4. Tiba di Malang

1065 Words
Sebentar lagi, bus yang ditumpangi Fani memasuki area terminal Arjosari kota Malang. Suasana di luar tampak gelap karena memang hujan yang masih penuh semangat membasahi setiap inci sudut bumi. Padahal baru pukul tiga sore tapi sudah seperti pukul enam sore. Fani mengeluarkan secarik kertas tulisan tangan Risti, dari dalam tas ranselnya. [Mami Purwanti Jalan Bendungan Sutami (Kos-kosan Mami-Belakang kampus UMM) terminal Arjosari Kota Malang] Fani mengukir senyum di bibirnya, semua akan dia mulai dari sini. Hidup baru dengan semangat barunya. Setelah turun dari bis, Fani berjalan masih sedikit lemas, di pelataran terminal mencari warung makan, perutnya sudah keroncongan, rasanya sedikit mual, wajahnya juga masih terlihat pucat. Jahitan bekas kuretan masih begitu terasa. Matanya berbinar melihat warung makan yang tidak terlalu ramai, ia memasukinya lalu memesan makanan juga segelas teh manis hangat. Selesai mengisi perut dan tenaganya kembali, kini Fani menatap ke arah jalanan, hujan sudah mulai reda tinggal rintik-rintik saja. Di sampingnya duduk, ada sepasang anak SMA yang juga baru selesai menyantap makan sore mereka. "Eehhmm ... permisi, Dek," sapa Fani ramah sambil menyunggingkan senyum kepada kedua anak SMA tersebut. "Iya Mbak, ada apa ya?" sahut remaja perempuan itu. "Maaf sebelumnya, saya mau minta tolong, kalau mau ke alamat ini naik apa ya?" Fani menyerahkan tulisan alamat kepada kedua anak tersebut. "Ohh, ini naik ojek online saja Mbak," jawab remaja laki-laki. "Oh, gitu ya, tapi saya tidak punya aplikasi ojek onlinenya Dek, boleh minta tolong pesankan dari ponsel kalian?" pinta Fani ramah. Kedua anak saling pandang, remaja perempuan mengangguk. Fani tersenyum senang, lalu mengucapkan terimakasih dan di sinilah Fani sekarang. Di depan sebuah rumah berpagar tinggi bewarna hitam, tampak tertutup namun tidak digembok, dengan tulisan besar di atas dinding tembok "Kosan Mami" Pelan dibukanya pintu pagar yang tak digembok itu, matanya menelisik lingkungan yang baru dilihatnya, bangunan dua lantai berbentuk huruf U terdiri dari beberapa kamar pada bagian atas dan bawah, hanya saja untuk bagian bawah pengerjaannya belum selesai, karena beberapa tukang masih sibuk dengan aktifitas. "Maaf, Mbaknya cari siapa?" tanya seorang lelaki yang sepertinya salah satu tukang disana. Fani menoleh ke asal suara lalu tersenyum ramah. "Mau cari Mami Purwanti Mas," ucap Fani lembut. "Ohh, itu rumahnya lewat samping sini Mbak." Tukang tersebut mengarahkan Fani lewat jalanan samping bangunan kos-kosan. "Tiyaaan....tak wedok ayu tho"(dapat gadis cantik tho) "Takon sopo jenenge?"(tanya siapa namanya) Goda teman-temannya yang sedang bekerja. Fani yang tak mengerti bahasa mereka hanya diam saja tanpa ekspresi. Sedangkan tukang yang mengantar Fani ke rumah mami Purwanti hanya nyengir saja mendengar ocehan teman-temannya. Setelah sampai di depan pintu rumah besar itu, tukang tersebut mengetuk pintu. Tuk! Tuk! "Buu, panjenengan wonten tamu." ( Bu ada tamu) Cekleek Pintu terbuka dan keluarlah wanita paruh baya yang sangat cantik bertubuh gemuk. "Siapa ya?" tanyanya dengan nada ketus sambil memperhatikan Fani. "Saya Fani Bu, saya dapat alamat Ibu dari Mbak Risti ... Risti Susatyo," jawab Fani hampir saja lupa nama lengkap Risti. "Ohh alah, iyo ... sini masuk Mbak." Mami Purwanti mempersilahkan Fani masuk. " Wes, kerja maneh!" perintah Mami pada pria yang tadi mengantarkan Fani. "Mas, terimakasih ya," ucap Fani sambil menarik kedua sudut bibirnya. Tukang tersebut kembali ke tempatnya dan meninggalkan Fani bersama mami