Meskipun Grayson tidak ingin keluar pada malam berikutnya, Carlton mengadakan pesta dan Grayson harus menghadirinya. Namun, Grayson telah berjanji untuk datang agar tampak hadir kemudian pergi. Jika bukan Carlton yang mengadakan pesta, Grayson bahkan tidak akan berpikir untuk menghadirinya. Grayson dan Carlton sudah berteman lama dan Grayson tidak ingin mengecewakannya, bahkan dengan apa yang sedang terjadi dalam hidupnya.
Grayson menghabiskan seharian untuk meyakinkan ayahnya bahwa dia tidak memukuli Dima, bahkan tidak menyentuhnya, kemudian Grayson memaparkan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, kini Grayson sudah tidak peduli lagi dengan apa yang dipikirkan ayahnya. Toh Grayson tidak menjalani hidup demi ayahnya, bahkan meskipun ayahnya seorang Raja. Grayson tidak pernah mengindahkan kehendak ayahnya dan dia tidak berniat untuk memulainya sekarang. Namun, Grayson setuju memang sudah waktunya dia menikah.
Grayson sudah muak dengan drama keluarga dan mantan tunangan. Setelah ini, Grayson mendambakan kehidupan normal. Sebelumnya, dia benci dengan "normal", tetapi sekarang, kehidupan normal terdengar menggiurkan.
Carlton menepuk punggung Grayson kemudian meremas pundaknya saat Grayson berada di bar. "Ayolah, Kawan. Buang wajah murungmu! Lupakan saja j* lang itu dan ayo bersenang-senang."
"Jangan panggil dia begitu." Meskipun Dima telah melakukan hal yang tidak terpuji, Grayson tidak akan berlaku sama seperti wanita itu.
Carlton menatap Grayson sejenak lalu berkata, "Ikut aku." Dia berjalan, berharap agar Grayson mengikutinya.
Grayson sedang tidak ingin menanggapi tingkah Carlton dan tergoda untuk segera keluar, tetapi Grayson meminum scotch-nya lalu mengikuti Carlton.
Carlton berhenti di suatu ruang dan dua wanita cantik dengan rambut panjang berwarna gelap merangkul dirinya. "Yang kau perlukan, Kawan, adalah melupakannya sejenak."
"Serius?" Grayson memutar bola mata sambil mengibaskan tangannya untuk menolak. "Aku pulang."
"Tidak secepat itu." Carlton menepuk b****g salah satu wanita. "Nona-nona, beri kami waktu sendiri. Oke?"
Wanita lainnya membelai pipi hingga d**a Carlton dengan ujung jari. "Apa pun yang kau mau," katanya menggoda kemudian keluar. Wanita lainnya ikut keluar. Kemudian dia berbalik dan meniupkan ciuman jarak jauh kepada Grayson.
"Kau kadang keterlaluan!" Grayson berputar menghadap temannya setelah para wanita sudah jauh. "Dengan apa yang sedang terjadi di hidupku, kau malah bertingkah seperti ini?" Grayson melambaikan tangan ke arah para wanita sebelumnya.
"Hei! Santai!" Carlton berjalan memasuki bar, mengambil sebuah botol dari rak, berikut dengan dua gelas pendek, kemudian mulai menuangkannya. "Aku hanya menyarankan agar kau bersantai dan bersenang-senang." Carlton mendorong satu gelas ke arah Grayson.
Grayson mengambilnya kemudian mengenyakkan tubuhnya ke salah satu kursi klub. "Rasanya aku sudah cukup dengan kesenangan semacam itu."
Carlton membawa minumannya berikut dengan botolnya lalu duduk di seberang Grayson. "Aku tahu apa yang kau butuhkan—"
Grayson menyeringai. "Astaga, ini lagi—"
"Perawan!" Carlton tersenyum lebar.
"Yang benar saja! Aku tidak butuh yang seperti itu." Grayson menenggak minumannya dan bergegas keluar, tetapi Carlton menghalanginya.
"Tunggu, tunggu! Dengarkan dulu!"
Grayson diam dan mengangkat alisnya.
Carlton mendekat. "Ada situs yang aku tahu, Snow White Escort, mereka khusus menyediakan perawan."
Grayson menggeleng. "Lupakan saja. Setelah apa yang Dima lakukan, aku sudah muak." Grayson kembali beranjak pergi, tetapi Carlton menangkap tangannya. Grayson menatap tangan pria itu, mengisyaratkan agar Carlton melepaskan tangannya ... sekarang. Meski Grayson sering kali menilai Carlton orang yang jenaka, sekarang dia sama sekali tidak berpendapat begitu.
Carlton melepaskan tangannya. "Hei! Kalau kau mencari yang serius ... seperti istri ...." Carlton tampak meringis. "Kenapa kau tidak coba AmericanMate atau AnastasiaDate? Ada juga situs lain, yang menawarkan wanita Spanyol, Asia, India ... apa pun yang kau mau."
"Aku tidak berminat dengan hubungan satu malam atau prostitusi."
"Bukan, Kawan! Tidak seperti itu!" Carlton mencondongkan badannya ke depan. "Ini adalah broker pernikahan ternama. Semuanya sah."
Grayson mengangkat alis. "Seperti layanan kencan?"
Carlton tertawa. "Seperti layanan kencan, tapi lebih hebat lagi." Carlton beringsut ke tepi kursinya. "Maksudku adalah pengantin modern yang langsung dikirim sesuai pesanan."
"Pengantin yang dikirim sesuai pesanan?" Grayson bertanya kebingungan. "Aku tidak tahu ternyata mereka masih ada."
"Sekarang mereka dikenal sebagai broker pernikahan internasional. Tapi, intinya, iya." Carlton mengangkat bahu. "Setidaknya kau tidak perlu khawatir mencari seseorang yang cocok. Mereka yang akan mengaturnya untukmu." Carlton menyikut bahu Grayson. "Kau hanya perlu memutuskan mana yang kau mau." Carlton kembali menuangkan minuman dan baru akan menuangkan satu lagi untuk Grayson, tetapi Grayson menolaknya. Carlton kembali duduk. "Tingkat kesuksesan mereka tinggi."
Grayson berdiri. "Ah, setelah Dima, aku tidak ingin berkencan dulu."
"Siapa yang bilang berkencan? Aku sedang membicarakan pernikahan." Carlton ikut berdiri. "Coba pikirkan dulu. Mungkin saja ini adalah jawaban yang kau cari."
Grayson menyeringai. "Kau beralih profesi? Jadi anggota rekrutmen mereka?"
"Tentu saja tidak." Carlton menggelengkan kepalanya. "Banyak sekali yang bisa aku gapai, kau tidak akan melihatku berada di altar pernikahan secepat itu."
"Tahu tidak? Kau membuatku meragukan pertemanan kita," kata Grayson datar. Meski bercanda, dia juga setengah serius. Saat muda, mereka memang banyak berpetualang bersama, tetapi gaya hidup seperti itu sudah tidak menarik lagi sekarang. Jelas bagi Grayson bahwa dirinya sudah tidak berada di tempat yang sama dengan temannya.
Carlton tertawa. "Kau menyayangiku. Dan tidak bisa tanpa bertahan tanpa aku."
Grayson menggelengkan kepalanya. "Yang benar saja." Grayson berjalan menuju pintu. "Sampai nanti," katanya dari balik bahunya ketika dia berjalan keluar.
Grayson melewati wanita-wanita itu dan hadirin pesta lainnya, yang setengahnya tidak dia kenal, lalu menuju Mercedes miliknya. Meski Carlton jelas tidak waras dengan gagasan tercelanya, gagasan kemungkinan mendapatkan istri tersebut menetap dalam pikiran Grayson.
Grayson menyingkirkan pikiran itu dari benaknya ketika dia mengemudi pulang, tetapi kemungkinan itu terus kembali. Hubungan satu malam adalah hal terakhir yang dia inginkan, tetapi mendapatkan seorang istri adalah cerita lain.