Chapter 3 : Aksi Perempuan Mabuk

1093 Words
Nampak wajah termenung setelah seteguk sloki mengalir di tenggorokan. Dia cukup hebat bahwa badannya tetap kuat duduk tegap. Kemudian tangan mulai meraih botol minuman yang di genggam Ellena. Jika sebelumnya sloki itu diisi oleh sahabatnya, kini dia menuang sendiri minumannya. Wajah Ellena yang sudah merona kemudian terjatuh di atas meja. Tenang saja, meja itu sudah rapi. Sejak sedari makan malam berakhir, sebelum acara minum ini di mulai. Meja terlebih dahulu di kosongkan, hanya botol minuman dan sloki yang tersedia. Ellena pingsan? Mata Sally melirik. Lemah sekali, padahal dia yang mengajak minum. “Lu gak minum, Dan?” tanya Sally setelah sloki miliknya penuh kembali. “Mari bersulang,” lanjutnya mengangkat genggaman. Danika terdiam menyaksikan kedua wanita di hadapannya lain dari biasa. Dia sendiri menahanl diri untuk tidak ikut serta minum. Akan terjadi hal yang tidak terduga bila dia kehilangan kendali. “Puasin aja diri lu, gua mau bawa Ellena ke kamar.” Danika beranjak dari tempat duduk dan membawa Ellena dalam pangkuan. Pikiran Sally melayang mengingat masa lampau. Perlakuan Danika tak pernah berubah, sekalipun sikap Ellena hanya sebuah drama. Tak terasa air mata mulai luruh hingga tangan tak terasa mengambil kembali minuman. “Sal? Udah berapa banyak lu minum?” Danika panik melihat pipi Sally merona. Sedang perempuan itu kemudian hanya tersenyum. Dia mencoba menuang kembali sloki kosong. Namun, “Sudah! Hentikan!” Danika membentak. “Kenapa?” Suara Sally berubah, terdengar lebih menggoda. “Sally, lu bisa cerita apa aja semua masalah agar tenang. Gak perlu minum kaya gini,” ucap Danika menjauhkan botol minuman seraya kembali duduk. Perempuan mabuk ini menghela napas panjang. Dia kemudian mengungkapkan kebenaran akan kejadian ini. “Ulah istri lu juga ‘kan? Dia yang maksa gua minum,”katanya kesal. Entah mengapa Sally hebat sekali. Dia bahkan tak terlihat sedikit pun mabuk setelah meneguk beberapa sloki. Meskipun wajahnya memerah, akan tetapi interaksinya masih berjalan baik. Seolah Danika memang berbicara dengan seseorang yang tak terpengaruhi minuman alkohol. “Lu nginep di sini, ya?” kata Danika khawatir akan kondisi perempuan ini. Sally menunduk dan tersenyum kecil. Dia kemudian menempatkan lengan di atas meja. Menahanl dagu seraya menampakkan wajah memesona. Berkata, “Lu tahu, gua selalu membenci pikiran gua. Setelah mendengar lu nyuruh gua nginep, kenapa pikiran gua kemana-mana? Apa yang akan terjadi pada kita? Ellena sudah tidur ‘kan?” Danika menelan ludah, tidak bisa dipungkiri bahwa perempuan konyol ini memang nampak menggoda. Dia membuang pandangan agar tak terlalu hanyut menikmati paras tersebut. Sambil berkata, “Gak akan terjadi apa-apa. Lu dan Ellena itu sahabat, bukannya sahabat di atas segalanya. Gak mungkin ‘kan lu mau khianatin dia?” “Mungkin!” jawaban Sally membuat Danika tercengang. “Karena kita sahabat, tidak menutup kemungkinan kita berbagi.” Dia mabuk ... sekarang baru nampak bahwa dia memang dalam pengaruh alkohol. Sally dalam keadaan sadar pasti akan menahan semua yang ada dalam benaknya. Namun, apakah dia sekadar mabuk? Atau ... dimabuk cinta? Saking besarnya rasa cinta pada lelaki ini. “Gua balik ke kamar.” Danika menghindari kemungkinan kehilangan kendali. Namun, saat badan sudah terangkat dan berbalik memunggungi Sally, terdengar suara tubuh terjatuh. Dia segera berbalik kembali mendapati Sally tergeletak di lantai. “Sally?” Danika refleks menempatkannya dalam pangkuan. Tangan mencoba menepuk pipi mengembalikan kesadaran. Tapi perempuan ini sedang merencanakan sesuatu. Dalam keadaan mata tertutup, perlahan tangan merangkak hingga menggantung di pundaknya. Sekuat tenaga Sally menarik badan Danika sampai terjatuh dalam pelukan. Kemudian berbisik, “I Love You!” Seratus persen Danika sadar, akan tetapi nafsu sebagai lelaki tidak bisa dia tahan. Dia menarik pinggang Sally semakin kencang. Sudah jelas keduanya memang mabuk, satu mabuk karena alkohol dan lainnya karena cinta buta. “I love you too,” ucap Danika. Napasnya terdengar tak beraturan, bibir terpeleset menikmati leher sahabat dari istrinya ini. Sally mendorong tubuh Danika setelah beberapa saat. Dia melihat seorang lelaki dengan ekspresi wajah yang baru saja ditemui. Terlihat memelas dan menginginkan sesuatu. Membuat perempuan mabuk ini puas. “Gua benci pikiran Gua! Tapi pikiran gua kali ini mungkin saja benar.” Danika semakin tidak tahan mendengar kalimat Sally. Dia segera mendorong tubuh itu dan menguncinya. Karena lelaki ini tidak ada dalam pengaruh alkohol, dia berpikir sesaat. Perbuatannya akan menjadi masalah untuk esok atau dikemudian hari. Napasnya semakin tak beraturan menatap Sally yang sudah terbaring. “Gua tahu lu gak yakin ngelakuin ini. Lu bakal kena masalah Danika, tapi terima kasih sudah mengakui kalo lu emang cinta sama gua. Sekarang hadapilah masalah itu!” Sally melemaskan tubuhnya seolah siap. Namun, itu membuat Danika semakin ragu. Wajah Danika perlahan mendekat, tetapi Sally membuang pandangan. Saat lelaki ini hendak menempelkan bibir, perempuan di hadapannya berbisik, “Ellena melihat kita. Dia di belakang.” Sedari tadi Ellena memang menyaksikan kejadian menyayat hati ini. Sudah jelas bahwa wanita ini memang sering melakukan drama. Jadi, dia berpura-pura kehilangan kesadaran untuk melihat penolakan Danika. Tapi rencananya justru menjadi boomerang. Alih-alih menolak, pernyataan cinta Sally saat mabuk justru diterima Danika. Padahal dia sama sekali tidak terpengaruh alkohol. Danika terkejut menjauhkan badan dari Sally. Dia memang mendapati istrinya di belakang mereka. dalam keadaan seperti ini seharusnya danika berkata, “Sa ... sayang aku bisa jelaskan.” Namun, faktanya tidak seperti itu. Dia malah membungkam dan mengucap satu kata, “Maaf.” Sally bangkit dan tertawa mengucap, “Thank’s El, udah ngasih kesempatan Danika jawab perasaan gua.” Wajah kesal menatap pengkhianatan sahabat dan suaminya.Namun, karena kaca mata terlihat dari sisi Ellena sebagai pemeran utama. Bila saja dunia melihat dari sisi perempuan malang itu, lain lagi ceritanya. Chapter terbaru dalam kisah Ellena adalah pilihan tentang mempertahankan atau melepas. Namun, dalam tokoh Sally sebagai pemeran utama, ini adalah akhir keterlibatan kisah cinta sahabatnya. Dia akan segera membuka lembaran baru meskipun diawali dengan kisah memabukkan. Sally melangkahkan kaki membawa langkahnya keluar. Dia pernah melihat semua ini dalam sebuah kisah drama. Mengingat bahwa sebelah sepatunya menghilang, akankah takdir membawanya pada sebuah keberuntungan mendapatkan cinta? “Oh, lord! Tapi jangan lelaki tadi sore, dia sudah punya kekasih yang di telponnya ‘kan? Aku tidak mau terlibat dalam kisah cinta segitiga terus!” ucapnya menantang langit dalam langkah sempoyongan. Kekonyolannya dalam hidup memang bukan main, bahkan dalam keadaan mabuk. Seharusnya dia takut melewati jalanan sepi. Malam temaram di antara lampu-lampu jalanan berwarna kuning. Tidak ada orang ataupun kendaraan berlalu-lalang. Lalu .... Seorang gadis terlihat menangis di tepian jembatan, seolah menunggu waktu tepat untuk terjun ke bawah sungai. Air di bawah sana deras, dia akan langsung mati saat tubuhnya menghantam air dan dibawa arus. “Lu hantu apa orang?” tanya Sally setelah dekat. Gadis itu menoleh menatap heran. Wajahnya terlihat ketakutan pada perempuan mabuk ini. Apalagi saat Sally menatapnya dari atas hingga bawah. “Bukan hantu. Kaki lu masih napak,” katanya tertawa. Dia kemudian melihat derasnya air di bawah sana. “Lu mau bunuh diri?” Pertanyaan Sally membuat gadis ini gelagapan. Setelah itu, dia dibuatnya semakin terkejut, “Ayo kita mati sama-sama.” . . . TbC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD