“Iya Mas matur nuwun. Aku sudah catat nomor telepon dan alamatnya nanti aku langsung hubungi kapan aku janjian ke sana sama Mas Zuhdi-nya.
“Iya semalam dia ke angkringanku jadi sekarang aku kasih tahu kamu nanti semoga saja kalian berjodoh dalam bekerja sama,” ucap Banyu. Tadi pagi dia mampir ke rumah Falisha, tapi gadis itu sudah berangkat kuliah pagi, jadi dia pesankan pada ibunya Falisha, dan sang ibu mengirim pesan. Sehingga pulang kuliah Falisha sengaja ke angkringan milik Abimanyu yang biasa dipanggil Banyu.
“Injih, matur nuwun sanged,” sahut Falisha.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Jadi kamu jelas ya pembagiannya seperti itu. Managemen nggak ngambil uang dari saweran sama sekali. Saweran itu full buat kalian yang bermain hari itu. 60% buat penyanyi dan 40% dibagi untuk organ tunggal dan gitar. Kalau ada yang main gitar. Kalau dari kalian ada yang mau keliling untuk minta saweran ke setiap meja atau saung ya tak dilarang dan kasihlah dia dari uang saweran itu. Pokoknya uang saweran jatahnya 60 buat penyanyi,” jelas Zuhdi.
“Injih Mas, saya mengerti,” jawab Falisha.
“Kamu harus kerja sama sama pemain organ tunggalnya, kecuali kamu bisa main organ.
“Saya bisa main gitar Mas. Kalau organ saya belum mahir, baru busa sekadarnya. Tapi saya akan belajar lagi,” jelas Falisha.
“Kalau begitu kamu bisa diskusi sama pemain organnya. Kamu boleh nggak ambil jatah pemain gitar, kalau boleh berarti kamu lebih dari 60% dapat dari sawerannya,” jelas Zuhdi.
“Nggak perlu seperti itu enggak apa-apa Mas. Saya tetap 60% dari saweran saja. Kan saya sudah dapat gaji bersih bulanan dari managemen. Jadi nggak apa saya main gitar, nggak perlu diambil dari uang saweran,” ucap Falisha.
“Pokoknya saya nggak tahu soal saweran seperti itu. Biasa orang organ tunggal itu memang pembagian 20 20 dengan orang gitar. Tapi kan orang gitar sedang kosong karena dia sama penyanyi itu sama. Yang akan kamu gantiin ini. Saya nggak tahu dulu pembagiannya dia bagaimana. Apa jadi 70-30 atau bagaimana. Saya nggak tahu. Yang saya garis bawahi pembagian 60-40 itu ketentuan dari saya.”
“Jadi itu tidak bisa diubah. Tapi kalau soal lain bisa diubah. Saya tidak mau ada konsensus di luar ini dalam artian misalnya penyanyi jadi 50. Itu tidak boleh. Penyanyi 60 dan pemain musik 40. Nah pembagian pemain musik ini yang saya tidak mau tahu,” jelas Zuhdi.
“Ini saya manut. Nanti akan saya bicarakan uang yang untuk pemain gitar Mas,” ucap Falisha.
“Jangan bicara di belakang saya. Sebentar lagi dia datang. Bicara saja di depan saya agar saya jelas. Saya tidak mau terjadi unek-unek di belakang, karena itu akan berkelanjutan untuk program kerja berikutnya. Sedang saya maunya team kerja itu selalu solid. Sebentar lagi dia datang kamu nggak keburu-buru kan?”
“Mboten Mas. Hari ini saya sudah selesai kuliah kok, jadi tidak terburu-buru.”
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Oke clear ya, aku nggak salah. Pembagian hasil saweran tiap hari. Jadi itu langsung dibagikan malam itu saja. Tidak perlu dibawa pulang lagi lalu di tumpuk satu minggu baru dibagi agar tak ketlingsut di pemegang uang. Urusan uang itu riskan, jadi semua harus jelas sejak awal.
“Pokoknya harus tak ada sangkutan ben ra ribut,” kata Zuhdi saat akhirnya Warsito atau yg biasa dipanggil Mas Itho datang, dia pemain oragan tunggal di angkringan BAYAR DHEWE-DHEWE milik Zuhdi.
Sedang nama angkringan milik Banyu adalah LESEHANE MAS BANYU.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Mas Banyu matur nuwun sanged ya. Aku tadi sudah ketemu Mas Zuhdi dan sudah clear. Aku dapat bagian empat hari kerja di sana. Kebetulan malam Sabtu dan malam Minggu itu giliranku. Hari lainnya malam Selasa dan malam Kamis,” lapor Falisha pada Banyu yang telah memberi jalan agar bertemu dengan Zuhdi.
“Kami juga sudah bahas tentang pembagian uang saweran dan sebagainya. Pokoknya sudah jelas lah. Rupanya kalau malam Sabtu dan malam Minggu penyanyinya itu beda salary-nya,” jelas Falisha polos pada Banyu. Falisha sengaja mampir ke lesehan Mas Banyu sehabis dari angkringan Zuhdi.
“Oh iya nggak apa-apa. Yang penting kamu bisa memenuhi semua kebutuhanmu,” ucap Banyu.
“Iya Mas. Matur nuwun sangat ya bantuannya, saya enggak lama ya Mas karena belum pamit sama ibu bahwa aku kerja sampai malam. Tadi cuma bilang mau ke angkringane Mas Zuhdi saja. Nggak tahu kalau memang belum kerja tapi sudah antisipasi sih kalau aku langsung kerja tadi aku sudah bilang sama ibu,” Falisha langsung pamit pada Banyu.
“Oh iya. Eh kenalkan ini pacarku,” kata Banyu pada Falisha, merujuk perempuan yang baru keluar membawa kopi untuk Banyu.
“Sugeng sonten ( selamat sore ) Mbak,” ucap Falisha dengan sopan dan menghampiri gadis itu sambil mengulurkan tangan.
“Lho ada tamu rupanya. Siapa ini Mas?” tanya Nadia, kekasih Banyu yang siang tadi datang bersama dengan Banyus sehabis pulang kuliah. Angkringan Banyu memang dibuka sejak jam empat sore karena lahan dari PEMDA di jalur hijau pinggir jalan memang izin-nya sejak sore hingga malam. Beda dengan angringan milik Zuhdi yang buka mulai jam 12 siang saat makan siang dan tutup jam 23.00 malam.
“Ini tetanggaku, Zuhdi kemarin minta penyanyi karena penyanyi utamanya di angkringan dia keluar ke kembali ke Semarang karena sudah selesai kuliah. Jadi aku minta sama Falisha untuk menggantikan dan dia barusan ke sini untuk mengucapkan terima kasih karena Zuhdi sudah langsung terima dia dan mulai bernyanyi besok,” jelas Banyu.
“Oh begitu,” kata Nadia.
“Iya Mbak. Saya langsung pamit ya Mbak karena tadi aku belum pamit sama ibu buat sampai malam,” ucap Falisha.
“Loh nanti kamu kalau pulang pergi malam saat bekerja bagaimana?” tanya Banyu.
“Aku mulai di sana kan habis maghrib Mas. Jadi berangkat sebelum maghrib, nanti aku magriban di sana. Lalu pulang nanti dijemput sama Bondan adikku. Tapi kalau nggak ya sudah aku naik ojek online saja.”
“Kata Mas Zuhdi sih gampang dapat ojek online, walaupun lokasi di tengah sawah, tapi ojek online banyak,” ucap Falisha. Sementara dia tak punya motor. Motornya baru dia jual untuk menutup banyak keperluannya. Nanti bila dia mulai bekerja dia akan mulai angsur motor kembali.
“Kalau kamu kerja sama Zuhdi, Insya Allah nggak kapiran ( terlantar ). Walau dia nggak datang sekali pun dia pasti pantau semua karyawan perempuannya. Itu diperhatikan sama dia. Yang pulang malam kalau tidak bawa motor, nggak dijemput nanti dapat diantar oleh rekan kerja yang laki. Itu sudah konsepnya Zuhdi. Semua harus saling bantu. Terlebih lokasi usahanya di tengah sawah seperti itu. Jadi nggak perlu takut,” jelas Banyu.
“Oh injih Mas. Matur nuwun infonya, kulo pamit,” kata Falisha
“Monggo Mbak,” dengan sopan Falisha pamit pada Banyu dan Nadia kekasih Banyu.