"Mariaaaaa,"teriak Nana
Maria melihat ke arah Nana,yang berjarak tiga meter darinya.
"Apa?" tanya Maria
"Aku pulang ya! Kamu hati-hati di jalan, besok lagi kita bertemu," teriak Nana tersenyum.
Nana pergi mendahului Maria sambil melambaikan tangannya.
Maria tersenyum dan melanjutkan perjalanan pulangnya. Ina yang merasa di cuekin disana, ia menghentakan kakinya dan berjalan bergegas melewati Maria. Maria yang melihat langkah Ina yang cepat ia menggelengkan kepalanya.
"Ada apa denganya? Kenapa bicara seperti itu ,diakan tau aku tidak pernah mau siapapun main ke rumahku?" batin Maria.
Maria sampai di rumah, ia melihat ibunya sedang berkumpul di rumah Tantenya. Ia pergi melakukan pekerjaan rumah dan mengambil air. Saat dirinya tengah bolak balik mengisi bak mandi.
"Gak usah di isi lagi, biar Kakak aja nanti pulang exskul Dek," ucap Amran.
"Apa tidak cape Kak?" tanya Maria.
"Enggak, nanti Kakak usahakan cepet pulang, biar keburu ngambil airnya," ucap Amran lagi.
"Baiklah ... makasih ya Kak, Maria kedepan aja deh sama adik-adik,," jawab Maria bersemangat.
Setelah aktivitasnya di rumah. Maria bermain bersama Adik-adiknya ia bermain klereng bersama teman-teman sekitarnya.
Di depan toko, yang tak jauh dari dimana Maria bermain, ibu Maria sedang berbincang dengan ibu-ibu di sana .
"Anak gadisku sekolah SMA Negeri, Dia bilang jaman sekarang malu kalo gak sekolah, katanya itu menandakan kalau orangtua mereka tidak mampu membiayai sekolahnya," ucap ibu Acih.
"Huh, iya yah. Jaman sekarang mah kalo anak gadis gak sekolah emang malu kita sebagai orang tua bu," tambah ibu lainya.
Ibu Maria yang mendengarkan penuturan teman-temannya. Ia hanya diam seribu bahasa. Kini dia hanya menjadi pendengar ibu-ibu disana saja dan tidak banyak berbicara.
Setelah di dapati semua pergi, ibu Maria memilih untuk pulang dalam pikiran yang hanya dirinya yang tahu. Ia melihat Maria yang sedang bermain bersama teman-temannya. Ia berjalan dan memukul Maria.
"Awww sakit," ringis Maria memegang lenganya.
Maria melihat ibunya sedang berdiri di sampingnya dengan tali rotan yang ia pegang. Dengan tatapan penuh amarahnya.
"Sudah berani kamu ya main? Jam berapa ini, kamu bahkan belum membereskan rumah, juga belum masak dan itu air di bak kosong," teriak ibu Maria.
"Bukanya aku sudah masak dan beres-beres? Kalo bak mandi kan, Kakak yang akan isi nanti," batin Maria.
Teman-teman Maria yang melihat Maria di marahi ibunya. Mereka berhamburan pergi meninggalkan tempat bermainnya. Maria tidak menghiraukan teman-temannya.
Ia melihat adik-adiknya dan bergegas pulang. Maria menggendong adiknya tanpa menangis ataupun berbicara, ia sudah terbiasa dengan bentak dan cambukan ibunya, bagi Maria itu tanda sayang seorang ibu pada dirinya.
"Kalo gak di isi penuh kamu tidak usah makan," teriak ibu Maria.
Maria mengangguk dan bergegas mengisi bak mandi hingga penuh. Ia bahkan tidak menyadari jika kakaknya sudah pulang sedari tadi. Ia duduk dengan terengah-engah merasa lelah.
"Loh, kan Kakak sudah bilang nanti Kakak aja yang ngambil air, Dek," tanya Amran membuyarkan lamunan Maria yang istirahat.
"Gak papa Kak, sedikit lagi," jawab Maria.
"Sudah, biar Kakak saja yang selesaikan. Kamu main sana," tangkis Amran.
Maria mengangguk dan membiarkan Amran yang melanjutkan mengisi bak mandi.
"Loh, ko kamu yang ambil airnya, kamu kan cape habis sekolah?" tanya ibu Maria, ia mengusap kening Amran.
"Ini sana beli es biar gak haus," ucap ibu Maria memberikan uang.
Amran berjalan keluar dari rumahnya. Maria yang sedang bersama ade2nya, ia melihat kakaknya keluar dari rumah.
"Udah selesai Kak?" tanya Maria. Amran mengangguk tersenyum, dan ia pergi ke warung.
"Ya iyalah, emang kamu gak becus kerja, ngambil air aja pake acara nyuruh kakakmu," teriak ibu Maria.
Maria tidak menjawab perkataan ibunya, ia hanya menemani adik-adik kecilnya. Mencegah bermain di jalanan. Amran datang dengan jajanan dan minuman di tanganya, ia menghampiri Maria dan adik-adiknya.
"Nih," ucap Amran memberikan jajanan dan minuman pada Maria.
"Ini dari mana Kak?" tanya Maria bahagia.
"Dari ibu tadi suruh jajan buat kita," jawab Amran.
"Waaaah, Lia mau Kak," teriak Lia.
Maria membagi jajanan yang di beri kakaknya itu bersama adik-adiknya.
Saat setelah makan malam, Maria sedang bercanda dengan adik-adiknya.
"Kamu daftar sekolah yang di mana?" tanya ibu Maria, mengejutkan seisi rumah.
Maria terdiam ia terkejut mendengar ucapan ibunya, karna ia pikir itu bukan untuknya, mungkin untuk kakaknya yang akan lanjut ke SMA.
"Kenapa gak jawab?" teriak ibu Maria.
"Eh, sekolah yang saat ini Kakak sekolah itu bu," ucap Maria terkejut, ia terbata-bata.
"Ya sudah, daftar sana sendiri," ucap ibu Maria.
"Benarkah Bu?" tanya Maria bahagia.
"Tapi kalo nilai kamu buruk, Ibu tidak akan membayarnya," cetus ibu Maria.
Maria mengangguk bahagia, ibunya kini membiarkanya melanjutkan pendidikanya. Baginya adalah srbuah anugerah jika ibunya mengijinkannya untuk lanjut sekolah lagi. Setelah perdebatan yang tiada ujungnya selama ini.
*****
Pagi sekali, Maria sudah bersiap untuk pergi kesekolahnya. Ibu Maria sudah berada di depan rumahnya. Melihat Maria yang keluar dari kamarnya. Ia menghampiri Maria.
"Nih, biaya pendaftarannya," ucap Ibu Maria memberikan uang selembaran.
"Apa cukup uang segini, aku coba tanya ke wali kelas aja," gumam Maria
Saat berjalan dalam lamunan. Sudah ada Atikah berdiri menunggu Maria.
"Tumben aku nunggu tidak lama?" tanya Atikah.
"Hehhe, aku lanjut sekolah," jawab Maria tersenyum pada Atikah.
"Lalu ibumu sudah mendaftar sekarang?" tanya Atikah.
"Hmm ... enggak ibu ke kebun," jawab Maria.
"Terus daftarnya bagaimana kamu?" tanya Atikah.
"Liat nanti saja, pasti ada jalan," jawab Maria.
Mereka berjalan menuju ke sekolah dengan perbincangan antar sahabat. sesampai di gerbang sekolah, Maria melihat Nana disana.
"Apa kalian gak pacaran?" tanya Atikah.
"Tidak," jawab Maria.
"Tapi lihat dia seperti sedang menunggu kekasihnya," tanya Atikah kembali.
"Ya mungkin lagi menunggu orang lain," jawab Maria.
"Hai girls," sapa Nana tersenyum.
"Sedang menunggu siapa?" tanya Maria.
"Sedang menunggu cewek galak," bisik
Nana pada Maria.
Mendengar ucapan Nana, Maria terkejut dan menginjak kaki Nana.
"Awww ... tuhkan galaknya kambuh," ringis Nana.
"Sakit?" tanya Maria.
"Iya...,"Jawab Nana manja.
"Bagus kalo begitu, tidak aku injak lagi," ucap Maria berjalan meninggalkan Nana.
"Mariaa ... kenapa galak begitu siih?" tanya Nana mengikuti Maria.
"Udah tahu galak masih ngikutin mulu," jawab Maria.
"Tapi aku suka jahilin kamu," goda Nana tersenyum.
Maria berhenti dan mengangkat kakinya kembali. Melihat Nana yang semakin menggodanya.
"Eeett ... jangan jangan, aku bercanda galak amat sih nanti cantiknya ilang," ucap Nana memohon.
"Dasar gila," ucap Maria pergi ke kelasnya.
Sebelum jam istirahat, Maria kini sedang duduk menghadap wali kelasnya.
"Bagaimana Pak, saya bisa masuk gak ya mendaftar sendiri?" tanya Maria.
"Emang orangtuamu kemana?" tanya Pak Nasum.
"Mereka sibuk di kebun Pak, kebunnya jauh jadi kalo pulang untuk hanya mendaftarkan saya mereka gak sempet," jelas Maria.
"Memang mereka berkebun bukan untuk pendidikan anaknya ya?" tanya Pak Nasum kembali.
"Pak tolong yaa," Maria memohon.
Wali kelas Maria terdiam dan berpikir sejenak hingga ia berbicara kembali.
"Kamu akan bapak daftarkan masuk ke sekolah lanjut, tapi dengan satu syarat," ucap Pak Nasum.
"Apa itu Pak?" tanya Maria bahagia.
"Kamu ikut perlombaan voli putri," ucap pak Nasum.
"Baik Pak saya setuju," jawab Maria cepat.
"Baiklah, kamu harus persiapkan kemampuanmu dua hari kedepan karna tiga hari lagi perlombaan di mulai," tegas Pak Nasum.
Maria mengangguk tersenyum, ia pamit keluar dari ruangan wali kelasnya. Mengingat syaratnya untuk lanjut sekolah, sangat mudah baginya.
Wali kelas yang melihatnya ia tersenyum. Mengagumi Maria.
"Sangat jarang anak yang berjuang ingin melanjutkan sekolahnya, sungguh beruntung orangtua Maria," gumam Pak Nasum.
*****
Saat jam istirahat, Nana yang menunggu kedatangan Maria di belakang sekolah. Akan tetapi, Maria tidak kunjung datang juga. Nana mendengar sorakan teman-temanya yang nyaring. Ia melihat ketiga teman-temanya sedang menonton acara main voli antar kelasnya.
"Sini Bro, ada pemain baru yang cool abis keren Bro," ucap Iwan kepada Nana.
"Siapa?" tanya Nana malas.
Nana tak bergegas melihatnya, ia malah terpikirkan gadis yang tidak ia temui tadi.
Ia mendengar teriakan nama Maria di kerumunan teman-temanya.
"Sepertinya namanya Maria Bro," teriak Iwan pada Nana.
Nana terkejut dan melihat ke arah para pemain. Ternyata benar Maria sedang melakukan servicball disana. Hingga membuat Nana terkejut dan akhirnya ia tersenyum.Maria yang rambutnya di ikat kuncir kuda, wajahnya dan matanya yang mengkerut karna trik matahari, ia tampak cerah bersinar.
"Dia terlihat cantik dan keren," batin Nana tersenyum.
"Kenapa, Bro?" tanya Iwan.
"Dia teman gue," jawab Nana tersenyum.
"Astaga, dia cewek yang lo ceritain itu Na? Gila tajam juga selera, Lu," ucap Iwan.
Saat Nana dan Iwan berbicara, ada sorot mata tajam, melihat ke arah Nana dan temannya tadi, ia mendengar ucapan Nana dan tampak kesal.
Maria yang sedang bermain dengan baik, ia bahkan melakukan dengan kerja tim. Walau baru kali ini, ia akan mengikuti perlombaan. Wali kelasnya tahu bahwa Maria menyukai permainan itu.
Bahkan setiap olahraga Maria selalu memainkan Servic ball sendiri. Sejak saat itu wali kelasnya mencari cara agar, ia selalu ikut perlombaan, namun Maria selalu menolaknya.
Setelah selesai bermain, Maria kini terduduk di bawah pohon. Ia berteduh karna permainnan sudah istirahat dan di lanjutkan nanti sore.
"Nih," ucap Nana menyodorkan minuman pada Maria.
Maria mendongakan kepalanya, ia melihat Nana yang sedang berdiri memberikanya minum.
"Tidak mau! Nanti di kira ciuman lagi," jawab Maria.
"Hahaha ... lihatlah itu masih di segel," ucap Nana tersenyum.
Maria melihatnya, namun tidak segera mengambilnya. Nana melempar botol airnya dan duduk di samping Maria. Ia melihat Maria yang berkeringat.
"Nih usap keringat baumu itu," ucap Nana memberikan sapu tanganya.
"Hah, apa sebau itu tubuhku?" tanya Maria mengendus tubuhnya merasa malu.
"Hahaha ... tidak, aku hanya bercanda kenapa galak begitu sih?" jawab Nana tertawa.
"Huh dasar kamu ini," ucap Maria.
Maria membuka penutup minumannya dan meminum dengan tegukan cukup lama, ia juga mengusap keringat di dahinya. Nana tersenyum melihat Maria yang sedang minum dengan tegukan sekaligus.
"Pantas aku tadi ke belakang kamu tidak ada?" ucap Nana.
"Uuuh, iya aku lupa kamu tidak marahkan?" tanya Maria.
"Aku sempat marah tapi apa aku bisa marah sama cewek galak!" ucap Nana tersenyum.
"Huh, udah tau galak malah mau berteman," cetus Maria.
"Kenapa ikut main?" tanya Nana.
"Aku di suruh Wali kelasku," Jawab Maria.
"Tpi aku tidak pernah melihatmu berlatih?" tanya Nana.
"Dari hari ini aku ikut berlatih," jawab Maria.
"Kau harus datang tepat jam dua nanti," ucap Nana.
"Aku usahakan," jawab Maria.
Nana berbicara dengan Maria di bawah pohon rindang. Disana lebih banyak Nana yang tersenyum ia tampak senang berbicara dengan Maria. Bercanda dan saling meledek satu sama lain.