RDBG 15. Bagaimana Caranya?

1684 Words
Grisham menyelam ke dalam air, akan tetapi gelapnya malam membutakan penglihatannya. Ia tidak melihat apa pun dalam air, apalagi sosok Esteva. Ia muncul ke permukaan untuk menarik napas dan menyelam lagi beberapa kali, tetapi gadis itu tidak ada di mana pun. Grisham terengah karena cemas. Ia melihat sekeliling, permukaan air bergelombang bekas ia menyelam. Esteva menjelajah laut, tidak mungkin ia tidak bisa berenang, tetapi gadis itu tenggelam dan tidak muncul-muncul lagi membuatnya cemas. Suara tawa geli terdengar di belakangnya. Grisham lekas berbalik dan berujar gusar. "Eva, kau mengerjaiku!" Gadis itu tertawa semakin gelak, sehingga Grisham semakin geregetan. Ia mendekap pinggang Esteva dalam air dan berujar dengan rahang dirapatkan. "Kau senang membuat pria tua ini kelabakan, ha?" Grisham menggigit lekukan leher gadis itu, malah menimbulkan geli dan Esteva tertawa lepas. "Iya, senang. Biar Tuan terus memikirkan saya dan memperhatikan saya." Sorot mata Esteva menjadi sayu dan wajahnya bersemu. Dingin air berlawanan dengan tubuhnya yang memanas dalam dekapan Grisham. Ia mengusap kening pria itu dan memperhatikan kerutan di sudut matanya tampak jelas meskipun dalam keremangan. Ia berujar lembut. "Saya suka pria yang lebih tua. Tuan matang dan mapan serta sangat pengertian." Kedua kaki Esteva bertaut di pinggang Grisham dan ia melahap bibir pria itu. Grisham memeganginya dan membawa ke tepi danau. Menggendongnya keluar air sambil bercum.bu tanpa putus, lalu merebahkan Esteva di hamparan selimut. Grisham membuka tautan kaki Esteva dan menahan pahanya sehingga gadis itu membuka kaki lebar- lebar untuknya. Kejantanannya mengeras, berdiri tegak sejak cumbuan dalam air. Ia mendesah parau. "Sayang, aku memasukimu lagi." Esteva mengangguk kecil. Suaranya tercekat menyahut. "Iya, Tuan Grisham, silakan. Sshhh, aahhh ...." Ia terdongak nanar merasakan batang besar dan panjang memadati rongganya. Grisham meracau merasakan rapatnya lapisan dara Esteva. Ia nyaris tidak melihat apa-apa lagi di kegelapan malam itu. Hanya tubuh dan wajah Esteva yang bersemu tampak di matanya. Grisham mengusap pipi gadis itu sambil menggoyang tubuh mereka. "Sayang ...," sebutnya mesra. Lalu kedua tangannya menangkup gundukan dara Esteva agar tidak berayun oleh dorongannya. "Sayang ...," ucapnya lagi. Ia meremas-remas sehingga kedua buah kembar itu menghangat. Jemari Esteva menaut jemari Grisham yang sibuk di dadanya. "Hah, iya, Tuan ...," sahutnya. "Peras, Tuan, lebih kuat." "Uhh," lenguh Grisham menuruti keinginan gadis itu. Seketika punggung Esteva melengkung dan buah kismis mungil mengacung keras, tidak disia-siakan Grisham, diisapnya kuat silih berganti sampai bersuara menyeruput nyaring. "Tuannh ...," engah Esteva seakan tidak berdaya padahal otot- otot mulut rahimnya meremas kuat milik Grisham. Grisham terdongak bagai predator jantan melolong pada langit. Ia berusaha sekuat tenaga agar tidak keluar lebih dulu. Grisham rasa menggila. Meningkatkan tempo hunjaman sambil menahan peluru meletus adalah pekerjaan yang sangat berat. "Eva sayang, kau sudah keluar sayang?" tanya Grisham memburu, meskipun ia tahu jawabannya. "Belum, Tuan ...." "Ah, sayang, cepatlah! Aku tidak tahan lagi." Esteva mengigit bibir. Rasanya sangat enak dihunjam seperti itu, tetapi dia benar- benar belum sampai puncak. Grisham sudah putus asa sekali, ia tidak sampai hati melihatnya. Ia membelai pelipis Grisham dan berujar lembut. "Keluarkan saja, Tuan, tidak apa- apa, saya tidak marah." Grisham menunduk mengecup bibir Esteva. "Sayang, kau manis sekali," ucap Grisham lalu menggigit bibir Esteva seraya menggeram melepaskan muatannya. "Aaah!" erang Grisham setelah selesai menembak lalu terguling ke sisi Esteva. Ia terengah oleh debaran jantung yang sangat cepat dan tidak karuan. Pandangannya menggelap sehingga ia harus mengerjap berkali- kali. "Eva ...," ucap Grisham mengetes kesadarannya. Esteva sudah lebih tenang setengah berbaring di sisi rusuk Grisham. Ia menyahut lembut. "Ya, Tuan?" Grisham nanar, tangan meraba- raba merangkul gadis itu, lalu mendekapnya erat ke dadanya. "Oh, syukurlah kau masih di sini." Ia mengecup puncak kepala Esteva. Gadis itu terkikik geli, mengusap lembut da.da Grisham dan mendaratkan kecupan ringan di rahang pria itu. Napas Grisham terdengar lega. "Lihat 'kan? Ada hal yang tidak dapat ditutup- tutupi. Saya sering melihat kejadian jika para kru kapal sudah mendarat. Mereka akan gila-gilaan menghabiskan waktu bersama wanita penghibur. Beberapa dari mereka mati di ranjang. Tuan tidak bisa memaksakan diri. Jika Tuan mati di kapal, Andreas akan melempar Tuan ke laut untuk jadi makanan ikan." "Ah, kau mengolok- olokku, Eva," cebik Grisham seraya membuang muka. Esteva menahan pipinya agar mereka bertatapan. Gadis itu mengulum senyum, semakin membuat Grisham sungkan. Namun, ucapan manisnya menghibur hati Grisham. "Jangan memaksakan diri lagi. Saya yakin kita bisa mengatasi ini, entah bagaimana caranya, saya rasa akan terpecahkan seiring berjalannya waktu." Grisham menatapnya dengan mata terpicing merasa heran. "Kau cukup pintar dan bijaksana kalau berbicara, tidak sejalan dengan tindakanmu." "Mungkin saya sudah terlalu banyak dikecewakan kehidupan. Jangan percaya semua yang saya katakan, Tuan. Bisa jadi saya berbohong," sahutnya gamblang lalu merebahkan kepala dengan santai di da.da Grisham. Grisham menyentuh bibir Esteva dengan telunjuknya. "Setiap kali kau berbohong ...." Ia mencolok ke dalam mulut gadis itu, Esteva terengah menikmati jarinya. Gadis itu menangkap tangannya, lalu mengulum sepanjang dua jari Grisham sambil matanya terpejam menghayati. Aliran darah Grisham berdesir hangat. Lagi- lagi ia dibuat luluh oleh godaan nafsu Esteva. Rona wajahnya saat mengulum dan lilitan lidahnya menyenangkan kejantanan hingga terasa hidup. Memang sukar jadinya mempercayai gadis ini jika ditinggal sendirian. Entah kejantanan siapa yang akan dimampirinya. "Sayang, sudah," ucap Grisham, sehingga Esteva menghentikan kulumannya. "Ya, Tuan? Ada apa?" tanyanya. "Ayo kita kembali ke dalam. Malam semakin larut. Aku tidak mau kita kena flu." Esteva tertawa kecil. "Baik, Tuan!" ujarnya penuh semangat lalu berdiri meraup selimutnya dan berlari kecil ke arah kediaman. Grisham tertinggal di belakang melemaskan lutut dan pinggangnya untuk sesaat, baru bisa berjalan normal. "Eva, tunggu!" Ia berseru, tetapi gadis itu sudah meninggalkannya jauh sambil tertawa. Di selasar rumah, Alfred sudah menunggu Grisham dengan jubah tidur. Melihat tuannya telanjang bulat keluyuran, ia merasa jengah. "Tuan," ujarnya sambil menyodorkan jubah Grisham. "Oh, ya, terima kasih, Alfred. Tepat sekali yang kubutuhkan." Grisham memakai jubah tidur satinnya. Ia melangkah ke arah selasar kamar Esteva, tetapi Alfred mengingatkannya. "Tuan, besok ada rapat penting di parlemen. Sebaiknya Tuan beristirahat untuk kegiatan besok." Grisham mendesis tidak senang. Ia akan kembali ka tempat tidurnya yang dingin seorang diri. Adapun ia tidak membantah Alfred. Ia menuju ke kamarnya sendiri diiringi Alfred. Di kamarnya, Alfred menyiapkan bak mandi air hangat. Grisham berendam membersihkan tubuh. Ia bertanya pada pelayan pribadinya itu sebuah pertanyaan yang membuat kening Alfred terangkat. "Bagaimana caranya agar aku tidak terlalu lama meninggalkan Eva saat harus bekerja? Alfred, pikirkanlah suatu cara!" "Tuan, itu ...." Alfred ingin menasihati tuan mudanya itu, tetapi di satu sisi tidak ingin mengekang jiwa muda Grisham. Ia tidak ingin tuannya kecewa. "Saya akan memikirkannya, Tuan," jawabnya kemudian. Grisham ditangani sampai ia tertidur lelap di tempat tidurnya. Barulah Alfred meninggalkan kamar tuannya. Di selasar, seorang penjaga melaporkan keadaan Esteva padanya. "Nona muda itu diam di kamarnya, Tuan, sepertinya sudah tidur." "Baiklah. Kembali ke posmu," kata Alfred lalu ia ke kamarnya sendiri dan beristirahat. Esok paginya, Alfred bangun awal, sudah siap sedia di kamar Grisham. Ia sudah mengerahkan pelayan untuk mengurus Esteva agar tidak mengacau rutinitas pagi tuannya. Grisham bangun dan langsung diarahkan mandi, berpakaian, lalu sarapan di ruang makan. Britanny tiba di ruang makan bersamaan dengannya dan mata membulat melihat Grisham seperti sedia kala. Jonathan yang setiap urusan mendampingi Grisham juga ikut terperangah. Mereka berkumpul di meja makan dan duduk bersama sementara hidangan disajikan. "Aku lega kau kembali ke jalur normal, Grisham," ucap Britanny. "Yah, aku ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan hari ini. London akan menyita waktuku," jawab Grisham malas- malasan. "Setelah kupikir- pikir aku banyak menghabiskan waktuku bekerja, bekerja, dan bekerja. Di saat aku ingin bersenang- senang, aku sudah terlalu tua untuk itu." "Kau tidak tua, Grisham. Kau perlu menikah, itulah sebabnya, agar kau ada pengalihan perhatian setelah kesibukan." "Alasan aku betah membujang sampai saat ini adalah karena aku tidak mau menghabiskan waktu di rumah dengan wanita konservatif, penuh aturan tata krama, lalu mencurigai, dan menuduhku selingkuh. Mereka akan menangis ke teman-teman mereka, sanak keluarga mereka dan mengatakan bahwa aku suami yang jahat. Pernikahan adalah mimpi buruk." "Gadis yang bernafsu tinggi juga mimpi buruk, Grisham." "Tidak, dia menyenangkan." "Kau gila, Grisham. Kau akan memiliki keturunan haram dan itu akan jadi cela selamanya dalam hidupmu dan anak itu." Lidah Grisham kelu. Jika menyoal anak haram, Esteva yang merasakan dampaknya langsung. Apakah jika benihnya tumbuh dalam rahim gadis itu, nasib anak itu akan setragis Esteva? Grisham mendeham agar Britanny tidak bicara lagi karena mendengar suara Esteva mendekat. Gadis itu menggerutu karena dibangunkan sangat pagi dan didandani pakaian ribet dan mencekik perutnya. "Kenapa aku tidak boleh berpakaian seperti biasa?" ujar Esteva. "Suruhan Tuan Alfred, Nona, kami hanya melaksanakan tugas," jawab gadis pelayan yang mendampinginya. Pelayan itu membubarkan diri karena ruang makan bukan wilayah mereka. Alfred berdiri siaga di pinggir ruang makan. Esteva ingin mencecarnya, tetapi Grisham sudah ada di sana sehingga ia buru- buru duduk di meja makan. Grisham tersenyum meski keningnya terangkat sebelah. "Dandananmu hari ini sangat cantik, sayang. Kau berencana pergi ke suatu tempat?" "Pergi? Ah, tidak. Saya tidak berencana pergi ke mana pun," jawab Esteva yang sama keheranan. Alfred mendekat dan menjelaskan maksudnya. "Tuan meminta saya mengatur supaya Tuan tidak lama- lama meninggalkan Nona Esteva. Jadi, saya mengatur Nona Esteva mengikuti ke mana pun perjalanan Tuan hari ini. Nona Esteva akan pergi bersama Anda, Tuan." "Uhuk!" Britanny keselek tehnya lalu mengelap sudut bibir dengan anggun. Ya Tuhan, kekacauan seperti apa lagi yang akan terjadi? "Oh. Aku tidak keberatan," sahut Grisham lalu memulai makan dengan tenang. Seringai tipis tampak di sudut bibirnya. Ide Alfred boleh juga. "Bagaimana dengan Anda, Nona?" tanya Alfred. Kesempatan yang bagus jalan- jalan melihat kota besar bersama tuannya. Esteva juga tidak keberatan dengan ide itu. "Saya akan senang sekali," katanya riang. Grisham menggenggam tangan Esteva. "Perjalanannya membosankan, sayang. Aku harap kau betah." Gadis itu tersenyum penuh arti. "Selama Tuan ada, saya yakin semuanya akan menyenangkan." Grisham mencubit pipi Esteva. "Ah, kau dan mulut manismu. Pria tua ini jadi merasa muda kembali." "Tuan tidak tua. Tuan matang dan memesona." Grisham semakin gemas dengan piaraannya. Ia segera makan banyak dan lahap agar di perjalanan nanti berenergi. Esteva makan dengan tenang, sambil sorot mata mengerling menangkis tatapan tajam Britanny. Seringainya mengejek Britanny. Lihat, kepada siapa Grisham bertekuk lutut? Jika aku mempertahankan kehormatanku, apa hidupku akan semewah ini? Kau bukan aku dan aku bukan kamu. Jadi, jangan mengatur jalan hidupku. *** Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD