Bab 5

969 Words
Grayson menyesap anggurnya, tetapi nyaris tidak menyentuh makan malamnya, sama sekali tidak berselera untuk menghadapi ayahnya. Namun, rasanya dia bisa saja mengabaikannya. Sejak insiden tersebut, dia belum sempat bertemu ayahnya, dan ayahnya nyaris mengamuk untuk memintanya berkunjung ke kastel. Ini adalah makan malam keluarga pertama mereka setelah sekian lama. Sayang rasanya jika harus berlangsung seperti ini. Grayson merindukan hari-hari ketika ibunya masih hidup. Dulu, tidak peduli apa pun yang terjadi mereka akan selalu makan malam bersama. Akan tetapi, setelah ibunya meninggal karena kanker, makan malam keluarga mereka tidak pernah lagi sama. Saat dunia mereka sepenuhnya berubah, Grayson baru berusia sepuluh tahun dan Xavier delapan tahun. Setelah ibunya meninggal, ayah mereka menjadi keras, tidak lagi santai dan ceria seperti saat istrinya masih hidup. Dalam sekejap dia pun menjadi menjauh dan memperlakukan keluarganya seolah-olah urusan bisnis, bukannya keluarga sesungguhnya. Untungnya, Grayson dan Xavier tetap akrab selama bertahun-tahun. Kalau mengingat kembali masa itu, rasanya sulit untuk dipercaya bahwa mereka berhasil melaluinya. Namun, kekosongan yang tercipta karena ibu mereka masih terasa nyata, meski mereka kini sudah tumbuh dewasa. "Akhirnya jalang itu pergi juga!" seru Raja Maxwell. "Sudah waktunya kau mengusirnya." Grayson menghela napas. "Ayah, bisakah kita tidak membahasnya lagi?" "Yang kau perlukan adalah seorang istri yang baik dari Estrea!" sang Raja hendak meminum anggurnya, tetapi malah menggunakan gelas itu untuk menunjuk ke arah kedua putranya. "Kalian berdua! Segeralah menikah! Cari wanita Estrea yang baik!" Dia menyesap minumannya, meletakkan gelasnya, dan menatap mata mereka. "Kalian berdua bertanggung jawab untuk memiliki anak dan meneruskan garis keturunan, paham?" "Ayah, aku gay." Xavier menghela napas. Ayahnya mengamatinya sesaat sebelum menjawab, "Itu ... seharusnya tidak menghalangimu untuk tetap memperistri seseorang! Lakukan kewajibanmu untuk negeri ini!" "Kami sudah sangat memahami kewajiban kami." Xavier menghempaskan serbetnya. "Dan aku tidak akan memperistri siapa pun hanya untuk membuat ayah senang." Ayah mereka menghantamkan kepalan tangannya ke atas meja. "Kau harus melakukannya!" "Tidak akan," balas Xavier dengan tenang, lalu dia bangkit dari meja, meletakkan serbet di atas piringnya. "Kalau boleh sekarang, permisi." Setelah itu, dia berjalan keluar. "Kau tidak boleh pergi saat aku sedang berbicara padamu!" seru sang Raja. Xavier kembali berjalan masuk. "Hanya itu yang kau lakukan, Yah! Kau berbicara pada kami! Atau, lebih tepatnya menceramahi! Kau tidak pernah mendengar." "Menemukan seseorang itu mudah. Tapi, jatuh cinta cukuplah sulit," potong Grayson, berusaha meringankan tekanan pada Xavier. Sang Raja mengembuskan napas. "Siapa yang membahas soal cinta di sini? Kau pikir para leluhurmu menanti hingga cinta menghampiri mereka sebelum menikah? Tidak! Mereka menikah dengan istri yang sesuai, melahirkan garis keturunan, dengan begitu keluarga kita terus berlangsung." Grayson mengangkat gelas anggurnya ke arah Xavier. "Sebuah bukti nyata keberadaan cinta." Xavier menyeringai dan kembali duduk. Kepala sang Raja terangkat cepat. "Grayson, ini bukan lelucon! Masa depan Estrea sedang dipertaruhkan!" Grayson meletakkan gelasnya lebih keras daripada seharusnya. "Ayah, tidak ada yang sedang bercanda di sini." Ayah mereka menatapnya dan Xavier bergantian, dan mengamati mereka. "Kalau begitu, beri tahu aku, apa yang sudah kalian usahakan untuk melanjutkan silsilah keluarga kita?" "Soal itu, baru-baru ini aku mulai berkencan dengan seseorang," Grayson berbohong. Semua orang berhenti makan dan keheningan menyelimuti seisi ruangan. Bahkan Maryellen dan Rachelle, pelayan mereka, terpaku saat menatap ke arahnya. Grayson mengabaikan mereka. Ayahnya akhirnya kembali tenang. "Baguslah! Apa dia seorang wanita Estrea yang baik?" Raja Maxwell terus bersikeras bahwa calon istri putranya haruslah seorang Estrea, hingga rasanya kuping Grayson bisa berdarah mendengarnya. Hingga titik ini, Grayson sudah tidak lagi peduli apakah calon pengantinnya adalah orang Estrea ataukah berasal dari Mars. "Ayah, aku muak membuat kehidupan cinta kami menjadi pusat diskusi makan malam ini." Grayson bangkit dan menegak habis sisa anggurnya. "Karena itu, aku akan pergi." "Nak, maaf kalau aku sudah terlalu keras. Tetapi, dengan semua yang sudah terjadi dan masalah dengan Marcus ... ya ...." Ekspresi sang Raja melembut. "Kumohon. Tetaplah tinggal. Kau belum menyentuh makan malammu sama sekali." Grayson menghela napas dan menepuk pundak ayahnya. "Lain kali. Selamat malam, Yah." Sebelum ayahnya bisa mengatakan hal lain, Grayson sudah melangkah tegas keluar pintu dan tidak berhenti hingga dia sudah berada di luar. "Biarkan aku mengantarmu pulang. Kau sudah minum terlalu banyak." Grayson berbalik dan menemukan Xavier mengikutinya keluar. "Kau pun sudah minum banyak." Xavier menggeleng. "Tidak. Aku hanya minum satu gelas sepanjang malam." Grayson menghela napas. "Terserah." Dengan begini, mereka pun bisa sekalian mengobrol. "Kita naik mobilku." Xavier menekan tombol buka kunci dan mobil Corvette antiknya berbunyi pelan. "Kau bisa kembali dan mengambil mobilmu besok." Grayson mengangguk dan mengalah tanpa protes. Selagi mereka berkendara menuju rumah milik Grayson di kawasan elite, pria itu menatap pepohonan yang mereka lintasi. "Xavier, maaf soal Dima yang sudah membongkar rahasiamu. Dia boleh saja menyerangku, tetapi seharusnya dia tidak menarikmu ke dalam masalah ini." Xavier mengangkat bahu. "Kurasa ayah pun sudah tahu sejak awal." Dia melirik ke arah Grayson dan tersenyum. "Lagi pula, setidaknya itu membuatku tidak harus lagi mengadakan konferensi pers." Grayson terkekeh. Tidak peduli apa pun yang terjadi, Xavier masih bisa menemukan sisi positif dalam segala hal. Grayson hanya berharap Xavier bisa tetap berpandangan seperti itu seterusnya. *** "Kau ingin masuk untuk minum?" tanya Grayson pada Xavier saat dia menghentikan mobil di depan rumah Grayson di kawasan elite sesaat kemudian. Xavier menyeringai. "Tidak, aku menyetir." Dia menatap mata Grayson. "Apa kau akan baik-baik saja?" Grayson menepuk bahu Xavier. "Ya, terima kasih." Dia mengangkat alis. "Kau?" Xavier tersenyum. "Sama." Grayson tersenyum. "Ya, begitulah." Dia menarik adiknya ke dalam pelukan dan melepaskannya. "Hati-hati saat menyetir pulang." Xavier tersenyum. "Tentu saja." Grayson beranjak keluar mobil, tetapi sebelum dia menutup pintu, Xavier menambahkan, "Kau harus memberitahuku soal gadis misteriusmu suatu hari!" Grayson tertawa, tahu adiknya mungkin sudah mencurigai bahwa tidak ada "gadis misterius" ini sama sekali. "Nanti saja. Nanti." Grayson menutup pintu dan Xavier mengangguk ke arahnya dan menjalankan mobil untuk pulang ke rumah. Dalam perjalanan naik tangganya, Grayson mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor AmericanMate. Tidak ada waktu yang lebih baik dari sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD