bc

Menjelajah Dunia Lain

book_age12+
310
FOLLOW
1.9K
READ
adventure
zombie
badboy
tragedy
no-couple
mystery
magical world
supernatural
kingdom building
slice of life
like
intro-logo
Blurb

Tak semua keinginan, harus terpenuhi. Dan tak semua rasa keingintahuan, harus digali.

Bertapa bukan sekedar ritual. Tapi, untuk menghilangkan rasa jumawa diri. Kesombongan tak jua harus dikedepankan.

Ibarat mendaki, ada pantangan yang tak boleh dilanggar.

Seberapa kuat napsu untuk menahan.

Kembang iki joyo kusumo, asih, asih, asiho marang jiwa ragaku.

Kisah seorang pemuda bernama Yaksa, yang menyukai perempuan dari bangsa setan.

chap-preview
Free preview
1. Ayo podo tapa ing tlaga
Yaksa Andira, pria berumur duapuluh tahun dengan rasa penasaran yang sangat tinggi. Pria itu selalu mencari tahu lebih detail, bila ada sesuatu yang membuatnya penasaran. Seperti saat ini, Yaksa baru saja menonton film horor yang membuatnya jantungan sementara. Ia berfikir dalam otaknya, apa mungkin ia bisa melihat kehidupan lain selain kehidupan yang biasa dia jalani. Yaksa menggelengkan kepalanya. Hal mistis selalu jadi misteri. Sudah banyak buku yang dia baca. Mulai tentang jenis-jenis hantu, hingga ilmu hitam. Yaksa juga sangat penasaran dengan hal yang berbau supranatural. Pria yang menginjak usia dewasa itu, kadang berfikir terlalu mendaki-daki. Nafsu nya terlalu besar untuk bisa menembus sesuatu yang menegangkan. Memang benar, seusianya adalah masa-masa mencari jati diri. Tapi, terlalu keterlaluan bila dia melampaui batasnya. "Yaksa!" panggil sang Kakek. Yaksa menoleh. Tanpa sengaja, ia mendapati kakeknya yang memakai cincin bemata batu akik di jari-jarinya. Yaksa baru tau kalau kakeknya memakai cincin seperti itu. Yaksa selalu melihat cincin itu dipakai para sesepuh. Baik itu kyai sampai paranormal. Mungkin itu cincin jimat, batinnya. "Kek, apa cincin itu sakti?" tanya Yaksa penasaran. Kakek Yaksa terkekeh pelan. "Cincin ini bukan sembarang cincin. Ini cincin pengasihan." jawab Joyo Kusumo, atau biasa dipanggil kakek Joyo. Kakek Joyo adalah sesepuh di desa Yaksa tinggal, dan hebatnya adalah kakeknya sendiri. Bisa dikatakan, Joyo adalah salah satu orang sakti. "Pengasihan?" tanya Yaksa bingung. "Untuk mendapat cincin ini. Kakek harus bertapa dulu di gunung kawi. Kakek berpuasa, mandi kembang dan menjalankan ritual-ritual khusus." jelas sang kakek. Memang Yaksa dan keluarganya tinggal disebuah desa pedalaman yang masih banyak orang percaya dengan hal supranatural. "Apa harus seperti itu, kek?" tanya Yaksa yang rasa penasarannya mulai muncul. "Untuk mendapatkan sesuatu, kamu harus usaha. Benar begitu, bukan?" Yaksa mengangguk. Dari kecil, ibunya juga selalu menasehatinya. Kalau dia menginginkan sesuatu, dia harus usaha. Dan sekarang, dia menginginkan batu akik seperti kakeknya. "Tapi, kek. Ngomong-ngomong. Apa manfaat batu itu?" tanya Yaksa. "Heheheh, namanya batu pengasihan. Batu ini akan memancarkan aura kepada sang pemakai. Hingga semua orang yang memandang, akan mempunyai rasa welas asih kepada pemakai. Kamu lihat orang-orang desa. Mereka tunduk pada Kakek. Karena mereka mengasihi kakek." jelas Joyo setelah terkekeh. Memang semua warga desa hormat pada Joyo. Aura Joyo lebih memancar kala memakai cincin itu. Yaksa manggut-manggut. Otaknya terus bekerja untuk memikirkan berbagai cara agar bisa mendapat batu itu. Gunung kawi dan rumahnya tidak terlalu jauh. Karena dalam provinsi yang sama. Setelah pembahasan dengan kakeknya habis, Yaksa berlari ke kamarnya. Mencari celengan bentuk Ayam yang menyimpan semua uangnya. Setelah mendapat celengannya. Tanpa pikir panjang Yaksa langsung memecahkannya. Uang recehan yang lebih mendominasi. Yaksa akan menggunakan uang itu untuk pergi ke gunung kawi. Tapi, masalahnya hanya satu. Darimana ia tau doa-doa dan ritual yang harus dia lakukan? Sedangkan kakeknya sangat tidak mungkin memberitahu. Yaksa mengambil hp nya. Browsing di internet dengan harapan, akan ada jawaban yang menjawab pertanyaannya yang berkecamuk. 'Cara mendapatkan batu akik. Yaksa menscrol pencarian yang hasilnya sangat memusingkan. Bukannya mantra yang muncul, malah iklan penjualan akik. Joyo terkekeh pelan mendapati cucunya. Joyo yang notabennya orang sakti, bisa membaca pikiran orang lain. "Tidak begitu cara mendapatkan. Batu akik, kamu beli sendiri di luar. Lalu, kamu bawa ke gunung kawi. Dan ini, mantra yang harus kamu ucapkan." jelas Joyo. Yaksa membulatkan matanya, ada apa dengan kakeknya. Tidak biasanya sang kakek memberinya mantra secara cuma-cuma. "Lakukan apa yang kamu mau." ucap Kakek Joyo yang menjawab kebingunan sang cucu. Yaksa mengangguk. "Selamat datang di dunia supranatural." ucap Kakek Joyo sebelum pergi. Yaksa hanya tidak tau, niat apa dibalik kakeknya yang memberi mantra secara cuma-cuma. Joyo tersenyum misterius memandang pintu kamar cucunya. Sebenarnya, ia tidak mau membawa sang cucu terjerumus dalam dunia seperti dirinya. Tapi, itu semua harus dia lakukan. Cucunya hanya Yaksa. Dan Yaksa lah yang nantinya berhak mewarisi ilmunya. Kalau Yaksa tidak belajar dari sekarang, Yaksa tidak akan mampu membawa diri. Joyo Kusumo akan memastikan sendiri. Yaksa akan hadir dalam dunia lain. Kehidupan dunia mistis tak jauh dari kehidupan nyata. Mereka, para mahluk mistis juga mempunyai kehidupan layaknya manusia biasa. Mereka hidup bergerombol dan berkeluarga. Pocong, gondoruwo, kuntilanak, tuyul, dan lain sejenisnya. Mempunyai asal-usul dan kisah yang beda-beda. Mereka juga bisa berubah jenis dengan sesuka hati mereka. Yaksa menyimpan kertas berisi rentetan mantra dalam bahasa jawa kuno. Yaksa hanya menatap dalam keheningan. Ia tidak bisa membaca mantra itu. Bahasa jawa kuno hanya pernah dia lihat dari sinema lawas yang dia tonton di televisi. Yaksa menyimpan mantra itu, ia akan menerjemahmannya nanti. Yaksa akan tidur dulu sebentar. Susuk, pesugihan, pelet, santet, babi ngepet, kunyang, sudah tak asing di desa Serdadu, tempat Yaksa tinggal. Desa Serdadu memang terkenal dengan desa yang warganya masih menganut ilmu hitam. Namun, tak sekalipun mereka meresahkan satu sama lain. Melihat kunyang keluyuran tiap malam, sudah hal biasa. Apalagi ada orang mati tiba-tiba, hal itu sudah tak asing lagi. Banyak sinden tua yang masih terlihat kinyis-kinyis karena susuk. Suara mereka juga masih sangat merdu-merdu. Babi ngepet juga sering berkeliaran dengan diam-diam. Yaksa sudah pernah melihat itu semua. Yaksa juga sudah membongkar apa itu babi ngepet dan mantra-mantranya. Babi ngepet adalah salah satu jenis pesugihan yang masih banyak dilakukan orang pada masa modern seperti ini. Ritual babi ngepet biasa dilakukan malam jumat. Yaksa juga sudah pernah membaca asal usul kuntilanak merah. Konon katanya, kuntilanak merah adalah penggambaran sebuah emosi. Biasanya, kuntilanak itu akan menampakkan diri dengan tampilan yang sangat menyeramkan dengan muka berdarah-darah. Yaksa pernah menjumpai sosok itu, waktu dia kecil. Dan dia langsung pingsan di tempat karena tidak kuat. Sebenarnya, apa tujuan manusia memiliki ilmu hitam? Untuk kekuatan atau untuk kehidupan yang mereka pikir bisa abadai? Hanya orang-orang yang menganut ilmu hitam yang tau. Yaksa yang mempunyai keinginan dan nafsu besar untuk melihat kehidupan lain pun, lambat laun juga akan terbawa arus. Malam harinya, Yaksa duduk di pos keamanan yang tak jauh dari rumahnya. Ia sibuk menerjemahkan aksara kuno di sebuah kertas. Ia juga sudah berhasil membeli satu buah akik bermotif naga. Dengan bermodalkan kaca pencarian internet. Yaksa menerjemahkan aksara kuno yang menurutnya sangat sulit. Dalam heningnya malam, mahluk kecil yang biasa disebut jenglot menempel di sebuah pohon randu. Konon katanya, jenglot adalah manusia yang menganut ilmu hitam untuk tetap hidup abadi di bumi. Pada akhirnya, yang hidup akan mati. Manusia itu mati, tapi jasadnya di tolak bumi. Dan menyusut menjadi mahluk bernama jenglot. Jenglot biasa dipelihara oleh manusia untuk pesugihan. Mahluk itu penghisap darah. Biasanya, orang akan lari kalau sudah menemui mahluk berjenis itu. "Ayo podo topo ing telogo." ucap Yaksa dengan bibir bergumam. Ia berhasil memerjemahkan satu baris mantra pembuka. Yang artinya 'ayo bertapa di telaga. Bisa jufa segara atau laut. Yaksa mengerutkan alisnya bingung. Kalau menyebut laut, bayangan Yaksa akan selalu mengarah pada laut selatan. Itu artinya, setelah ke gunung Kawi, Yaksa harus ke pantai selatan untuk bertapannya yang kedua. Mantra pembuka 'Ayo podo topo ing telogo. Adalah mantra pembuka untuk memanggil jin dan roh halus agar ikut serta dalam kegiatan kompetatif yang dilakukan. Ini juga dilakukan untuk mawas diri dalam hal perilaku dan kepribadian agar menjadi lebih baik lagi. "p****l putih iku, kembang joyo kusumo." Yaksa bergetar membaca baris kedua. Ia meremang sendiri. Padahal, ia belum kelar membaca semuanya. "Joyo Kusumo? Bukankah nama kakek?" batin Yaksa bingung. "p****l putih iku, kembang joyo kusumo. Asih asiho, marang jiwo rogoku." Yaksa membaca mantra isi. Mantra yang membuat orang lain welas asih kepada yang mengamalkan. "Saking kersane sang kuoso." mantra penutup. Yang berarti, semua proses ritual yang dilakukan tadi, kembali lagi atas kehendak-Nya. Ritual-ritual itu juga harus diimbangi dengan puasa empat puluh hari. Ada pantangan-pantangan yang juga harus dipatuhi sang pengamal. Dilarang melakukan perbuatan buruk, dilarang sombong dan tidak boleh dilakukan dengan niat merugikan orang lain. Saat asik membaca mantra, tiba-tiba bulu kuduk Yaksa meremang. Perasaannya jadi tidak enak. Biasanya, kalau tidak enak begini. Ada mahluk halus disekitarnya. "Arghhhhh!!!" teriak Yaksa saat ada sesuatu yang menusuk lehernya. Yaksa terbaring di pos bambu dengan memegangi lehernya. Warga yang mendengar teriakan Yaksa berbondong-bondong untuk menolong. "Arghhh sakit!" erang Yaksa tertahan. Ia mencoba melepas mahluk kecil yang menggigit lehernya. "Jenglot jenglot!" teriak Warga saat mengetahui mahluk yang mengigit Yaksa. Karena merasa terancam, jenglot itu terbang hingga warga kehilangan jejak. Yaksa memegangi lehernya yang sakit. Ia merasa lemas. Darahnya seakan habis tersedot. Yaksa melihat tangannya yang ada sisa darah dari lehernya. Apa mantra tadi bisa memanggil jenglot? Yaksa bertanya-tanya dalam hati. "Yaksa, kamu tidak apa-apa nak?" tanya Kakek Joyo menghampiri Yaksa. Ia sangat khawatir dengan keadaan cucunya. Yaksa hanya menggeleng. Ia takut mati. Mahluk kecil itu menyedot energinya dengan tak kira-kira. "Tolong bantu bawa Yaksa ke rumah!" pinta kakek Joyo. Para laki-laki pun, membopong tubuh Yaksa yang sebenarnya kecil. Setelah sampai rumah, kakek Yaksa memberitahu. Kalau sudah pernah menjadi sasaran jenglot. Selanjutnya, akan ada yang kedua bahkan ketiga kali. Yaksa merinding. Bulu kuduknya meremang. Ia takut bila jadi sasaran ketagihan si jenglot. Jenglot memang hidup dengan menghisap darah segar. Yaksa memasuki kamarnya dibantu dengan salah seorang warga. Entah kenapa, suasana kamar Yaksa juga tampak berbeda. Ngeri dan merinding yang Yaksa rasakan. "Siapa itu?" pekik Yaksa kaget saat sesosok bayangan melintasinya. Kakeknya sudah pergi tiga menit yang lalu. Yaksa mengambil cermin. Melihat leher nya yang ada dua bekas gigi disana. Yaksa tidak pernah takut dengan mistis sebelumnya. Tapi, tau rasanya di temploki jenglot, membuatnya jadi takut. Yaksa bertekad. Setelah ia mendapatkan akik pengasihan. Ia akan mencari tahu tentang jenglot. Ada dua misi yang harus dia pecahkan sekarang. Hanya saja, Yaksa tidak tau. Apa yang menantinya di kemudian hari. Terkadang, rasa penasaran tak harus terpuaskan demi keselamatan diri sendiri. Yaksa melanggar satu peraturan. Yaitu tidak boleh jumawa dan bernafsu besar. Yaksa bahkan tak tau, kenapa ia sangat ingin punya pengasihan dan sangat ingin menjelajah dunia lain. Atau untuk sekedar gaya-gayaan dan ajang unjuk kekuatan? Kalau memang iya, siap-siap kehidupan menyesatkan menghampiri Yaksa. Dugh dugh dugh. Yaksa membuka matanya saat mendengar suara seperti tongkat berjalan. Krek! Suara pintu terbuka. Yaksa menolehkan kepalanya, tapi, pintu kamarnya tetap tertutup seperti semula. Krieeet bugh! Yaksa melompat turun dari ranjang. Suara-suara aneh bersautan memasuki indra pendengarannya. "Siapa itu?" teriak Yaksa. Ia seperti dikelilingi mahluk tak kasat mata yang sedang mengepungnya. "Keluar kalian!" teriak Yaksa lagi. Ia seperti orang linglung karena takut. Krek krek krek. Suara cakaran tembok membuat Yaksa menatap tembok sekelilingnya. Apa itu mahluk yang sering nempel di tembok, kini ada di dalam kamarnya? Tapi, Yaksa tidak bisa melihat apapun. Matanya tidak bisa menembus sesuatu yang dia yakini sedang ada di kamarnya. "Arghh!" Yaksa terjatuh karena hantaman kuat yang tak terlihat. Yaksa tersungkur di lantai kamarnya. Yaksa merasakan semua ilusi dan halusinasi. Seolah ada kehidupan lain yang sedang bersitubruk dengan kehidupannya. Belum juga ia sempat bertapa, tapi godaan datang menyerangnya. Apa memang ini bagian dari ritual yang harus dia jalani? tapi kakeknya tidak memberitahu apapun. Malam itu, Yaksa sama sekali tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ada sesuatu yang menindihnya. Dan membuat ia berteriak-teriak dalam tidurnya. Saat dia berteriak. Sebuah tangan juga membungkam bibirnya. Membuat Yaksa hanya bisa menggerak-gerakkan tangannya. "Seseorang, tolong aku!" jerit batin Yaksa. Karena sudah tidak kuat, Yaksa baru kepikiran untuk membaca do'a. Yaksa merapalkan do'a-do'a yang dia hafal. Setelah berperang dengan mahluk yang entah berjenis setan atau jin, akhirnya Yaksa bisa terbangun. Yaksa tidak mau tidur lagi di kamarnya. Ia memilih keluar dan terjaga di sofa depan. Di sofa pun, Yaksa seperti diikuti. Bulu kuduknya tak berhenti meremang. Keesokan harinya, Yaksa berangkat menggunakan motornya ke gunung kawi. Kakeknya memberi bekal berupa tujuh jenis kembang, juga korek api dan tembakau. Yaksa memilih berangkat siang hari, karena takut kalau terlalu pagi, ia akan dihantui mahluk halus. Baru saja Yaksa ketakutan karena teror hantu, kini tekatny sudah bangkit lagi untuk bertapa di gunung Kawi. Semua demi rasa penasaran tentang khasiat pengasihan. Yaksa tidak tau, dia terlalu muda untuk menjelajah yang bukan dunianya. Yaksa hanya modal nekat dan jopa-japu yang dia hapal. Tanpa teman maupun pemandu. Yaksa menempuh kira-kira satu setengah jam untuk sampai. Juru kunci menatap menelisik kearah Yaksa. Yaksa hanya bilang, ia wisatawan. Walau menaruh curiga, juru kunci tetap mempersilahkan Yaksa masuk. Memang gunung Kawi terkenal dengan tempat manusia mencari pesugihan. Dimana orang yang pengen kaya harta, harus membawa tumbal sesuai kesepakatan. Kesepakatan antara manusia dan setan. Itulah manusia. Kadang, demi keserakahan, apapun akan mereka lakukan. Untung dan rugi dalam kesepakatan, yang pasti akan merugikan manusia dikemudian hari. Hiduplah sesuai porsi, jangan sombong dan jangan jumawa. Jangan karena harta, sanak saudara dikorbankan. Apalah artinya harta banyak, kalau kehilangan anak atau saudara. Banyak orang yang melakukan pesugihan dengan menumbalkan anak. Jika manusia menginhkari janjinya. Setan akan tetap menagih haknya. Menagih tumbal yang akan menjadi pengikutnya. Yaksa mencari sebuah gubuk yang ada di lereng gunung itu. Setelah ketemu, ia bergegas masuk. Gubuk reot dengan sisa-sisa bunga kering. Yaksa pikir, baru aja ada orang yang bertapa juga disana. Karena lelah, Yaksa jatuh tertidur. Memang Yaksa tak jauh-jauh dari jenis manusia suka tidur. Yaksa gelisah dalam tidurnya. Suara tangisan anak kecil juga suara tawa cekikikkan memenuhi gendang telinganya. Yaksa bermimpi, banyak kepala anak kecil yang ditumpuk-tumpuk hingga sampai pada puncak gunung. Mata anak-anak itu menangis mengeluarkan air mata. Sedangkan ada mahluk berjenis dedemit yang menaiki kepala anak-anak itu. Yaksa meraung dalam tidurnya. Melihat anak-anak kecil yang menangis. Juga disisi lain, ada anak-anak yang meminta tolong dari arah sumur tua. Yaksa terbangun dari tidurnya. Peluh sebesar biji jagung membasahi pelipisnya. Mimpi itu terlihat nyata. Tangisan, anak-anak, para dedemit, semua berkeliaran di otak Yaksa. Yaksa memandang sesajen yang sudah dia tata di gubuk. Sejenak, dia ragu. Tapi, terlanjur dia sudah sampai sini. Yaksa keluar gubuk. Mencari sumur tua yang ada di mimpinya. Dengan bermodalkan tongkat. Yaksa mendaki lebih tinggi. Yaksa yakin, mimpi itu adalah petunjuk. Ia pernah membaca itu dari sebuah buku misteri. Dlemmm!! Suara bagai benturan lempeng bumi membuat Yaksa merasakan getaran. Yaksa menengok ke kanan dan ke kiri. Mencari sumber suara yang membuatnya sedikit takut. Ia ingin menghadap ke belakang, namun dia tahan. Ia pernah membaca buku, pantangan mendaki gunung. Jangan menengok ke belakang. Kalau menengok ke belakang, mala petaka akan datang menghampiri. Kakek Joyo pernah bilang, mendaki gunung tidak boleh dengan pikiran yang negatif dan jumawa. Sebenarnya banyak pantangan-pantangannya. Mulai tidak boleh mencabut tanaman tertentu, berkata kasar dan melalukan hal yang tidak baik. Itu dipercaya untuk menguji seberapa kuat manusia menahan napsu dunianya. Kalau berhasil menjauhi pantangan, pendaki akan selamat sampai puncak tujuan. Makin lama mendaki, Yaksa menemukan sumur tua. Tanpa pikir panjang, Yaksa menghampirinya, menengok isi sumur tua. Hanya ada air tenang. Tidak ada anak-anak kecil yang meminta tolong seperti di mimpinya. Yaksa ingin mengambil kayu, mencoba mencelupkan kayu panjang ke dalam sumur. Yaksa berfikir, sumur itu adalah sumur dimana tumbal diserahkan. Belum sempat Yaksa mencelupkan kayu, suara aneh dan menyeramkan memasuki indra pendengarannya. "Jangan menuruti hawa nafsumu, anak muda." ucap sebuah suara. Yaksa mengedarkan pandangannya. Tidak ada siapa-siapa. "Pulanglah, sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi," ucap sebuah suara lagi. Angin berhembus sangat kencang. Suasana berubah menjadi mencekam. Padahal, waktu masih menunjukkan pukul tiga. Awan hitam bergelung. Membuat Yaksa bertanya-tanya sendiri. Aneh sekali cuaca hari ini. "Tidak semua yang kau inginkan, harus kau dapatkan. Jangan mengusik kehidupan yang bukan tempatmu." suara itu terdengat lagi. Yaksa makin meremang. Dengan secepat kilat. Yaksa beranjak turun. Seketika nyali Yaksa menciut. Bayangan tentang tumbal-tumbal yang terbuang, menari-nari dipikirannya. Suara itu sangat horor baginya. Ia takut, kalau ia mati di tempat ini. Yaksa meredam keinginannya. Meninggalkan bunga yang tadi sudah dia letakkan di gubug. Yaksa tidak peduli. Yang dia pedulikan agar cepat pulang dan sampai rumah. Mungkin Yaksa terlalu jumawa dan tidak bisa mengontrol sikapnya. Hingga dunia supranatural menolak kehadirannya. Mahluk-mahluk di dunia mistis juga terusik akan kehadirannya. Mereka tidak suka pengganggu. Tapi sebenarnya, mereka menyukai manusia dengan tingkat kesombongan yang sangat besar. Akan sangat mudah bagi setan untuk memyesatkan jenis manusia seperti itu. Contohnya para manusia yang meminta pesugihan dengan menyanggupi tumbal yang bahkan anaknya sendiri. Darah dagingnya sendiri. Setelah kepergian Yaksa. Sesosok kakek tua renta berambut putih menampakkan dirinya. Pandangan mata kakek itu sangat tajam menghunus punggung Yaksa. Ajian tidak untuk manusia yang bernafsu besar. Kakek itu terkekeh sebelum menghilang. Yaksa berhasil pulang dengan selamat. Ia ingin mematikan rasa penasarannya. Tapi, itu tidak bisa ia lakukan. Tadi, saat di gunung. Ia sudah kocar kacir dan memantapkan hatinya untuk tidak ke dunia mistis lagi. Tapi, sampai rumah, rasa penasarannya muncul lagi. Kini gantian masuk dunia lain adalah tujuannya. Yaksa ingin berbaur dengan mahluk yang bernama pocong, kuntilanak, genderuwo dan lainnya. Yaksa pernah melihat kalau kakeknya berbicara sendiri. Kakeknya bilang, beliau sedang bergurau dengan tiga tuyul yang berhasil kakeknya tangkap. Yaksa ingin jadi orang sakti. Bisa menggenggam semua jenis ilmu hitam dan berbicara dengan mahluk halus. Saat siang hari kakeknya sedang ke sawah, Yaksa diam-diam menyelinap masuk ke kamar kakenya. Mencari sesuatu yang mungkin bisa menambah pengetahuannya. Yaksa membalik kasur kakeknya. Ia menemukan buku usang tanpa judul. Yaksa membawa buku itu untuk dia baca di kamarnya. "Mantra memasuki dunia lain." baris pertama membuat Yaksa tersenyum. Ini yang dia inginkan. Yaksa ingin berbaur dengan hantu-hantu yang selama ini hanya bisa dia lihat di televisi. Dalam buku itu, banyak ritual yang harus dilakukan untuk memasuki dunia lain. Mulai dari puasa, amalan-amalan hingga pantangan. Kurang lebih sama seperti ritual pengasihan. "Kenapa semuanya sama!" batin Yaksa kesal. Yaksa masih sedikit parno dengan kejadian di gunung. "Le, kamu sedang apa toh?" tanya Nainira, ibu Yaksa. Le, adalah panggilan untuk anak laki-laki di jawa. "Gakapap, bu." jawab Yaksa. "Le, kamu jangan seperti kakekmu ya. Kamu hidup normal aja kayak gini. Ibu kecolongan kamu ke gunung Kawi. Ibu khawatir sama kamu. Mbokya gak usah aneh-aneh." ucap Nainira dengan raut muka yang terlihat cemas. Yaksa mengusap pipi ibunya. Di desanya, hanya ibunya yang sudah kelihatan berumur, dari wanita-wanita lain penduduk desa. Ibu Yaksa adalah wanita lemah lembuh yang tidak menganut ilmu hitam seperi kebanyakan wanita desa. Ibu Yaksa terima apa adanya keadaan wajahnya. "Bu, kemarin tetangga sebelah mendapati kunyang berkeliaran lagi di depan rumahnya. Bukankah kunyah itu hantu penghisap darah bayi? Itu bisa membuat kecantikan makin awet." ucap Yaksa. "Le, kita harus bersyukur dengan pemberian Gusti. Jangan ikut-ikutan seperti itu." tutur Nainira lembut. Nainira benar-benar takut kalau anakmya bertindak yang aneh-aneh. Sebisa mungkin, Nainira akan menjaga anaknya agar tidak terpengaruh memasuki yang bukan dunianya. Sebenarnya, pengasihan dalam mantra jawa itu boleh dilakukan. Asal dengan tata cara yang benar. Pengasihan biasa di amalkan untuk pemuda-pemuda yang ingin segera mendapatkan jodoh. Mantra-mantra itu juga diiringi dengan puasa dan sholat malam. Hanya orang-orang salah aliran yang menyalah gunakan untuk kepentingan yang tidak baik.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Will You Marry Me 21+ (Indonesia)

read
619.3K
bc

#MAFIAZONE - REFERRAL (Indonesia)

read
331.1K
bc

Sang Penggoda (Indonesia)

read
98.3K
bc

Dear Doctor, I LOVE YOU!

read
1.2M
bc

Dear Pak Dosen

read
430.9K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
61.5K
bc

Keyra

read
88.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook