Part 12 | Fall For You

2596 Words
"Daddy," Keyla yang pertama kali menyadari kedatangan Arche, membuat pria itu tersenyum kikuk dan menghampiri keduanya. "Hai sayang, Daddy hanya ingin mengambil dokumen yang tertinggal," Arche masih tersenyum kikuk, membuat Rhea mengernyitkan keningnya dalam, ada apa dengan pria itu yang biasanya terlihat tegas kini justru terlihat canggung? "Daddy harus mencoba cake buatan Mommy, enak sekali. Kern saja mengakuinya, iya kan Kern?" Keyla menghampiri Arche dengan membawa sepotong cake cokelat itu, menyuapi Arche dengan sedikit memaksa membuat pria itu mau tidak mau membuka mulutnya. "Enak kan Daddy?" Keyla bertanya, menanti jawaban Arche, sedangkan pria itu terlihat begitu menikmati lelehan cokelat yang masuk ke mulutnya, dan Arche mengakui jika cake buatan Rhea memang sangat enak, hampir sama seperti buatan mendiang istrinya, hanya saja buatan Rhea memiliki khasnya tersendiri yang tidak pernah Arche temukan di mana pun. "Ya enak sayang, lanjutkan kegiatanmu, Daddy harus segera kembali ke kantor." Arche mengusap puncak kepala Keyla dan berlalu menuju ruang kerjanya tanpa mempedulikan Rhea, ia terlalu malu untuk memuji jika masakan Rhea memang selalu enak, dia selalu memujinya dalam hati, setiap sarapan maupun makan malam yang dibuat oleh tangan istrinya itu mampu membuatnya ketagihan, dan hari ini ia terpaksa memuji Rhea secara langsung demi menyenangkan Keyla. Rhea menatap kepergian Arche dengan mata yang berbinar bahagia, walau ia tau Arche mengatakan itu demi Keyla, tapi dirinya tau jika Arche benar-benar menikmati cake buatannya dari ekspresi pria itu. *** "Mommy, karena besok weekend, ayo kita menonton film, biasanya aku, Kern, Mommy Zee dan Daddy selalu menghabiskan satnite dengan menonton film horor," Keyla mengajak Rhea yang saat ini tengah memeriksa laporan keuangan kafe, semenjak tadi sore kedua anaknya itu begitu antusias mengganggu kegiatannya, dan malam ini dengan tatapan puppy eyes-nya Keyla meminta menonton film horor, hal yang biasa dilakukan oleh mereka bersama Zee. Rhea tersenyum, nyatanya dirinya belum bisa menjadi ibu yang baik, anak-anaknya selalu membayangkan dirinya sebagai sosok Zee, bahkan hal-hal yang biasa mereka lakukan bersama Zee masih melekat di benak anak-anak. "Baiklah, kalian ingin menonton film yang mana? Kalian tidak takut?" Rhea menghentikan kegiatannya, menuntun Keyla dan Kern menuju ruang televisi. "Tidak Mommy, aku tidak takut, Kern yang selalu berteriak-teriak ketakutan," Keyla meledek Kern membuat Kern menatap adik kembarnya itu dengan tatapan sengit. "Kau juga berteriak-teriak, bahkan teriakanmu lebih kencang dariku." Kern mencoba membela, membuat Rhea hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah mereka. "Dan kita selalu bersembunyi di belakang tubuh Mommy dan Daddy," Keyla terkikik, mengiyakan ucapan Kern jika memang dirinyalah yang paling kencang berteriak saat menonton horor. "Lalu, jika takut kenapa kalian menontonnya?" "Karena seru." Teriak Keyla dan Kern dengan tawanya, membuat Rhea ikut tertawa, mengacak rambut kedua anaknya itu gemas, dan ini kali pertama ia bisa melihat tawa Kern yang begitu lepas. "Ya sudah ayo," Rhea mulai memilih film yang menurutnya cocok untuk dilihat oleh anak-anak walau masih dalam genre horor, lampu ruangan sudah di matikan, dan hanya ada satu sumber cahaya dari led televisi berukuran empat puluh dua inch itu, Kern dan Keyla sudah duduk di posisinya, mengapit Rhea dengan bantal masing-masing, begitu pun Rhea, karena sesungguhnya film yang paling ia hindari adalah film horor, saat berusia lima belas tahun ia menonton horor bersama temannya dan efeknya