TIGA

1014 Words
TIGA MAAF BANYAK TYPO Pian turun dari ranjang sepelan mungkin, dan sangat hati-hati. Bahkan Pian juga menahan nafasnya kuat saat ini. Pian takut iblis kecil yang sangat di sayanginya dan di cintainya itu bangun. Bisa runyam kalau anaknya terbangun lagi. Mulutnya hampir berbusa karena Rangga merengek ingin dibacakan dongeng olehnya. Mulutnya terasa kaku juga, sumpah... karena hampir dua ratus lembar halaman cerita ia bacakan sampai anaknya terlelap dengan damai. Anaknya begitu benci, dan jail padanya. Ini bukan salah anaknya tapi salah dirinya yang pengecut, dan rasa gengsinya yang tinggi. Anaknya ingin bertemu dengan kakek, dan neneknya, anaknya ingin jalan- jalan bertiga dengan normal dalam artian ia, dan Shasa bisa pergi kemana saja dengan bebas tanpa ada masker yang menutupi wajah mereka berdua, bahkan Rangga sesekali di paksa agar memakai masker agar orang-orang tidak mengenali mereka. Anaknya juga sangat suka bermain ditempat keramaian dan jalan-jalan di mall terumata di mall epicentrum, tapi di wilayah sana, sangat dekat dengan rumah kedua orang tuanya, bisa runyam kalau sampai ia ketahuan. Harga dirinya akan jatuh serendah-rendahnya di depan kedua orang tuanya. Menyeramkan apabila hal itu terjadi. Tidak! Ia belum siap untuk itu. Waktu masih panjang, nanti saja, tunggu dia siap dengan matang untuk mempublikasikan pernikahannya dengan adik angkatnya. Anaknya, dan isterinya tidak akan bisa lepas darinya. Shasa tidak memiliki modal untuk lepas dari jeratnya. Yang pastinya Shasa akan tetap sabar dulu menjafi istri secretnya. "Mau pamit dulu, tapi Sha, tidur."Pian melirik kearah nakas, pukul empat sore. Matanya melebar melihatnya, pasti mamanya akan mengomel panjang lebar nanti, belum lagi omelan papanya yang pedas karena membuat mamanya marah dan menunggu di kantornya sana. Dan pasti mama dan papanya bahkan sudah balik dari kantornya. Iya kan? "Nggak usah pamit."Bisiknya pelan. Pada akhirnya. Pian memutari ranjang untuk menghampiri Shasa. Dikecupnya penuh sayang kening Shasa dengan gumaman permohonan maaf karena ia tidak bisa menginap malam ini. Dan jelas, ia ingkar janji lagi sama anaknya. Sama Shasa juga. Dan Setelah laki-laki itu merasa puas menciumi kening isterinya, segera ia berjalan menuju anaknya yang terlelap dengan jempol tangan yang berada dalam mulutnya, persis dirinya sewaktu kecil. "Maafkan, Papa. Papa nggak nginap malam ini. Papa, sayang Rangga. Cup Cup Cup" Ucap Pian lembut dan memberi ciuman bertubi pada kening dan kedua pipi Rangga. Dalam tidurnya, anaknya terlihat tersenyum. Hati Pian menghangat melihatnya. Sebelum beranjak, tangan besarnya mengelus lembut kepala anaknya, dan senyum tipis kembali tersungging indah dikedua bibir tipis anaknya. Aish. Kamu menggemaskan, Ngga. Dengan langkah tergesa tanpa mengganti bajunya, Pian ingin sampai di rumah mamanya secepatnya. Ia masih tinggal dengan kedua orang tuanya. Jarak yang harus ditempuh dari rumahnya dengan Shasa menuju rumah kedua orang tua mereka adalah satu jam lebih. Ia akan sedikit mengebut nanti. **** Mata kecil, dan bulat itu terbuka nyalang. Pandangannya kosong di atas langit-langit kamar kedua orang tuanya. Tangan kecilnya memegang secara bergantian kening dan kedua pipinya. Ada bekas ciuman papanya di sana. Dengan tangan yang bergetar bahkan seluruh tubuhnya yang bergetar menahan tangis, ia menghapus lembut bekas ciuman papanya, dan memeluk telapak tangannya di depan dadanya. Anak kecil yang berusia delapan tahun itu bingung. Apakah papanya sayang dia, dan mamanya. Kalau sayang kenapa tidak sering di ajak jalan-jalan, dan main. Kenapa ia hanya tidur dengan mamanya saja. Banyak kenapanya, sampai Rangga tidak mampu untuk menyebutnya satu persatu. Salah besar kalau papanya menggangap ia tidur sepanjang waktu tiga jam lebih berlalu. Ia hanya menatap penuh sayang pada wajah papanya dengan mamanya secara bergantian. Hati anak yang berusia delapan tahun itu diluputi rasa takut dan sedih. Takut kalau papanya punya isteri lain di luar sana, papanya juga ada anak lain di luar sana, makanya papanya jarang tinggal dengan mamanya disini. Begitulah kata Alex yang memiliki papa tapi jarang tinggal di rumah. Alex adalah anak kelas 6 SD, dan Rangga berteman baik dengan Alex, Alex memiliki sifat dan karakter yang sama sepertinya, memiliki papa yang sama juga seperti dirinya, walau umur mereka beda jauh, tapi Alex selalu main dan menghampirinya di kelas. "Rangga nggak mau punya mama tiri. Mereka jahat, ambil papa dari mama."bisiknya kesal dengan tangan yang memgepal kuat, dan matanya terlihat memerah menahan amarah dan kesal. Rangga bangkit dari baringannya dengan pelan, dan duduk menyandar di sandaran ranjang besar mama, dan papanya. Kepalanya melongkok kesamping, memandang penuh sayang ke arah Shasa yang terlelap dengan damai, dan cantik. Perlahan tangan kecil yang dalam tahap perkembangan itu mengelus selembut bulu kening mamanya membuat tidur mamanya semakin terlihat lelap, dan damai. "Papa nggak boleh jahatin, mama. Mama adalah peri cantik milik, Rangga."Ucapnya penuh tekad. Awas saja kalau papa jahat, Rangga akan jahatin balik! Setelah puas ia memandang wajah mamanya, pandangannya mengarah ke bawah lantai, disana mainannya berserakan dimana-mana. Rangga menghembsukan nafasnya kasar. Ia tidak pernah jorok dan menghamburkan mainannya seperti ini apabila papanya tidak ada. Hanya ada papanya, karena ia akan selalu merengek agar papanya saja yang membereskannya, biar papanya tinggal sedikit lama dirumah. Dengan mudah Rangga turun dari ranjangnya, dan kakinya perlahan melangkah mengitari kamar besar itu dan memungut satu persatu berbagai macam jenis mainan yang ia hamburkan tadi. Ia tidak ingin melihat mamanya yang capek dan jatuh sakit. Di saaat ia tengah asik memungut mainannya. Suara ponsel yang berdering nyaring membuat ia gelapan. Suara ponsel itu begitu berisik, dan akan menganggu tidur mamanya. Buku gambar yang berada ditangannya, ia hamburkan asal, dan berlari menuju suara ponsel yang berbunyi itu cepat. Dia melihat bantal bekas tidur papanya sedikit bergetar. Aha! Ponsel berisik itu ada di bawah bantal. Dengan langkah seribu, Rangga melangkah, dan mengambil ponsel itu cepat. Mama? Calling "Siapa mama? Mama lagi tidur."Kening Rangga terlihat berlipat bingung. Untuk menghilangkan suara berisik itu, Rangga menekan bagian samping tombol yang berada di handphone canggih papanya, seketika suara bising tadi telah lenyap. Papanya melupakan ponselnya ternyata. Papa pikun aja kalau bisa, biar lupa terus dan balik kerumah lagi untuk mengambil ponselnya. Otak kecilnya tengah memperoses kata mama yang berada dalam layar itu. "Mama tidur... Mama, papa?"otak kecil milik Rangga terlihat berpikir keras. "Jangan-jangan, mama papa? Nenek!"Pekiknya tertahan. Dengan mantap, Rangga menggulir layar itu dan mengangkat panggilan dari Lila yang telah mengomel sedari tadi diseberang sana. Tbc Kaget Lila lihat ada foto copian anaknya Pian*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD