Ketua gilda tidak bisa berkata-kata. Dia tidak percaya akan mendengar permintaan membagongkan dari klien yang cukup unik di depannya. Dia pikir putri dari Perdana Menteri itu ingin merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan politik atau bahkan siasat untuk mengkhianati kekaisaran.
"Hm, ya, selain sebagai pusat informasi, gilda ini memang bisa digunakan sebagai pusat perjodohan." Keterkejutan di wajah ketua gilda itu tidak bertahan lama. Kini, dia kembali datar, seolah-olah ingin segera menyudahi permainan anak kecil.
"Aku harus memiliki tunangan sebelum kembali ke akademi. Mungkin waktuku hanya sekitar satu bulan." Canna berujar yakin.
Jika sudah kembali ke akademi, akan sulit bagi Canna mendapatkan tunangan palsu. Rumor buruk tentang Cannaria Swan yang merupakan sang antagonis sudah tersebar luas bahkan di akademi hingga kekaisaran. Dia dikenal sebagai wanita arogan dan suka mem-bully. Akankah dia bisa mendapatkan pria di sana? Sepertinya kemungkinannya hanya sekecil kuman.
"Mari kita bicarakan tentang kriteria yang kamu inginkan."
"Eum ... aku ingin pria bangsawan yang tidak punya ambisi pada gelar."
Pria yang berambisi pada gelar tentu tidak akan mudah melepaskan Canna yang seperti tambang emas. Canna adalah putri tunggal dari Perdana Menteri yang kekayaannya tidak perlu diragukan lagi. Harta dan warisan tentu akan diturunkan kepadanya. Bisa-bisa dia tidak mau membatalkan pertunangan nantinya.
"Kamu 'kan harus bertunangan dalam waktu satu bulan, menurutmu apa mungkin pria bangsawan yang tidak berambisi pada gelar setuju untuk bertunangan cepat-cepat?"
"Ehm, benar juga. Aku tidak bisa memaksanya bertunangan dengan cepat jika tidak memegang kelemahannya."
"Ada kriteria yang lain?"
"Dia tidak perlu mencintaiku. Dia juga boleh suka bermain perempuan atau memiliki kekasih. Asalkan, dia siap menjaga reputasinya sebagai tunanganku dan bersedia membatalkan pertunangan kami kapan pun yang kumau."
Canna hanya membutuhkan status sebagai tunangan palsu. Dengan begitu, dia bisa menghindari pemilihan calon Putri Mahkota dan tidak harus bersaing dengan sang karakter utama wanita. Intinya, dia harus berusaha menghindar dari pemeran utama pria bagaimana pun caranya.
"Uang, wanita, dan reputasi adalah suatu kesatuan. Itu sulit." Ketua gilda mendesah sebelum menghisap gulungan tembakau yang baru.
Canna ikut mendesah. Susah sekali menentukan kriteria yang cocok untuknya, "Kalau begitu ... bagaimana dengan pria yang nyaman?" ujarnya dengan sedikit memiringkan kepala. Dia sendiri tidak yakin dengan apa yang dia katakan.
Ketua gilda itu menautkan kedua alis, "Pria yang tidak boleh mencintaimu atau pria yang nyaman? Kalau tidak boleh mencintaimu, dia tidak boleh merasa nyaman."
Canna menarik kedua sudut bibirnya ke bawah, merasa sedih bercampur kesal. Ketua gilda itu kembali mengatakan hal yang benar.
"Ya sudah, kalau begitu pria yang baik?" kata Canna dengan memiringkan sedikit kepalanya lagi. Dia masih tidak yakin dengan apa yang dia katakan.
"Ck! Jadi maksudmu, pria yang suka bermain wanita atau pria yang baik? Mana ada pria baik yang suka bermain wanita? Apa kamu sedang bermain-main denganku sekarang?" Suara ketua gilda terdengar lebih dingin dari sebelumnya. Sepertinya dia sudah berada di ambang kewarasan.
"Apa kamu sedang memarahi klien-mu? Padahal yang kutahu di kekaisaran justru lebih ketat tentang etiket sesuai kasta. Tapi, apa-apaan tingkah lakumu ini?" Canna mencebikkan bibir.
"Lalu yang baik hati itu tepatnya yang seperti apa?" Ketua gilda itu merasa gemas.
"Hm ...." Canna berpikir beberapa saat.
Biasanya, orang yang disebut baik adalah orang yang suka membantu orang lain, rajin menabung, dan tidak sombong. Namun, yang dimaksud Canna 'baik' di sini adalah orang yang 'bodoh'. Pria bangsawan yang bersedia meminjamkan status sebagai tunangan dan siap membatalkan pertunangan kapanpun dia mau tentu saja pria yang bodoh.
'Apa aku boleh mengatakan secara blak-blakan seperti itu? Baik sama dengan bodoh begitu?' benaknya merasa agak sungkan.
Tiba-tiba, Canna melebarkan mata seolah-olah mendapat wahyu dari Tuhan, "Pria yang tampan!" cetusnya dalam keheningan dengan permintaan yang lebih membagongkan. Iya, sejak awal tujuannya datang ke gilda adalah perburuan pria tampan. Mengapa harus bertele-tele dan tidak berterus-terang?
Ketua gilda itu terdiam. Baru kali ini dia mendengar jika pria yang baik adalah pria yang tampan.
"Sejujurnya, kalau mau bertunangan dengan siapapun tidak masalah, asalkan penampilannya oke semua bisa dimaklumi. Lagipula, kita juga akan berpisah nantinya." Canna tersenyum kering.
"Jadi, tolong carikan aku pria yang tampan, ya! Ehm ... kalau bisa yang memiliki tubuh atletis dan tinggi. Pria dengan rambut hitam yang pandai memasak juga seksi. Ah! Aku juga suka pria yang wangi. Intinya, mataku harus terberkati setiap hari. Keindahan wajah adalah yang terpenting, hohoho." Canna terlanjur keceplosan dan berkali-kali menekankan tentang poin ketampanan.
"...."
Terjadi keheningan dalam waktu yang cukup lama. Ketua gilda itu hanya diam dan tidak mengatakan apapun dari mulutnya.
Namun, dalam diamnya si ketua gilda, dia berpikir jika rumor-rumor buruk yang beredar tentang Cannaria mungkin saja tidak benar. Di mana letak wanita angkuh dan kejam yang dibicarakan semua orang? Yang ada di depannya saat ini, justru sosok wanita yang ... sangat unik.
Ketua gilda itu akhirnya mengambil sebuah buku dari laci. Dia membuka lembar pertama dari buku itu lalu mendorongnya ke arah Canna.
Canna praktis menatap buku tersebut. Dia melihat beberapa foto pria beserta identitasnya yang telah terperinci seperti menu makanan yang bisa dipilih dan akan siap tersaji.
"Ini kumpulan pria-pria lajang di kekaisaran yang menurutku memiliki wajah yang lumayan," ujarnya datar.
Jemari lentik Canna mulai membolak-balik buku untuk menekuni satu persatu foto dan biodata dari para lelaki yang disuguhkan. Namun, setelah mengamati cukup lama, wajahnya seolah-olah tanpa minat karena memang tidak ada yang bisa menarik perhatiannya.
"Jika tidak ada yang membuatmu tertarik, kamu bisa menuliskan ciri-cirinya secara spesifik di buku itu sesuai standar ketampananmu. Gilda ini yang akan mencarinya."
"Ya ya!" Canna masih fokus pada bukunya.
Kemudian, dia mendengar suara mendengung dan mengepak yang tidak biasa. Canna menoleh ke arah sumber suara.
'Gila!'
Tawon besar yang terlihat lebih panjang dari jari telunjuk sedang terbang ke arahnya dan mencoba menempel di kepalanya. Sial! Dari mana tawon itu berasal? Canna sontak terlonjak kaget dan berlari ke arah ketua gilda, masih dengan buku yang terbawa.
"Awas!"
Ketua gilda itu beranjak berdiri.
Plak!
Canna tanpa sengaja menampol kepala ketua gilda dengan bukunya karena ingin memukul si tawon. Sasarannya tepat, si tawon besar itu kejang dan mati seketika.
Namun, terdengar geraman rendah dari ketua gilda yang seolah-olah sedang menahan amarah yang meningkat. Sepertinya dia mengalami depresi. Ini adalah pertama kalinya ada yang berani menampol kepalanya.
Canna merasa telah melakukan sebuah kesalahan. "Maaf, aku sangat menyesal. Aku hanya mencoba menyelamatkanmu dari sengatannya. Tapi, bidikanku sepertinya boleh juga. Tawon itu langsung mati."
Canna mencoba menatap ketua gilda. Namun, seakan belum puas dengan kepala, Canna menginjak ujung gaunnya sendiri hingga tubuhnya bersandar ke arah ketua gilda.
Tanpa diduga, tubuhnya jatuh menindih tubuh ketua gilda dalam sekejap.
Canna tertegun sejenak.
Dagu lurus pria itu menyentuh dahinya. Dan, ada adam apel yang indah tepat di depan matanya.
Canna menyentuh d**a pria itu yang keras. Otot-ototnya bisa terasa meskipun faktanya dia mengenakan kemeja yang dilapisi jubah.
Paha yang Canna rasakan di kedua kakinya juga memberinya rasa stabilitas, seolah-olah dia sedang mengendarai pelana.
Lengannya bagus dan nyaman. Aroma cendana terpancar dari tubuhnya, wangi yang begitu memabukkan dan membuat nyaman untuk terus berdekatan.
Dan yang terpenting, saat mengangkat kepala, Canna merasa terberkati karena melihat ukiran wajah yang begitu tampan dan bersinar seperti matahari, rambut hitam yang lurus dan lebat, serta mata biru yang seakan menyedot untuk masuk.
Wajah itu begitu mempesona, cerah, dan memikat. Semakin melihatnya, maka semakin terdorong untuk terus melihatnya. Semua itu terlihat jelas dan sudah tidak tersembunyi di balik penutup kepala. Sangat sia-sia menyembunyikan keindahan wajah seperti itu.
Canna seolah-olah terhipnotis dan belum kembali ke kenyataan, "Aku, sudah menemukannya."
"Menemukan apa? Segera menyingkir dari tubuhku!"
***