Purwanti. "Kamu bisa memanggil saya Mami Pur, di sini biaya kos enam ratus ribu perbulan yang reguler, pakai kipas angin nambah dua puluh lima ribu. Kalau kelas eksekutif satu juta itu pake Ac kamarnya juga kamar mandinya ada di dalam." jelas mami Pur. Fani mengangguk paham. "Saya yang biasa aja Bu," sahut Fani. "Ini uangnya." Fani mengeluarkan uang dari dalam dompet kecilnya sejumlah harga kamar kos yang reguler dan memberikannya pada Mami Pur. "Sebentar, saya ambilkan kuncinya." Mami Pur masuk ke dalam, lalu tak lama keluar lagi dan menyerahkan kuncinya. "Oh iya, di sini paling malam tamu sampai jam sembilan ya, kalau menginap harus lapor saya, hanya boleh menginap tamu perempuan, kalau tamu laki-laki boleh berkunjung tapi duduknya di teras depan sana," jelasnya lagi. Dan Fani mengangguk kembali tanda mengerti. "Mendengar kata makhluk lelaki rasanya, jahitan di perut ini kembali melilit." Fani bermonolog. Kamar Fani berada di lantai dua, kamar nomor tiga puluh, posisi paling ujung. Dekat dengan bangunan baru yang sedang dalam pengerjaan. Fani membuka kamarnya, dan masuk, lalu memperhatikan tempat yang bersih, tidak terlalu sempit, ada ranjang lengkap dengan kasur single dan sudah dipakaikan seprei. Ada meja kecil di sudut ruangan dan lemari pakaian sederhana dari kayu tepat di samping meja. Setelah membersihkan diri di kamar mandi, Fani kembali ke kamarnya untuk sholat magrib. **** Tak terasa seminggu sudah Fani tinggal di sana, sudah mulai mengenal beberapa penghuni kos yang rata-rata anak kampus dan sebagian kecil pekerja. Lingkunganya nyaman membuat Fani betah tinggal di sana, Mami Purwanti juga ramah dan baik sikapnya kepada seluruh penghuni kos. Namun ada yang membuat Fani resah karena sudah seminggu tinggal di Malang, Fani belum juga mendapatkan pekerjaan, sedangkan uang pemberian Risti semakin berkurang karena dipakai buat bayar kos dan biaya sehari-hari. "Udah dapat kerjaan belum Fan?" tanya Ami teman kosnya. "Ck, belum nih," jawab Fani sedih. "Sabar ya Fan, tau sendiri cari kerja disini ga gampang, apalagi kamu ga bawa ijazah dan berkas-berkas kamu yang lain." Ami menenangkan. Mereka berbicara di depan kamar Fani, sambil menikmati suasana sore dengan makan pisang goreng. "Permisi, Mbak," suara laki-laki yang tak asing di telinga Fani. Fani dan Ami menoleh, Fani lalu tersenyum melihat siapa yang menyapa. Si tukang yang mengantarkan dia bertemu Mami Purwanti. "Ada apa, Mas?" tanya Fani keheranan melihat tukang tersebut bawa tangga. "Itu di suruh mami ganti bola lampu di kamar Mbak," jawab tukang itu dengan logat jawanya. "Oh..iya lupa, tadi pagi saya yang lapor emang," jawab Fani sambip menepuk keningnya. "Itu Mas, bola lampunya di meja kecil, ambil aja." Fani menunjuk dari luar. "Maaf lancang ya Mbak, jadi masuk," izin tukang tersebut. "Iya ga papa Mas, dari pada saya tidur gelap-gelapan," seloroh Fani sambil menyeringai. "Mas bangunannya manis ya?" celetuk Ami saat memperhatikan tukang bangunan tersebut mengganti bola lampu di kamar Fani. "Iya sih, dikit," sahut Fani sambil terkekeh, melihat Ami terus saja melotot memperhatikan tukang bangunan tersebut. Tak terlalu lama tukang tersebut selesai mengganti bola lampu kamar Fani. "Sudah Mbak, saya pamit, mari," ucapnya sambil tersenyum lalu berjalan hemdak ke tangga turun. "Mas!" teriak Fani dan tukang menoleh, " Ya Mbak, ada apa?" tanya tukang tersebut dengan kening berkerut. "Nama saya Fani, nama Mas siapa?" tanya Fani ramah. "Oh, saya Septiyan Mbak, panggil aja Tiyan," jawabnya ramah lalu berbalik dan turun. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD