CHAPTER 1: Pelayan Baru Keluarga Fatwa

1500 Words
Suara riuh terdengar dari balik aula besar, semua orang telah berkumpul dengan pakaian terbaik mereka. Sambutan pertama telah selesai disampaikan oleh orang terbesar pada tahun ini dengan jabatan teratas dan memiliki harta kekayaan sebanyak 800 triliun yang tidak pernah berkurang dari tahun ke tahun. "Wah, hebat sekali Pak Wijaya, tahun ini akumulasi pendapatan perusahaan Tirta sangat melesat." "Jangan berlebihan Pak Giant. Semua juga berkat kerjasama kita semua." ucap pria yang bernama Wijaya dengan rendah hati memeluk erat pinggang wanita disampingnya. "Iya Pak Wijaya, semoga kerjasama kita selanjutnya bisa semakin tinggi dan tidak ada yang bisa mengalahkan kekayaan keluarga Fatwa." Semua orang disana terlihat bergembira atas perayaan besar karena perusahaan Group Tirta yang mendapatkan posisi kedua di dunia sebagai mitra internasional petinggi dengan orang-orang berkompetisi didalamnya. Sebagai pemimpin perusahaan, Wijaya Fatwa tentu saja menjadi contoh bagi seluruh investor dan semua orang, mereka juga tahu kehidupannya, pria matang yang memiliki istri cantik dan satu orang anak perempuan. Kelahiran anaknya pun baru dirayakan pada hari ini, dihadapan seluruh tamu Wijaya memperkenalkan istri beserta anaknya dengan penuh bangga. Seluruh kegiatan perayaan telah selesai diadakan, kini pasangan tersebut berada dikamar bersama anak mereka. "Bagaimana penampilanku tadi, apa sangat keren?" tanya pria yang sambil menyingkirkan anak rambut, melampirkan pada daun telinga wanita didepannya. "Kau selalu membuatku terkesan. Wijaya, jangan lupakan pembagian untukku." "Kau memang istri yang cerdas. Asal kau tetap berada di sisiku jangan khawatirkan tentang biaya hidupmu, aku akan memenuhi sebanyak yang kau mau." "Terima kasih, Wijaya. Suamiku.." Kedua bibir mereka saling bertemu, menghiraukan tangisan bayi yang berada dikamar itu dan melanjutkan kegiatan mereka. Sudah malam hari, Wijaya mengambil jubah mandi dan mengerutkan keningnya saat mendengar suara gaduh dari lantai bawah. Langkahnya keluar dari kamar, menuruni anak tangga, Wijaya menghampiri istri dan beberapa pelayan yang berdiri didepannya. "Ada apa? jangan sampai anakku bangun karena keributan kalian." tegas Wijaya memperingatkan. "Wijaya, apa kau yang mengirim pelayan baru ke rumah kita?" Wijaya menatap seorang wanita yang duduk bersimpuh dibelakang, membuka jalan mendekati wanita tersebut. "Siapa namamu?" tanya Wijaya menatap lama wajah wanita itu. "Rania. Maaf Tuan, saya diutus oleh ayah Tuan untuk membantu pekerjaan di rumah ini." Rania menundukkan kepalanya. "Ayah, tunggu disini." Wijaya berlalu pergi membawa serta istrinya untuk naik ke atas kamar. "Jadi kau mau dia bekerja disini?" "Lalu kau mau bagaimana? ini perintah dari ayah, kau mau dia mencabut namamu dari warisan." "Wijaya, sudah banyak pelayan di rumah ini. Ditambah lagi satu, bisa-bisa rumah ini penuh dengan pelayan." "Terserah katamu. Mulai hari ini pelayan itu harus bekerja, suruh apa saja, mengasuh anak kita, memasak, membantu mencabut rumput kau atur saja. Tapi jangan sampai menggangguku." Wijaya membalikkan badannya dan masuk kedalam kamar mandi. "Rania, kau diterima kerja. Ada beberapa peraturan yang harus kau tahu di rumah ini. Jangan sampai melewati batas atau kau akan tahu akibatnya." "Terima kasih Nyonya, terima kasih." "Sudah-sudah. Dara, bawa dia ke kamarnya." "Baik Nyonya. Ayo, Rania." Rania mengikuti Dara, mereka sama-sama berjalan menuju kamar yang memang dikhususkan untuk pelayan perempuan, tepatnya dibelakang rumah besar kediaman Wijaya. "Ini tempat tinggal kita, mansion mini yang Tuan berikan untuk tempat pelayan perempuan seperti kita beristirahat." jelas Dara membuka pintu kamar memperlihatkan kepada Rania. "Terlihat cukup bagus. Dara, kau sebagai apa?" "Aku pelayan biasa, tugasku tidak jauh dari memasak di dapur, ada ketua pelayan perempuan tapi tadi dia sedang keluar nanti aku kenalkan padamu." Rania tersenyum menganggukkan kepalanya. "Ini, seragam untukmu. Cepatlah berganti aku akan menunggu diluar." Dara menyerahkan kepada Rania sebuah baju atasan dan rok mini berwarna merah hitam dengan lapisan pita dibelakang bajunya. Sebenarnya Rania tidak nyaman dengan pakaian ketat seperti itu, apalagi sangat menggambarkan lekuk tubuhnya. Namun apa boleh buat demi dia bertahan hidup kedepannya. "Wow, kau sangat cantik Rania. Kenapa memilih bekerja sebagai pelayan, harusnya dengan wajah cantik dan tubuh seksi itu kamu bisa mendapatkan laki-laki kaya raya, seperti Tuan kita contohnya." Rania terbatuk-batuk mendengar ucapan Dara diakhir, mengatakan dirinya baik-baik saja Rania lalu pamit untuk ke toilet sebentar dan akan menyusul Dara. Rania menatap dirinya yang ada di cermin, merapikan rambutnya dengan mengikat ke atas membiarkan leher jenjangnya terlihat, ia menyisakan satu helai rambut kesamping agar terlihat manis. "Permainan akan dimulai." --- "Dimana pelayan baru itu? hari pertama kerja sudah telat." seru ketua pelayan perempuan saat seluruh pelayan sudah berkumpul di halaman belakang rumah. "Tadi bersama saya, tapi kami berpisah karena Rania ke toilet." Dara maju ke depan dan menundukkan kepalanya menghadap ketua pelayan. "Cepat susul dia, jangan sampai gara-gara dia Nyonya marah Karena kita belum memulai kerja." "Baik." Dara keluar dari barisan, berlari dengan cepat menuju kamar mandi. Saat di depan toilet Rania yang juga sudah selesai dan melihat Dara berjalan menghampirinya. "Rania, ayo kita sudah terlambat. Ibu ketua sudah marah, akan sulit bagimu kalau dia sampai marah." Dara menarik tangan Rania membawa langkah mereka berlari kembali ke halaman. "Dara, kembali ke barisan. Dan kau, berdiri didepan." Rania mengikuti ucapan wanita yang disebut sebagai ketua pelayan itu, menurut Rania dengan usianya sekarang wanita itu tidak bertahan lebih lama jika selalu menggunakan urat leher jika berbicara. "Maafkan saya Ibu. Saya telat." "Sudah tahu telat, kenapa tidak bergerak cepat. Tugasmu hari ini membersihkan kolam renang, mengganti semua seprei yang ada di seluruh kamar, dan menyiapkan makan malam untuk Tuan dan Nyonya. Satu lagi, semua makanan yang Tuan dan Nyonya suka ada di dapur, jangan memasak selain daftar makanan disana. Apa kau mengerti?" "Baik. Saya mengerti ibu." "Bagus kalau begitu. Yang lain, tetap bekerja sesuai posisi masing-masing dan ingat jangan melewati batas apalagi sampai masuk ke kamar Tuan dan Nyonya jika tidak memiliki kepentingan." "Baik Ibu..!" "Ayo bekerja. Kau, peralatan untuk membersihkan kolam renang ada di gudang belakang." Rania mengangguk saja. Sepertinya wanita itu sangat ketara sekali menunjukkan ketidaksukaannya pada Rania, terlihat pekerjaan yang diberikan sangat melebihi beban kerja Rania. "Rania kau tidak apa-apa. Jika berat aku bisa membantu, tapi setelah aku menyelesaikan pekerjaanku." ucap Dara mendekati Rania. "Kau akan mendapat masalah, Dara. Aku yakin bisa melakukan sendiri, tenang saja. Aku sudah terlatih." Rania memukul lengan atasnya yang ia bentuk seperti otot. Dara lalu tertawa mengangguk percaya. Semua pelayan bekerja sesuai pekerjaan masing-masing. Begitupun dengan Rania yang saat ini sedang mengambil daun-daun yang terjatuh di air kolam renang. Dikarenakan tangannya yang pendek, Rania kesusahan saat hendak mengambil daun yang berada ditengah kolam. "Bagaimana ini, apa aku terjun saja." ucap Rania, pusing memikirkan, ia lalu melepaskan baju dan roknya meninggalkan pakaian dalam transparan yang melekat ditubuhnya. Rania melompat ke dalam kolam, setelah mendapatkan daun ditangannya, Rania terkejut saat melihat seorang pria memperhatikan dirinya dari atas balkon kamar. Rania mengenal wajah itu, sejak ia menginjakkan kaki ke dalam rumah tadi dan melihat rupa laki-laki yang sangat dia ingat, rasa kebencian yang ada pada hatinya sangat besar, namun Rania tidak akan membuat usahanya sia-sia, saat ini biarkan dia bermain selagi laki-laki itu tidak mengenalinya ditambah wajah yang dulunya sudah ia buang, dengan wajah yang baru Rania bisa menyelesaikan hasratnya untuk membalas perbuatan laki-laki itu padanya dulu. "Rania, kau kenapa?" Dara tiba dengan langkah tergesa menghampiri Rania, membantu Rania untuk naik ke atas kolam. "Ini, pakai handuk. Kau tercebur, tapi pakaianmu.." "Tidak. Aku yang menceburkan diri, karena aku tidak sampai menjangkau daun ini." Rania tersenyum lebar menunjukkan daun ditangannya pada Dara. Dara yang mengetahui hal itu lantas mengembuskan nafasnya. "Pakai kembali bajumu, di rumah ini yang bekerja bukan perempuan saja, ada pelayan laki-laki juga. Kau tidak mau badanmu yang bagus ini menjadi hasrat laki-laki untuk menuntaskan nafsu mereka kan." Rania menganggukkan kepala. Mengambil baju dan roknya, ia berjalan menuju toilet untuk memakai bajunya kembali. "Rania, cepat siapkan makan malam lebih cepat karena malam ini Tuan kedatangan tamu." seru kepala pelayan pada Rania yang baru datang dari memasang seprei kasur dikamar. "Baiklah." "Ingat, masak yang Tuan dan Nyonya suka. Dara akan membantumu tapi yang menyiapkan dimeja makan tetap kamu." "Iya, baik Ibu." Di dapur sekarang Rania dan Dara sedang bekerjasama menyelesaikan masakan mereka. Rania yang sedang menyusun buah di piring dan Dara yang menuangkan minuman di gelas. "Rania, kau belum menjawab aku." "Tentang apa?" "Kenapa kau memilih menjadi pelayan?" Rania menghentikan tangannya menyusun buah, beralih menatap pada Dara dan tersenyum kemudian. "Kalau dirimu apa ada alasannya? kau juga bekerja sebagai pelayan." "Aku, tentu saja karena uang. Mana ada zaman sekarang pelayan digaji 500 juta perbulan, hanya disini saja aku bisa menabung dan membiayai sekolah adikku." ucap Dara. "Kalau begitu kita sama saja. Aku ingin mendapatkan uang banyak, jadi aku memilih menjadi pelayan disini." "Berarti kita sama saja, sama-sama mata duitan." Dara tertawa kemudian membuat Rania ikut tertawa. Selanjutnya mereka melanjutkan pekerjaan hingga semua makanan siap untuk dihidangkan. "Kau yakin bisa menyiapkan sendiri makanan ini? biar aku bantu." "Ibu kepala sudah bilang tadi, aku sangat berterima kasih karena kau mau membantuku memasak, tidak apa-apa hanya menyiapkan saja tidak masalah, aku bisa melakukannya sendiri." "Kau benar-benar wanita yang tangguh, Rania. Kalau begitu aku kembali ke mansion duluan ya, jika kau bekerja sangat bagus Tuan dan Nyonya yang melihat itu pasti akan memberikan bonus padamu." Rania hanya mengangguk. Menghembuskan nafasnya, ia menatap semua makanan yang ada dihadapannya itu bersama kepalan tangannya. "Makan malam ini akan menjadi sangat sempurna, Wijaya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD