4. Jailangkung

1061 Words
Guna-guna yang menimpa Yaksa telah tiada. Semua berkat Nainira yang rajin berdzikir. Nainira juga mewanti-wanti Yaksa untuk tidak lagi mengusik mahluk lain. Tapi, dasarnya Yaksa yang bandel, dia seolah tak pernah kapok. Yaksa terus-terusan mencari informasi tentang hal-hal supranatural. Melalui jaringan internet, Yaksa membuka wikipedia tentang setan. Benar, setan adalah mahluk yang tidak bisa direalisasikan. Keberadaannya pun tidak serta merta terlihat langsung oleh mata manusia. Manusia bertemu setan, membawa kesialan. Ternyata, begitu juga dengan setan. Setan juga apes saat menampakkan diri di depan manusia. "Yaksa, kemarin aku lihat orang-orang pada ikut ritual jailangkung." ucap Andra, teman Yaksa. Saat ini Yaksa dan kelima temannya sedang ngopi sambil cari wifi. "Iya, mereka berhasil hidupin boneka jailangkungnya." timpal Egi. "Emang kalian tau mantranya?" tanya Yaksa yang mulai terpancing penasaran. "Aku sih gak tau. Tapi kayaknya di internet banyak banget deh mantra-mantra gituan." jawab Egi. "Bagaimana kalau kita coba?" usul Yaksa. "Ngeri ah, jangan deh." tolak si kembar Zidan dan Zafra. "Lah gitu aja takut. Kalau demitnya udah keluar, kita bacain aja ayat kursi. Paling ntar mereka kepanasan. " timpal Andra sok berani. "Kalau mereka minta tumbal gimana? " "Di ritual jailangkung, kayaknya ada ayam jawa nya deh. Palingan tumbalnya juga ayam. Kalau ayam jawa, aku punya. Nanti biar aku ambil di kandang.", ucap Andra. Andra sama halnya dengan Yaksa. Ngotot in mencoba jailangkung. Rupanya, anak-anak bau kencur itu sangat suka keributan. "Mana ada ayamnya. Ngawur kamu." sangkal Egi. "Jailankung itu cuma batok kelapa yang didandani seperti manusia. Gak akan minta tumbal. Palingan, kalau salah satu diantara kita berfikiran kosong, itu akan kesurupan." jelas Egi. "Mantranya yang 'jailangkung jailangkung datanglah, itu kan?" tanya Zafra. "Bukan, itu gak akan manjur. Aku nanti minta sama kakekku. Sekarang ayo kita cari mediasinya." ucap Yaksa. Yaksa ingat kalau kakeknya pernah cerita tentang jailangkung. Jailangkung adalah permainan yang dulu sering dimainkan anak-anak. Mereka pun memainkan juga hanya sekedar hiburan. Andra, Zafra dan Zidan, pergi mencari batok kelapa dan kayu. Sedangkan Egi pulang untuk mencari kaos putih yang sudah tidak dia pakai. Yaksa, saat ini tengah mengendap-endap di kamar kakeknya. Ia mencari sebuah mantra yang pernah kakeknya ceritakan, disimpan dibawah karpet. Saat menemukan mantra, lagi-lagi mantra itu menggunakan tulisan jawa pegon. Yaksa segera memotret mantra itu dan mengembalikan ke asalnya. Malam harinya, di jam yang sudah ditentukan. Mereka berkumpul di rumah Egi. Mereka bareng-bareng menuju alas atau hutan, yang kurang lebih setengah jam naik motor. Untungnya, ibu Yaksa sedang yasinan di rumah tetangga. Yaksa bisa keluar rumah dengan aman. Sampai di alas yang jauh dari pemukiman penduduk, mereka duduk melingkar. Boneka kayu mereka pegang sama-sama. "Ini kita, kayak mempermainkan roh halus apa gimana?" tanya Zidan menggigit bibirnya. Hanya Zidan dan Zafra yang takut. Yaksa, Egi dan Andra malah semangat ingin melihat, apa benar jailangkung itu ada. "Enggak. Kita cuma minta roh halus masuk ke boneka ini. Trus nanti kita kendangin, pasti joget-joget." ucap Andra dengan gelak tawanya. "Kamu pikir pilem horor. Gak ada yang kayak gitu. Kita cuma mau nyoba interaksi aja sama roh halus." ucap Egi menggeplak tangan Andra. Setelah perdebatan, hanya ada keheningan. Suara hembusan angin seperti menerpa kelima pemuda itu. Terutama Yaksa. Suara orang berjalan di semak-semak pun juga terdengar. "Abaikan aja, kita fokus pada ini!" ucap Yaksa. Egi berdehem sebentar sebelum mengangguk. "Zidan, Zafra pikiran kalian jangan kosong. Kalau kalian kesurupan, aku iket aku biarin." ucap Andra makin menakut-nakuti si kembar. "Sa, mana mantranya?" Yaksa mengambil kertas yang berisi mantra yang sudah dia salin dengan huruf biasa. Agar teman-temannya juga ikut membaca. “Hong Hiyang Ilaheng Hen Jagad Alusan Roh Gentayangan Ono'e Jelangkung Jaelengsat siro Wujud'e Ning kene Ono Bolon'e Siro Wangsul Angslupo Yen Siro Teko Gaib Wenehono Tondo Ing Golek Bubrah Hayo Enggalo Teko Pangundango Hayo Ndang Angslupo Ing Rupo Golek Wujud..Wujud..Wujud!” ucap Yaksa. Teman-temannya ikut mengucapkan mantra itu sampai tiga kali. “Hong Hiyang Ilaheng Hen Jagad Alusan Roh Gentayangan Ono'e Jelangkung Jaelengsat siro Wujud'e Ning kene Ono Bolon'e Siro Wangsul Angslupo Yen Siro Teko Gaib Wenehono Tondo Ing Golek Bubrah Hayo Enggalo Teko Pangundango Hayo Ndang Angslupo Ing Rupo Golek Wujud..Wujud..Wujud!” “Hong Hiyang Ilaheng Hen Jagad Alusan Roh Gentayangan Ono'e Jelangkung Jaelengsat siro Wujud'e Ning kene Ono Bolon'e Siro Wangsul Angslupo Yen Siro Teko Gaib Wenehono Tondo Ing Golek Bubrah Hayo Enggalo Teko Pangundango Hayo Ndang Angslupo Ing Rupo Golek Wujud..Wujud..Wujud!” "Wujud wujud wujud!" teriak Yaksa sambil memukul tanah tiga kali. Setidaknya itu cara yang pernah ia lihat di televisi. "Mana, Sa? Gak gerak apa-apa." omel Zidan tidak sabar. "Salah mantra kali, Sa." timpal Zafra. Dalam hati, memang mereka sudah sangat takut. "Sa sa, jangan didorong dong bonekanya!" pekik Andra yang merasa boneka jailangkung mengarah padanya. "Siapa yang dorong sih!" protes Yaksa. "Woy woy selow jangan ke aku!" pekik Zidan menjerit saat merasa jailangkung terdorong ke arahnya. "Aku beneran gak dorong!" "Jangan nakut-nakutin, Yaksa!" ujar Zafra memelas. "Lepasin tangan kalian!" titah Egi. Saat tangan mereka terlepas, boneka itu berdiri sendiri dengan mengambang. "Astaga!!" kagum Yaksa melihat boneka itu melayang-layang. Mereka sedikit menjauh. Egi mendorong Yaksa untuk mendekat. "Sana, Sa. Kamu ajak dia bicara!" bisik Egi. Dengan sedikit takut, Yaksa mendekat. "Kulanuwun, mbah!" sapa Yaksa. Jailangkung itu hanya menggerak-gerakkan tubuhnya. "Ini asli apa bukan sih. Kenapa gak bisa ngomong setannya?" tanya Zafra yang langsung dapat jitakan dari Egi. "Mana bisa, dodol!" kesal Egi. "Pangapunten, kulo namung bade mastekne. Punapa wonten setan dhateng lingkungan mriki?" Yaksa berbicara menggunakan bahasa jawa. Artinya 'Maaf saya hanya akan memastikan, apa ada setan di lingkungan sini. Katanya, dedemit di setiap daerah, juga berbeda bahasa. Kalau di jawa, demit juga pakai bahasa jawa. Kalau di sunda, sudah pasti pakai bahasa sunda. "Tak tak tak he!" Andra mengambil kecrekan dan menabuhi jailangkung itu. Jailangkung yang sudah terisi roh setan itu joget-joget mengikuti irama Andra. Sontak, kelakuan Andra membuat semuanya tertawa cekakan. "Goyang kung!" ucap Egi juga ikut bergoyang. Zidan dan Zafra yang mulanya takut, jadi ikut tertawa. "E hak e... E hak e.. e hake.." Mereka asik mengendangi jailangkung yang terus bergoyang-goyang. Bagi mereka, ini adalah hiburan. Jarang-jarang setan bisa goyang. Lagi-lagi, suara tembang-tembang jawa terdengar di pendengaran Yaksa. Suara wanita pembawa kendi juga terngiang di telinganya. "Le yen apik digathek, lan yen ala aja ditiru." "Hust diam-diam dulu!" ucap Yaksa mengintruksi teman-temannya. "Ada apa, Sa?" "Kalian dengar orang bicara?" tanya Yaksa pelan. "Jangan nakut-nakuti, Sa!" pekik Zafran. "Arggghhhhh!!" Andra jatuh tergeletak saat dengan cepat jailangkung itu menyerang Andra. Jailangkung itu juga jatuh tergeletak di tanah setelah menyerang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD