Time Travel

1042 Words
Tirai mata Liora terasa begitu berat untuk terbuka. Sangat berat. Dia mulai menggerakkan tubuh, tetapi tubuhnya juga tidak dapat digerakkan seolah semua sel dan susunan syarafnya mati rasa. 'Aaakkhhh!' Liora berteriak, tetapi suaranya seolah tersangkut di kerongkongan. Tidak ada suara yang bisa keluar. 'Apa yang terjadi padaku? Kenapa bisa begini? Apakah ini yang dinamakan santet?' Panik. Tentu saja. 'Siapapun tolong aku!' Liora tetap berusaha menjerit dan bergerak. Namun, usahanya masih tidak berguna. 'Evaaaa! Di mana kamu? Apa kamu yang melakukan semua ini? Apa kamu yang melakukan santet padaku? Maafkan aku atas semua dosa-dosaku, Eva! Aku tidak akan bersikap narsistik lagi!' Jeritan kepanikan itu juga sia-sia. Tiba-tiba, terdapat sebuah cahaya putih yang sangat terang. Mengerjap-ngerjap silau, Liora memendarkan pandangan dan menangkap bayangan di sebuah ruang kosong yang begitu hampa. Liora memutuskan untuk berjalan dan terus berjalan. Hingga tak lama, dia melihat sosok wanita yang sedang berdiri membelakanginya di ujung ruang hampa tersebut. Meskipun hanya dari belakang, wanita itu terlihat kacau dengan rambut kusut dan bergaun compang-camping dipenuhi bercak darah. Apakah dia hantu? 'Ah, umm ... hallo! Apa kamu bisa membantuku keluar dari sini?' “….” Tidak ada jawaban. Sungguh wanita yang misterius. 'Mengapa diam saja? Katakan sesuatu! Jangan membuatku takut!' Liora terus berbicara meskipun tidak ditanggapi. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. 'Aku bisa membantumu asal kamu bersedia melakukan sesuatu untukku.' Akhirnya terdengar jawaban. Suara yang begitu dalam dan merdu. Liora melebarkan mata, 'Apa yang harus kulakukan? Aku akan melakukan apa saja asal bisa keluar dari sini.' 'Yang harus kamu lakukan adalah menjaga keluargaku dan membiarkanku tetap hidup.' Suara merdu itu terdengar sedikit bergetar. Liora mengerutkan kening, 'Keluarga? Membiarkanmu hidup? Apa maksudnya?' Samar-samar cahaya putih yang menyilaukan mata itu meredup bersamaan dengan sosok wanita misterius yang perlahan menghilang seperti kepulan asap yang menguap. 'Tunggu dulu! Jangan pergi begitu saja! Hey! Jangan per— "LADY! SADARLAH!" Suara teriakan seorang wanita tiba-tiba terdengar mengejutkan. Tirai mata Liora sontak terbuka sempurna. Suara nyaring yang baru saja terdengar berhasil membuatnya tersadar. Liora merasa jiwanya seperti terhempas dengan kuat. Sangat kuat. Beranjak duduk dari tidur, dia memegangi kepalanya yang terasa berdenyut pening. Ekor matanya kemudian melirik dan mengedar ke sekeliling. Kerutan di dahinya timbul semakin dalam. "Aku ... di mana?" Pemandangan pertama yang Liora dapatkan adalah sebuah langit-langit dengan ukiran artistik yang begitu detail dan berseni tinggi. Ranjang klasik yang berbeda dengan ranjang di kamarnya yang berdesain modern dan penuh teknologi canggih. Ada pilar di setiap sudut ranjang yang tersampir sebuah tirai putih transparan. Tirai putih itu sedikit berkibar dengan gemulai akibat ulah angin yang menerobos masuk melalui jendela. Sementara jendela di kamar itu bergaya victoria klasik yang menjulang tinggi. Semua furniture dan bangunan di sekitarnya seperti kamar seorang Putri yang ada di negeri dongeng. Dilihat dari sedotan pun tempat ini bukanlah kamar Liora. Ekor mata Liora beralih pada seorang wanita yang sebelumnya berteriak dan membangunkannya. Wanita itu berpakaian maid yang sedang terlihat begitu khawatir. "Syukurlah Lady sudah sadar setelah mengigau cukup lama," ucap wanita itu dengan mata berkaca-kaca. "Apa maksudnya?" Liora kembali mengerutkan kening. "Bagaimana bisa aku tiba-tiba ada di sini? Dan juga, siapa kamu?" cecarnya penuh waspada. Bergeming. Wanita itu terdiam sejenak. Bibirnya yang tertutup rapat perlahan terbuka. "Saya Emma, pelayan Anda, Lady. Apa Anda sungguh tidak mengingat saya? Sepertinya ada yang salah dengan kepala Anda usai tenggelam." "Ha? Tenggelam? Jangan bercanda! Aku sama sekali tidak mengerti maksudmu." Liora benar-benar dibuat frustrasi dengan berbagai kondisi irasional yang terjadi. Liora sangat yakin jika sebelumnya berada di dalam mobil hingga mungkin telah terjadi kecelakaan padanya. Lalu bagaimana dia tiba-tiba berada di sini? Terlebih, tenggelam? Dia sama sekali tidak ingat jika jalanan yang dia lewati terdapat sungai. Semua yang terjadi saat ini sungguh tidak masuk akal. "Ladyyyy!" Emma tiba-tiba berteriak dan menangis dengan keras. "Hentikan! Kenapa kamu yang menangis? Seharusnya aku yang menangis." Liora merasa semakin bingung. Meskipun dia tetap terlihat tenang dan tidak se-histeris Emma, tetapi suaranya terdengar bergetar. Tentu dia juga takut dan panik bukan main. "Saya yakin masalah di kepala Anda benar-benar serius, Lady. Saya akan memanggil Tuan dan Nyonya." Liora membeku di tempat dan mulai bertanya-tanya, "Kegilaan macam apa ini? Bukankah sebelumnya aku berada di dalam mobil sebelum melihat truk yang menabrak mobilku? Apa aku sudah mati dan ini yang dinamakan surga?” monolognya masih tidak percaya. Jika dibilang syuting, di mana pun terlihat tidak ada kamera. Jika dibilang mimpi, anehnya semua terasa begitu nyata. Liora bahkan tidak mengenal siapa wanita yang mengaku sebagai Emma si pelayan tersebut. Dan, yang terpenting, tubuhnya sama sekali tidak terasa sakit mengingat telah terjadi kecelakaan hebat padanya. BRAKH! Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka. Terlihat seorang wanita berusia sekitar separuh abad yang masih terlihat cantik dan anggun, pria berkumis melengkung yang juga berusia separuh abad dan terlihat kekar, serta Emma si pelayan yang berdiri di belakang mereka. "Oh, Putriku! Kamu benar-benar sudah sadar, Sayangku!" Wanita itu tiba-tiba memeluk Liora dengan erat. "Maafkan kami datang terlambat, My Love." Pria berkumis itu ikut mengelus pucuk rambut Liora dengan tatapan sayu. Liora yang sejak awal bingung menjadi semakin bingung. Tubuhnya membeku dan tidak bergerak sedikitpun. Putriku? Seingatnya, kedua orangtuanya sudah wafat puluhan tahun yang lalu, sejak dia masih kecil. "Apakah kita sedang syuting?" Liora bertanya dengan hati-hati. "Syuting? Apa itu syuting, My Love?" Pria berkumis itu bertanya dengan wajah polos dan tatapan mata yang masih sayu. "Kami tidak tahu apa itu syuting, yang kami tahu hanya kepiting. Apa kamu ingin makan kepiting, Sayangku? Emma akan membuatkan yang paling lezat." Kini wanita cantik dan anggun itu yang berbicara dengan tatapan khawatir. Liora terdiam dengan pikiran yang rumit. Wajar jika dia masih tidak percaya dengan situasi irasional yang terjadi kepadanya. Dia merasa seolah-olah memainkan peran yang familiar, yang mana seseorang yang tiba-tiba masuk ke dunia asing dan biasa disebut dengan isekai. Ayolah, itu hal yang sangat tidak mungkin terjadi di dunia nyata. "Sebentar, apa Anda sungguh tidak mengingat kami, Lady?" Emma bertanya dengan wajah panik. Liora kembali terdiam sebelum menggeleng perlahan, "Aku tidak tahu siapa kalian." Emma praktis menangis dengan keras. Pun wanita separuh abad yang cantik dan anggun itu juga ikut menangis. Namun, suara tangisan mereka terkalahkan dengan tangisan pria berkumis melengkung yang begitu melengking. "Oh, My Love, bagaimana kamu bisa melupakan kami? Terlebih ayahmu yang imut ini. Ini tidak boleh terjadi. Cepat panggil dokter keluarga, Emma!" Pria berkumis itu berseru. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD