebulan yang lalu, dan gue yakin ada yang aneh sama kematian Merry ... mereka bilang Merry meninggal karena bunuh diri dari bukti yang ditemukan di TKP tapi gue yakin Merry bukan orang yang kayak gitu ... dia enggak mungkin bisa atau kepikiran bunuh dirinya sendiri,  gue yakin itu. So gue mau pindah ke kampus Merry buat menyelidiki apa sebenarnya yang terjadi, lagian gue pernah ditawari beasiswa di kampus itu,” kataku tanpa bermaksud pamer ya bukannya sombong, aku tuh emang termasuk mahasiswa yang cerdas makanya banyak yang terpesona denganku karena selain cantik dan sexy aku juga cerdas, boleh dong muji diri sendiri. Tapi ini kenyataannya lo reader. Sumpah deh...tapi sayangnya masih jomblo karena sampai sekarang belum ada cowok yang bisa bikin aku jatuh cinta, bukannya selama ini tidak ada yang PDKT  ya jangan salah. Banyak malah tapi entahlah cupid belum menembakkan panah asmara padaku. Sampai sekarang hanya sosok itu yang menempati seluruh hatiku. Sosok dari masa lakuku. Jo ku. My amor. "Terus rencana lo gimana," sahut Amy. "Eh entar gue sendirian dong kalo lo pindah ... gimana kalo gue ikut pindah aja," tanyanya lagi. Ck tuh anak kalo ngomong sukanya borongan. Nggak ngerti deh. Bawaan orok kayaknya. Tapi apa katanya tadi? Aku memandangnya tak percaya. Dia mau mengorbankan kuliahnya demi aku? "Gue enggak mau ya kalo lo mengorbankan cita-cita lo demi bantuin gue,” kataku merasa tidak enak jika dia harus mengorbankan masa depannya demi menemaniku pindah. Tidak! Biar Cuma aku saja yang berkorban. Dia hanya menggeleng tegas, aku hanya terkekeh dengan tingkah konyolnya. Dia memang enggak cocok bersikap sok tegas begitu, dia lantas cemberut karena aku menertawakannya. "Eh lo belum jawab tadi, apa rencana lo memangnya?" tanyanya kini dengan gaya sok seriusnya, walau ekspresinya terlihat konyol tapi aku tidak berani menertawakannya karena sudah pasti nantinya dia akan ngambek. "Nanti lo juga pasti tahu ... Gue juga pasti senang kalo lo juga pindah ... ntar gue ... minta papa mengatur urusan kita ... lo terima beres aja ... tapi lo kudu ikut semua aturan gue ya ... awas aja kalo enggak lo gak usah ikut pindah ... Deal?” sahutku senang itu artinya aku balik ke Indonesia tidak sendirian ya walau aku juga punya teman banyak di sana tapi mesti menghubungi lagi...belum lagi mereka juga pasti juga udah pada sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ribet. " Deal!!"jawab Amy semangat, aku terkekeh dengan semangat membaranya itu. Aku lega satu masalahku ternyata bisa berakhir dengan baik. Ya, seharian kemarin aku masih galau. Bingung bagaimana menyampaikan ke Amy tentang keputusanku itu. Eh dianya malah memilih ikut. "Sipp," ujarku senang. "Sipp," sahutnya tak kalah heboh. Kami tertawa bersama tidak menghiraukan tatapan bingung para mahasiswa yang melihat interaksi kami berdua. Kami membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan rencana kepindahan kami. Dia begitu bersemangat. Aku tidak menyangka reaksinya akan seperti ini. Aku sempat berpikir dia akan marah dan berhenti menjadi temanku. Ah, aku berpikir terlalu jauh. Aku mendesah lega, setidaknya satu masalah terselesaikan dengan baik. Aku hanya perlu memikirkan langkah apa yang akan kuambil nantinya. Pikiranku di penuhi banyak rencana. Merry, aku akan membersihkan namamu. Aku juga akan menangkap siapa pelakunya. Apa sebenarnya yang terjadi Merry?  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD