Andreas datang?
Berita itu membuat tubuh Esteva menegang dan Grisham terdiam. Mereka bertatapan dalam posisi Grisham menunggangi gadis itu.
"Jika kau ingin terus, aku akan menolak menemui Andreas dan menyuruh penjaga mengirimnya keluar," ujar Grisham.
"Ah, ya, Tuan. Mari kita lanjutkan saja. Andreas tidak akan bisa menghentikan kesenangan ini." Esteva menggoyang pinggulnya menggojlok sendiri dengan milik Grisham yang tertanam dalam dirinya. Ia merangkak dan terdongak puas. "Ah, ini sangat nikmat. Rasanya saya menyesal telah menyia-nyiakan sekian tahun hidup saya."
Grisham terkekeh dan berujar pada gadis itu sambil mulai bergerak mengikuti irama Esteva. "Jadi, kau ingin menikmati seks setiap saat sebagai ganti penyesalanmu itu?"
"Tampaknya begitu. Uuh, ya, Tuan, lebih keras lagi .... Ahh, milik Tuan membuat saya merasa sangat sesak, hiks ...." Esteva merengek hendak meledak lagi. Ia mencakar seprai. "Tuan ... ah, ah, iya ...."
Grisham mencengkeram ke kedua buah daranya dan mencubit dua kismis mungil Esteva. "Kyaaah, Tuaannnhh Grishaam ...." Gadis itu berteriak saat rahimnya menyembur- nyembur. Lelehan lendir melembak dari muara kegadisannya. Berdecap- decap ditumbuk Grisham.
Grisham membalik tubuh Esteva dan menghunjam keras. "Teriak lagi, Eva!" ujarnya lalu mengisap kuat kismis gadis itu.
Esteva nyaring mendesah. "Aahh, iyaah, Tuannh, gigit lebih keras." Jemarinya meraih kepala Grisham yang menyusu tak ingat diri padanya. Ia mencengkeram rambut Grisham. "Ooh, iyaa, hmmmh ...."
Grisham menggeram, bersamaan dengan itu, lelehan cairan dari liang Esteva semakin banyak karena bercampur miliknya. Dikasari oleh gadis itu membuat Grisham juga mencapai puncaknya dengan cepat. "Ooh, Eva ...." Grisham berucap sambil terpejam puas dan lidah menjilat mengelilingi buah kismis Esteva.
"Tuan, apa yang harus saya sampaikan pada Viscount Bournemouth?" tanya Alfred dari balik pintu.
Mata Grisham terbuka sayu dan bergumam. "Oh, iya. Astaga, aku lupa soal Andreas." Ia mendekap Esteva sambil mengempas berbaring di ranjang. Esteva tertawa geli oleh milik Grisham yang licin dan keluar sendiri dari liang daranya. Grisham berbicara lantang agar didengar Alfred. "Katakan pada Viscount Bournemouth aku tidak mau menemuinya. Persilakan ia pergi." Kemudian ia menciumi rahang Esteva dan gadis itu kegelian oleh bakal janggutnya.
"Baik, Tuan!" sahut Alfred lalu beranjak dari depan kamar Esteva.
Di teras depan, kereta kuda Bournemouth terparkir. Andreas Bradford Bournemouth, pria berbadan tinggi kekar itu mondar mandir gelisah sambil menggerutu. "Sialan, kenapa lama sekali? Awas kalau Eva kenapa-kenapa, akan kuhajar si Huxley berengsek itu."
Britanny mendengar kedatangan Andreas dan tahu Grisham tidak akan menemuinya. Ia segera mendatangi Andreas dan menyapa pria itu. "Senang Anda datang kemari, Tuan Bournemouth. Apa yang bisa saya bantu?"
Andreas tidak ada masalah dengan Britanny. Di samping itu, Britanny membantu saat ia ingin mendapatkan Sylvia lagi. Andreas sangat menghormati Britanny. "Saya datang kemari untuk membawa pulang Eva. Saya cukup yakin kehadirannya di sini menimbulkan banyak masalah."
"Ah, Anda tahu betul kelakuan orang-orang Anda."
Andreas tidak bisa menampik kenyataan itu. Hanya saja, bagaimanapun ia ingin Esteva tinggal dengan keluarga, bukan orang asing yang dibencinya. "Di mana dia?"
"Di kamar bekas 'tunangan' Grisham," seloroh Britanny. "Dan Anda tahu apa hebatnya? Dia tinggal di sini sebagai piaraan Grisham. Bisa Anda bayangkan betapa rendahnya moral gadis itu."
Dalam mulut Andreas langsung terasa pahit. Ia tersengih terpaksa. Sebagai ayah, ia juga tidak punya moral yang distandarkan orang- orang, akan tetapi sedapat mungkin ia tidak ingin Esteva terjerumus lebih jauh karena dia seorang perempuan. Andreas memantapkan diri bersuara, "Saya akan menjemputnya." Selanjutnya ia melangkah lebar memasuki kediaman Grisham Rutherford.
Britanny mengiringi di belakang Andreas dan ia memberi tanda pada pelayan ataupun penjaga supaya jangan menghentikan Andreas.
Alfred tersentak melihat Andreas berjalan ke arahnya. Ia segera menghalangi pria itu. "Tuan, sebaiknya Anda kembali ke depan. Tuan saya menolak menemui Anda."
Andreas langsung naik pitam. "Apa? Ia berani melakukan itu? Kurang ajar! Di mana Huxley lak.nat itu berada?"
"Tuan di kamar bersama Nona Esteva."
"Ah, sialan!" Andreas terperangah. Perbuatan mereka sudah sejauh itu? Berengsek! Ia harus menyelamatkan putrinya. Andreas berjalan bergegas sambil berteriak memanggil gadis itu. "Eva, kau di dalam? Pulang sekarang juga atau kuseret kau keluar dari tempat ini!"
Para pelayan mengintip dari kejauhan memantau keributan itu. Alfred dan beberapa penjaga menghalang jalan Andreas, tetapi tanpa komando Grisham, mereka tidak berani bertindak kasar pada Andreas. "Tuan, saya mohon, kembali ke tempat Anda!"
Andreas mengabaikan mereka. Ia menerobos barikade. "Eva! Eva! Keluar sekarang juga!" teriak Andreas senyaring- nyaringnya.
Grisham yang sedang mencum.bu gadisnya menjadi terganggu. Ia mengangkat wajah menoleh ke arah pintu. "Apa-apaan?"
"Biarkan saja, Tuan," desah Esteva seraya meraih dagu Grisham dan menarik wajah pria itu agar kembali menciumnya. Ia mencium bibir Grisham lebih agresif hingga pria itu mengerang.
"Hmmh, sayang, kau benar-benar menyukai ketegangan ini ya?" tanya Grisham.
"Hm." Esteva mencium kasar Grisham dan mendorong pria itu sehingga berbaring dan segera mendudukinya, memasukkan kejantanan Girsham yang baru setengah mengeras ke dalam selaput daranya.
Grisham terpejam dan mendesah parau merasakan kembali kehangatan rapat melingkupinya. "Oh, Eva, kenapa nafsumu bisa segila ini?"
Esteva tidak ingin menjawabnya. Ia bergerak memulas milik Grisham dan batang agak kenyal itu mengeras seutuhnya di dalam sana. "Ah, Tuan Grisham ...," ucapnya lirih, tetapi pinggul mengentak cepat menumbuk kenikmatan. Engahan Esteva dan Grisham bersahutan.
Andreas yang kehabisan kesabaran, mendobrak pintu kamar itu dan seketika disuguhi penampakan dua tubuh bugil bersatu padu, sontak ia memalingkan wajah dan menepuk jidatnya. "Oh, demi Tuhan!" desis Andreas.
Reaksi Andreas sangat tidak terduga untuk seseorang penyuka nudisme dan ekshibisionist. Esteva tertawa kecil, senang mengecewakan Andreas. Sementara yang lain, perhatiannya sedang terbagi, bingung apa yang harus dilakukan.
Orang-orang yang mengiringi Andreas tersipu melihat kemesraan tuan mereka dan piaraannya. Tanpa malu dua orang itu tetap bergerak, mendesah diiringi gemerisik ranjang.
Grisham susah payah mengumpulkan kesadarannya, bersuara parau membentak pelayan dan penjaganya. "Tinggalkan kami!" Lalu ia menggerayangi tubuh gadis di atasnya dan bersuara lembut. "Ah, iya, sayang. Ungh, ya ...."
Britanny yang membenci adegan itu menghalau Alfred dan kru keluar kamar lalu menutup pintu rapat-rapat, meninggalkan Andreas di dalam sana terdiam syok.
Andreas sedang pusing kepala melihat kelakuan putrinya. Rasanya ia mau mati berdiri. Ia sering pesta bugil dan mabuk syahwat bersama kenalan dan koleganya. Ia pernah melihat Sylvia bersama Grisham dalam kondisi serupa, tetapi itu semua bisa dinikmatinya. Namun, adegan yang sama dilakukan anak kandungnya, memberikan sensasi yang berbeda. Ia seakan memahami arti malu. Mendengar suara- suara kesenangan itu, Andreas tidak tahan. "Demi Tuhan, hentikan, Eva!" tegurnya dan berusaha tidak menoleh kepada putrinya.
Grisham jadi bingung dengan prilaku Andreas. Hanya Esteva yang tampaknya tahu betul apa yang dilakukannya.
"Tidak mau," sahut gadis itu dengan tubuh bergerak bagai terombang ambing gelombang laut. "Aku tidak pernah melarangmu melakukannya dengan siapa pun, kenapa sekarang kau datang dan menyuruhku berhenti? Bukankah itu sangat tidak adil, Andreas?"
Andreas menoleh dan melihat wajah berahi Grisham menikmati tubuh putrinya, ia langsung merutuk penuh sesal. "Huxley baji.ngan, kau memanfaatkan gadis lugu dan polos untuk kesenanganmu! Di mana perilaku terhormatmu?"
Lugu dan polos? Sementara gadis itu sejak awal bersamanya, binal, liar, nakal, liang mungil —baik mulut atas, maupun mulut bawah— yang kelaparan rasa pria. Grisham tertawa sehingga tubuhnya bergetar. "Tolong, Andreas, leluconmu keterlaluan," katanya.
"Berengsek!"
Grisham tergegau. Andreas mengambil selimut yang teronggok di tepi ranjang, menutupi tubuh Esteva, dan menarik gadis itu menjauh darinya.
"Kau ikut denganku, gadis muda!" bentak Andreas.
Esteva berteriak dan berontak. "Tidak! Aku tidak mau ikut denganmu dan kembali ke rumah terkutuk itu." Kial-kial Esteva tidak sia- sia. Ia lepas dari tangan Andreas dan segera berlari ke dekapan Grisham.
Andreas mengempas selimut. Ia kembali membentak Esteva. "Kembali sekarang juga atau aku akan ...."
"Kau akan apa?" balas Esteva sambil menghunus tatapan tajam pada Andreas. "Memberi aku harapan palsu lagi?"
"Aku melakukan itu untuk melindungimu, Eva, karena kau ...." ujar Andreas kemudian terdengar putus asa. Ia bahkan tidak sanggup menyebut anak pada Esteva.
"Aku apa? Kau melindungiku karena aku adalah aibmu. Aku adalah bebanmu! Sekarang seharusnya kau lega aku bukan lagi tanggung jawabmu. Aku sudah dewasa, Andreas. Aku akan bertanggung jawab pada diriku sendiri dan kau pergi saja dari hidupku. Aku tidak butuh dirimu! Aku sudah punya pria yang siap mewujudkan semua keinginanku." Esteva menyandarkan kepala ke da.da Grisham.
Grisham menjadi besar kepala menyaksikan wajah sakit hati Andreas. Meskipun ia merasa janggal, tetapi ucapan Esteva memujanya, membuat Grisham mengabaikan hal itu. Ia memeluk erat Esteva, mengecup puncak kepala gadis itu sebagai kesayangannya. Ia berujar pada Andreas. "Kau mendengarnya, 'kan? Menjauhlah, Andreas."
"Tidak bisa! Aku harus membawa pulang Eva, bagaimanapun caranya," geram Andreas.
Esteva kembali menghunuskan sorot tajam pada ayahnya. "Kalau begitu, ceraikan Sylvia dan berlutut pada Grisham, maka aku akan kembali padamu."
Andreas tersengih getir. Gadis ini ... ingin sekali dijambaknya dan ia kembalikan pada ibunya. "Kau gila! Aku tidak akan pernah melakukannya!" desis Andreas.
"Kalau begitu ucapkan selamat tinggal, Andreas. Kau tahu pintunya," seloroh Esteva lalu segera mencium bibir Grisham.
Sekali lagi melihat wajah tidak terima Andreas, membuat Grisham terkekeh senang. Ia balas mencium Esteva sambil tersenyum. Tangannya menjelajah ke muara liang dara Esteva dan membelai- belai area itu. Esteva bergelayut padanya dan menggeliat lemah. "Ohh, Tuan Grisham, ya ... sentuh di situ. Hmm, enak sekali ...."
Muka Andreas merah padam serasa ditampar. Ia menggeleng dengan rahang terkatup rapat. Jika itu pilihan Esteva, baiklah. Ia akan menunggu hingga gadis itu kena batunya. "Kuharap kau tidak menyesal, Eva."
Sahutan Esteva membuat Andreas terhenyak. "Aku sudah menyesal semenjak aku dilahirkan, Andreas."
Andreas membisu. Ini pasti karma untuknya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Memandangi dua orang itu bermesraan, membuat hatinya bak ditusuk sembilu. Suaranya gemetaran saat mengucapkan pesan untuk putrinya. "Jika kau berubah pikiran, rumahku selalu terbuka untukmu."
Rumah apa? Andreas akan menyambut anak sahnya bersama Sylvia. Lalu ia di situ sebagai apa? Menonton pentas bahagia sang ibu tiri dan adik tiri yang dilimpahi kasih sayang Andreas? "Tidak akan pernah, Andreas," desisnya memandangi pria itu berbalik pergi dan pintu tertutup rapat.
Andreas pulang dengan tangan hampa dan menanggung rasa bersalah.
***
Setelah Andreas pergi dengan perasaan tersakiti, bukannya merasa bahagia, Esteva merasa hampa. Tubuhnya seketika terasa dingin dan menegang. Sentuhan Grisham tidak merangsangnya. Esteva menjauhi pria itu, gelagapan mencari rokok di tumpukan baju Grisham.
Grisham terdiam oleh perubahan sikap Esteva. Ia memandangi gadis itu berdiri dekat jendela hendak menyulut rokok. Ia segera mendatangi dan merebut pemantik dari tangan Esteva. Gadis itu menggerutu, "Tolonglah, Tuan, saya perlu menenangkan perasaan saya."
"Aku kira seks menjadi solusi semua masalahmu," ujar Grisham.
"Umh, ya, itu juga, tapi Tuan baru keluar. Saya tidak mau membuat Tuan terpaksa memuaskan saya," kilah Esteva padahal ia ingin menyendiri. Ia membelakangi Grisham dan memilih menggigit-gigit ujung rokok. Ada rasa pedas pahit cengkeh dan tembakau, mengubah rasa asam dalam mulutnya.
"Baik sekali kau memikirkanku, Eva." Ia merebut rokok itu dan menjatuhkannya, lalu langsung mendekap erat gadis itu dan menciumnya tanpa sempat memberi waktu bagi Esteva untuk berpikir. "Tapi sayangnya hari ini aku sudah mengkhususkan waktu bersamamu, jadi tidak ada istilah terpaksa, sayang. Aku akan memuaskanmu seharian semalaman."
"Oh?" Esteva sedikit ragu, tetapi jika itu keinginan Grisham, ia tidak bisa membantah. Ia menikmati saja ketika pria itu mendorongnya ke ranjang dan menghenyaknya dengan gempuran bertubi- tubi dan meraih puncak berkali- kali.
Sesungguhnya, Grisham tidak tahu apa yang harus diperbuat pada piaraannya untuk mengekang nafsunya yang bi.nal. Perlukah ia mencari alat bantu untuk Esteva atau pemain pengganti yang bisa dipercaya? Sialan! Akhirnya ia harus menggunakan cara Andreas. Inilah sebabnya ia memilih tidak menikah dahulu.
Esteva terengah kelelahan, begitu juga Grisham. Sepanjang hari tanpa pakaian dan hanya saling merasuk bertunggangan. Grisham meminta makanan dibawa ke kamar dan mereka berdua makan sangat lahap saling menyuapi. Tertawa saling menggelitiki dan bertukar kecupan ringan. Grisham lega Esteva tidak terganggu lagi soal Andreas.
Hingga malam tiba, mereka bercum.bu di lantai kamar, baring bergulung-gulung di selimut. Grisham dibuat tertawa oleh cumbuan Esteva di selangka dan lehernya. Grisham memeluknya penuh kasih, sambil bersuara lembut. "Sayang, kau sungguh menyesali kelahiranmu ke dunia ini? Bagiku kau sangat luar biasa. Kau manis seperti bidadari, tetapi nakal seperti iblis liar yang mencari tumbal perjaka."
Esteva merajuk dan memilas putik d**a Grisham sehingga pria itu terkekeh sambil mengaduh. "Heheh, auuch!"
"Isshh, perumpamaan apa itu? Tuan, saya tidak sesadis itu," rengut Esteva. Ia lalu berbaring di da.da Grisham dan mendengarkan detak jantungnya. "Tuan akan selalu jadi orang spesial di hati saya. Saya akan selalu mengutamakan kesenangan Tuan."
"Tetapi kau tidak bisa menahan dirimu tidak berbuat nakal," olok Grisham.
"Katakanlah, Patuh tidak ada dalam kamus saya," kelit Esteva.
Grisham menjitak dahi gadis itu. "Bandel ya kamu! Ah, benar-benar, aku jadi tidak tahu apa yang harus kulakukan padamu, Eva. Coba tunjukkan padaku kalau kau benar ingin menyenangkanku!"
Esteva menegapkan tubuh dan mengungkung punggungnya dengan selimut. Matanya berbinar menatap Grisham. "Mari kita main ke taman tanpa mengenakan pakaian, Tuan. Saya melihat ada danau di sana. Kata Martin pemandangannya sangat bagus pada malam hari."
"Martin, ha? Baru sehari bersamanya kalian sudah berbicara banyak," ketus Grisham.
"Saya butuh teman yang sepemahaman, Tuan. Kebetulan saya dan Martin cocok."
Grisham merasa sedikit terbakar dalam dadanya. Pemuda itu harus diberi pelajaran karena telah berani mendekati Esteva. Grisham tidak ingin kalah sebagai teman sepermainan. Ia menyetujui usulan Esteva. "Baiklah, kita ke taman itu."
"Asyik!" Esteva berseru riang, penuh semangat berdiri dan menutupi tubuh dengan selimut ala kadarnya. Lalu berlari kecil keluar kamar.
"Hei, tunggu!" seru Grisham yang segera menyusul gadis itu. Grisham meraih ujung selimut Esteva dan menutupi bagian bawah pinggangnya. Sambil berdesakan, ia dan Esteva tertawa kecil mencari jalan bagai penyusup.
Terlihat pelayan dan penjaga di sudut- sudut kastel, tetapi itu tidak mengganggu mereka berdua bertingkah berkindap-kindap menuju taman danau. Para pelayan dan penjaga pura- pura tidak melihat, meskipun memantau dari sudut mata mereka.
Jonathan, asisten Grisham yang berjalan di selasar tadinya hendak bicara dengan tuannya, membatalkan hal itu karena melihat Grisham sedang sibuk bermain- main. Ia hanya mengawasi mereka hingga menghilang di taman.
Setelah melewati jejeran tanaman yang tertata rapi, Grisham dan Esteva tiba di tepi danau. Gadis itu langsung menjatuhkan selimut dan berjalan dalam kepolosan menghadap danau. Matanya berbinar-binar takjub. Cahaya bulan yang memantul di permukaan air memberi cahaya remang-remang yang syahdu. Grisham sebagai pemilik rumah, karena kesibukannya, tidak ada waktu menikmati keindahan di kediamannya sendiri. Namun, bercengkerama bersama piaraannya, memberi waktu luang itu.
"Wuaah, rindunya dengan pemandangan ini," ungkap Esteva yang biasa melihat itu di pulau-pulau terpencil atau di desa- desa yang pernah dikunjunginya.
Grisham juga berbinar-binar matanya, tetapi bukan karena pemandangan danau, melainkan karena kemolekan tubuh Esteva ketika bersanding dengan alam. Bak bidadari di taman surga, Hawa yang menggoda Adam hingga memakan buah beracun dari tangannya. Grisham menyeragamkan diri dengan kepolosan Esteva. Ia menyusul Esteva dan mendekapnya dari belakang, sebelum gadis itu masuk ke air.
"Sayang, aku khawatir ada ular atau binatang lainnya yang bisa membahayakanmu. Sebaiknya tidak usah masuk ke air," kata Grisham penuh perhatian.
"Ah, Tuan, saya tidak takut dengan semua itu." Esteva membuka dekapan Grisham. Namun, pria itu kembali merapatkan tangannya.
"Kau tidak takut, tetapi aku peduli padamu, sayang. Aku tidak ingin kau kenapa- kenapa." Ia menciumi leher dan bahu Esteva.
Tubuh Grisham terasa sangat hangat dan kecupan lembutnya membuat Esteva mendesah, "Tuan Grisham .... Sebentar saja." Esteva memaksa lepas dari Grisham lalu buru- buru berlari ke air.
"Eva!" sentak Grisham.
"Kyaaah!" Gadis itu terpekik senang dan berenang timbul tenggelam. Rambutnya basah menjadi lurus dan tubuhnya mengilap licin bagai ikan duyung.
Grisham senang gadis itu bergembira, tetapi ia juga cemas sebagai orang dewasa yang perhatian. Ia berdiri sebelah tangan berkacak pinggang. "Eva, cepatlah naik. Sudah cukup berenangnya," tegur Grisham.
Esteva tertawa gelak. Namun, tiba- tiba ia menghilang ke dalam air dan Grisham hanya sempat melihat sebelah tangan gadis itu berusaha menggapai kemudian hilang sepenuhnya. Permukaan air bergelombang sesaat yang berangsur-angsur tenang. Grisham terbelalak dan berteriak panik. "Eva! Eva! Esteva!"
Namun tidak ada jawaban. "Ah, sialan!" Grisham segera melompat terjun ke dalam air.
***
Bersambung ....