dua hari ia tidur dengan tidak tenang karena selalu terbayang-bayang hantu di film tersebut, dan semenjak itu ia tidak pernah sekali pun berani untuk menontonnya lagi. Tapi malam ini, demi menemani anak-anaknya, Rhea membunuh rasa takut itu. Film sudah berjalan selama tiga puluh menit dengan suasana yang semakin mencekam, Kern dan Keyla semakin merapat pada tubuh Rhea, teriakan mereka menggema hingga ke seluruh penjuru ruangan, sedangkan Rhea hanya terdiam dengan keringat dingin yang semakin banyak, wanita itu tidak berteriak, hanya saja rasa takutnya mungkin mengalahkan ketakutan Kern dan Keyla. Arche pulang dengan suasana rumah yang sudah sepi dan gelap, pria itu berpikir jika semuanya sudah terlelap ke alam mimpi, namun begitu sampai di ruang tamu Arche bisa mendengar teriakan yang cukup memekakkan telinga dari arah ruang keluarga, membuat pria itu dengan langkah lebarnya menuju ke sana, dan begitu tiba ia bisa melihat jika anak-anaknya tengah merapat pada tubuh Rhea. Hal itu membuat Arche seketika mengingat kenangannya bersama Zenita, ia tersenyum, menghampiri Keyla yang duduk di sisi kiri Rhea. "Daddy," Keyla yang merasa bahunya di sentuh langsung menoleh dan mendapati Daddy-nya yang tersenyum miring ke arahnya, dengan cepat ia menarik Daddy-nya untuk duduk di sisi Rhea, sedangkan dirinya duduk di pangkuan Arche seperti biasa. Arche bukan terfokus pada filmnya melainkan tatapannya justru terkunci pada Rhea, mengamati setiap ekspresi wanita itu, yang menatap ngeri saat melihat hantu muncul di layar televisi, keringat dingin wanita itu juga semakin banyak, sedangkan tangan kedua wanita itu selalu berada di depan wajahnya di bawah mata, ancang-ancang untuk menutup matanya saat sang hantu keluar. "Arggghh." Teriakan Kern dan Keyla kembali menggema sedangkan Rhea langsung menutup matanya dengan kedua tangan dan menolehkan kepalanya ke samping hingga kepalanya terantuk bahu Arche cukup keras. "Aww," rintih Rhea yang merasakan hidungnya terasa sakit, sedangkan dalam hati Arche tertawa geli melihat tingkah bodoh Rhea yang entah mengapa terlihat menggemaskan. Televisi yang tadi sedang menampilkan adegan menegangkan itu tiba-tiba saja mati, membuat ketiga orang yang tengah serius menonton ditemani rasa takutnya seketika mengaduh. "Untuk apa kalian menonton jika ketakutan seperti ini?" Arche berdiri menyalakan lampu dan bisa melihat bagaimana raut wajah anak-anaknya yang menatap sebal ke arahnya, namun pria itu lebih memilih mengabaikannya. "Sekarang tidur. Ingat! Kalian besok memiliki tugas membersihkan rumah." Arche mengingatkan, membuat si kembar berdiri dan berjalan menuju kamar mereka dengan wajah bersungut kesal. Keluarga Aldene memang memiliki kebiasan di akhir pekan, mereka akan membersihkan seluruh rumah sedangkan asisten rumah tangga diliburkan pada hari itu, bagi Arche itu salah satu moment yang harus terus dilaksanakan untuk menjaga kehangatan keluarga dan melatih anak-anaknya dalam banyak hal. "Kau mau meneruskan film tadi? Baiklah aku akan mematikan lampunya kembali," Arche menatap datar pada Rhea, bergerak untuk mematikan lampunya, membuat Rhea buru-buru berdiri. "Tidak perlu, aku juga mau tidur." Rhea gelagapan, berjalan cepat menuju kamarnya, meninggalkan Arche yang sedang menahan tawanya melihat wajah ketakutan Rhea yang sudah terlihat pucat. *** Pagi ini keluarga Aldene terlihat sibuk dengan rutinitas weekend-nya, di depan rumah ada Kern dan Arche yang sedang mengelap kaca, sedangkan di ruang tamu ada Rhea dan Keyla yang sedang mengepel. "Keyla, jangan berlari sayang, lantainya masih licin," Rhea memperingati Keyla yang kini terlihat asik bermain di lantai licin itu. Dari balik kaca jendela itu Arche bisa melihat semuanya dari Rhea, bagaimana wanita itu bercanda dengan Keyla yang terlihat begitu bahagia, Arche bisa melihat cinta tulus Rhea untuk anaknya. "Ahahha Mommy, lihatlah, aku bisa berseluncur seperti di ice skating." Keyla justru memperagakan gerakan meluncur di lantai yang masih basah itu, membuat Rhea menghampirinya dengan gemas, mencubit lembut pipi chubby itu dan menggendongnya. "Sudah Mommy bilang jangan bermain-main di sini sayang, berbahaya jika kau jatuh." Rhea mendudukkan Keyla di sofa, meminta anak itu untuk menyusun majalah yang berantakan di bawah meja sedangkan dirinya melanjutkan kegiatan mengepelnya. "Daddy, nanti Daddy yang menemaniku membersihkan kamar ya," Keyla menghampiri Arche dan Kern yang baru saja selesai dengan tugasnya, anak perempuan itu bergelayut manja, meminta Arche untuk menemaninya merapikan kamar masing-masing. "Baiklah, Daddy dengan Keyla dan Kern dengan Mommy," ujar Arche yang langsung membopong Keyla menuju kamar anak itu. Rhea yang memiliki kesempatan untuk mendekatkan diri dengan Kern langsung tersenyum bahagia, menghampiri anak laki-laki itu yang menunjukan wajah segannya. "Ayo Kern sayang, kita bersihkan kamarmu." Rhea merangkul bahu Kern, mengajak anak itu untuk menuju kamarnya yang bernuansa superhero. "Nah Kern bisa mulai dengan merapikan buku yang berserakan di meja dan menatanya kembali di rak buku ya," Kern hanya mengangguk, mengikuti instruksi Rhea, menuju meja belajarnya dan meletakkan buku-buku bacaan miliknya ke rak buku di sebelahnya, walaupun masih berusia lima tahun, namun Kern memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, anak itu memiliki hobi pada seni lukis dan pernah mendapat juara satu beberapa bulan yang lalu. Rhea menuju ranjang dengan seprai bergambar tokoh kartun mobil merah yang cukup terkenal itu, menarik seprai itu untuk menggantinya dengan yang baru, ia juga menuju meja rias Kern yang lebih banyak kosongnya, hanya ada bedak, parfum dan minyak penghangat badan di sana, namun tempatnya cukup berantakan dengan bedak yang bertaburan, botol minyak penghangat badan yang tidak pada posisinya dan juga ada dasi sekolah di sana, membuat Rhea menggelengkan kepalanya, mulai merapikan dan mengembalikan barang-barang itu pada tempatnya. Suara decitan itu membuat Rhea yang sedang mengganti seprai langsung menoleh pada Kern yang sejak tadi tidak bersuara, dan ia bisa melihat jika anak laki-laki itu sedang memanjat kursi untuk mengambil sesuatu di bawah piala yang cukup besar itu, kakinya yang berjinjit membuat Rhea menatapnya ngeri, wanita itu langsung berlari saat melihat tubuh Kern yang oleng karena tidak bisa menahan beban saat satu tangannya telah menggapai piala itu dan tangan yang lain mengambil sesuatu yang Rhea yakini sebuah buku. Dengan gerakan reflek Rhea berusaha menangkap tubuh Kern yang nyaris jatuh, dan selanjutnya yang terjadi Kern jatuh dengan dirinya yang menjadi tumpuan, ia lalu menggulingkan Kern ke samping dengan tangannya yang menjadi tumpuan kepala anak itu. Rhea memekik sakit saat urat kakinya terasa tertarik karena tidak memperhatikan langkahnya, belum selesai dengan keterkejutannya, ia kembali dikejutkan dengan sesuatu yang mengenai kepalanya cukup keras, membuatnya merasakan pening seketika. Rhea memejamkan matanya, merasakan rasa sakit pada kaki dan kepalanya, tapi sungguh, kakinya yang paling sakit, saat ia berusaha bergerak sedikit saja rasa sakitnya mencapai telinga hingga berdenging. "Mommy, kau baik-baik saja?" Kern bangun, mengguncang-guncangkan tubuh Rhea yang terlihat tidak bergerak dan mampu membuat anak laki-laki itu panik seketika. Ia tadi berniat mengambil komik favoritnya yang sempat disembunyikan oleh Arche, komik itu sengaja di simpan oleh Arche di rak paling atas di bawah piala karena Kern selalu lupa waktu jika sudah membaca komik. Namun keinginannya menikmati komik favoritnya itu harus berakhir naas dengan dirinya yang terjatuh. "Daddy!!! Keyla!!" Kern berteriak, anak laki-laki itu hampir menangis melihat Rhea yang tidak membuka matanya, ini kedua kalinya ia membuat Rhea terluka, dan Kern menyadari kebodohannya yang terlalu malu untuk meminta tolong, dan lagi-lagi karena rasa gengsinya pada Rhea ia kembali membuat Mommy-nya itu terluka, Mommy-nya yang tanpa sadar memiliki bagian di hatinya, yang membuatnya tanpa sadar menyayangi Rhea. "Kern, Mommy baik-baik saja," Rhea akhirnya membuka matanya, tadi ia merasa sangat pusing ditambah kakinya yang terkilir dan terasa sangat sakit, ia membelai wajah Kern dan menatap lembut pada anak laki-laki yang hampir menangis itu. "Jangan menangis sayang, lain kali minta bantuanlah pada Mommy, Mommy tidak akan pernah menolaknya, Mommy sudah pernah mengatakannya kan?" Bahkan jika kau meminta nyawa Mommy, Rhea menambahkan dalam hati, wanita itu sekali lagi tersenyum lembut pada Kern, bersungguh-sungguh dengan ucapannya, karena semenjak hidupnya diwarnai oleh tawa dan tangis Kern dan Keyla, ia sudah menyerahkan sepenuh hidupnya untuk mereka berdua, termasuk pada pria yang kini mengisi hari-harinya dengan tawa dan luka. Arche dan Keyla datang setelah mendengar teriakan Kern. "Mommy, apa yang terjadi? Ooh kening Mommy berdarah," Keyla panik seperti biasanya, sedangkan Arche dengan tatapan datar seperti biasanya menghampiri Rhea. "Apa kau akan tidur terus di lantai seperti itu?" "Daddy! Mommy terluka, kenapa Daddy berbicara seperti itu?" Keyla menatap kesal pada Arche. Rhea berusaha untuk duduk, namun ngilu di kakinya tak tertahankan, "Ahhh kakiku," Rhea mengaduh, kembali terbaring di lantai dengan menutup matanya menggunakan lengan, Arche diam-diam merasa iba, menatap pada kaki Rhea yang kini terlihat membiru. Ia berjongkok di sana dan menyentuh pergelangan kaki kanan Rhea, membuat wanita itu memekik kesakitan. "Mommy!! Apa sangat sakit?" Kern bertanya dengan wajah piasnya, menyalahkan dirinya dalam hati. "Ayo kita ke rumah sakit Daddy, kasian Mommy kesakitan." Keyla sudah akan menangis, membuat Rhea kembali membuka matanya, mencoba tersenyum di tengah-tengah rasa sakitnya. "Mommy baik-baik saja sayang, jangan menangis heumm, Mommy hanya perlu," "Perlu apa Mommy? Aku dan Kern akan membantu." "Ya Mommy, aku akan membantumu, ini semua salahku." Kern kembali menunduk dengan raut bersalah, membuat Rhea mengusap lembut tangan mungil itu. "Asal Kern berjanji untuk selalu meminta bantuan jika mengalami kesulitan Mommy akan memaafkanmu," Rhea mencoba memberikan pengertian. "Ya Mommy. Kern berjanji akan meminta bantuan jika mengalami kesulitan," ujar Kern bersungguh-sungguh dan menatap Rhea dengan raut permohonan maaf. "Daddy, bisakah kau membantuku berdiri?" Rhea meringis menatap Arche yang lagi-lagi menatapnya datar, sungguh jika bukan karena kakinya terkilir, ia tidak mau meminta tolong dengan wajah memelas yang terlihat menyedihkan. Arche hanya diam, tidak merespon ucapan Rhea membuat wanita itu kembali bangun dengan susah payah dari posisinya yang masih berbaring di lantai. Namun tanpa diduga Arche langsung membopongnya yang sukses membuat Rhea berteriak karena merasa tubuhnya yang tiba-tiba melayang. "Kern, hubungi Christy untuk datang. Mommy tidak bisa menyiapkan makan siang untuk kita," Arche memberikan instruksi yang langsung dipatuhi oleh Kern. Arche langsung membawa Rhea ke kamar, menidurkan wanita itu di ranjang yang selama ini ia gunakan sendiri karena ia menyuruh wanita itu untuk tidur di sofa, wanita yang kini terluka karena melindungi anaknya. Lagi. "Aku .... kenapa di sini?" Rhea bergerak tak nyaman di ranjang itu, apalagi saat melihat tatapan Arche yang berubah tajam. "Diam!!" Arche memegang pergelangan kaki Rhea yang terkilir tadi, mengurutnya lembut sebelum menariknya hingga membuat Rhea memekik dan menangis. "Sakit Arche!!" Rhea berteriak keras, menggigit selimut sebagai pelampiasan rasa sakitnya, lalu menatap Arche dengan tatapan terlukanya, pria itu benar-benar tidak memiliki hati, mengobatinya tanpa menggunakan perasaan. "Apa kau tidak punya hati? Aku masih wanita Arche, dan tadi sakit sekali, tidak bisakah kau mengatakannya padaku dulu sebelum bertindak? Itu benar-benar sakit." Rhea menatap Arche dengan air mata yang membasahi pipinya. Baru seumur hidupnya ia bertemu pria seperti Arche yang tidak memiliki perasaan bahkan sisi lembut sama sekali untuk seorang wanita. Sedangkan Arche hanya menatapnya datar sebelum meninggalkan kamar dengan langkah panjangnya, dalam hati Arche sedikit menyesal karena dengan bodohnya menyembuhkan tanpa mempedulikan rasa sakit Rhea, tapi Arche yakin setelah ini kaki Rhea akan sembuh tanpa harus merasakan sakit lagi. Rhea mencoba menggerakkan kakinya yang tidak terasa sakit seperti tadi, ia bisa merasakan bahwa kakinya sudah bisa digerakkan walau masih sedikit nyeri. Jadi, Arche benar-benar bisa mengobatinya? "Ahh tetap saja dia menyebalkan karena membuatku kesakitan," Rhea menggumam kesal, tapi tetap saja ia masih kesal pada Arche yang sama sekali tidak mau meminta maaf padanya. Bahkan pria itu langsung meninggalkannya tanpa sepatah kata pun. Pintu yang terbuka membuat Rhea yang masih mengeluarkan sumpah serapahnya untuk Arche seketika terhenti, ia melihat Arche yang membawa kotak P3K berjalan dengan wajah datar seperti biasa ke arahnya. "Obati dulu luka di keningmu, duduklah." Walau masih dengan nada datar, Arche membantu Rhea untuk duduk, mulai menuangkan alkohol pada kapas dan menempelkannya pada kening Rhea. Rhea meringis sakit, saat alkohol itu menyentuh lukanya. "Tahan, walau sakit ini untuk kesembuhanmu," Arche juga meniup-niup luka Rhea penuh kelembutan, membuat Rhea seketika terdiam, tanpa sadar netranya menatap pada mata Arche yang kini memancarkan kedamaian, tidak ada lagi tatapan tajam yang biasa pria itu layangkan. Rhea memejamkan matanya, menikmati sentuhan Arche yang begitu lembut, yang sangat berbeda dari sebelumnya, dan tanpa Rhea ketahui Arche juga tengah menatap wajah Rhea penuh kebimbangan, menatap wajah cantik yang diam-diam selalu memenuhi otaknya, wajah oriental campurannya yang berhasil menghipnotis Arche. "Ooh Tuhan, mungkinkah aku sudah jatuh pada wanita ini?" Arche membatin, masih menatap wajah Rhea penuh dengan kebimbangan akan apa yang dirasakan oleh hatinya, yang akhir-akhir ini semakin didominasi oleh Rhea, Rhea dan Rhea. 'Maafkan aku Zee, jika pada akhirnya aku benar-benar jatuh pada wanita ini, anak dari orang yang telah membunuhmu.' Arche kembali membatin, walau ia belum yakin dengan apa yang dirasakan oleh hatinya. Sebagian kecil hatinya telah jatuh pada wanita itu, jatuh pada pesonanya, jatuh pada kelembutannya, jatuh pada ketulusan hatinya, dan jatuh pada semua yang ada pada wanita itu, namun sebagian besar hatinya yang lain yang didominasi oleh ego melarangnya, memerintahkannya untuk tetap melanjutkan pembalasan dendamnya seperti rencana awal.      To be continue... 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD