Maria yang ceria lengkap dengan Atikah yang selalu berhati-hati dalam berbicara terasa cerah dan indah ketikakeduanya bersama dalam setiap hal apapun.
"Bukankah Kakakmu ada pulang yah?" tanya Atikah.
"Iya, haya sehari doank," jawab Maria.
"Aku lihat bapakmu membeli motor bariu tuh, ketika kakak-kakakmu pulang kemarin," ucap Atika.
"Iya, itu motor punya kak Adam katanya buat keperluan di rumah," jawab Maria.
"Kenapa kamu tidak minta seragam baru saja padamereka? Kalo bisa beli motor baru mah?" tanya Atika.
"Huh, sekarang pertanyaanmu banyak sekali yah Atika!" balas Maria mengerutkan dahinya.
"Aku hanya heran saja pada kedua orang tuamu itu! Harusny pentingkan dulu seragammu!" ucap Atika.
"Motor juga penting Atikah, kan untuk keperluan kesana kemari!" jawab Maria.
"Bukankah, sudah ada motor yang lain? Penting apanya! Baju anak gadisnya ajagak di belikan," cetus Atikah.
"Hahaha, masuk SMA kamu makin pintar berbicara saja Atikah!" ucap Maria.
"Aku berbicara karena kamu yang menjadi teman aku Maria!" balas Atikah dengan wajah datarnya.
Maria tertawa menanggapi ucapan dahabatnya itu, mereka berjalan menuju sekolah dengan Maria yang banyak bercanda pada Atikah yang sama sekali tidak tertawa. Namun ia sangat menyayangi sahabatnya itu demi apapun dan dialah teman pertama Atikah.
Marialah teman yang selama ini selalu tahan akan diamnya Atikah meski tidak pernah di tanggapi oleh Atikah setiap bicara. Namun Maria selalu bisa membuat Atikah untuk berbicara padanya. Walaupun banyak pejalan kaki lain yang memperhatikan keduanya. Namun Maria tidak menghiraukan mereka sama sekali.
Mereka selalu mengejek Maria yang berteman denga gadis norak dan jelek hitam seperti Atikah. Justru Maria lebih suka pada teman seperti Atikah. Karena dia yang tidak banyak berbicara seperti kebanyakan orang lain.
*Falshback on*
Saat pertama kali mereka bertemu di Sekolah Menengah Pertama, Maria masuk ke kelasnya nya dengan sangat terburu-buru dan tergesa-gesa menandakan bahwa dirinya telah kesiangan pagi itu.
Maria masuk kedalam kelasnya dan melihat bangku yang masih kosong di barisan kedua dengan seorang gadis bernama Atika duduk seorang diri saja. Maria yang tidak peduli akan ucapan orang lain apalagi mereka memang kurang respek kepada Maria.
Maria menghampiri bangku kosong itu dan duduk disamping Atika yang sama sekali tidak memperhatikannya. Ia sedang sibuk dengan membaca bukunya. Maria mengerutkan dahinya, ia melihat kearah gadis yang ada di sampingnya itu sesekali ia memadukan kedua bibirnya memikirkan dan mengingat-ingat nama teman sebangkunya itu.
Namun bukan Maria namanya jika ia akan tahan dengan dirinya yang selalu ingin tahu dan banyak bertanya kepada siapapun dan hal apapun dimanapun dan kapanpun ia pasti akan selalu bertanya selama Dirinya belum mendapatkan jawaban dari teman sebangkunya.
Maria menopang kepalanya dan melihat ke arah Atika tanpa permisi dan bertanya dahulu pada Atika yang ada di sampingnya itu gadis itu bahkan hanya berdiam diri saja.
"Cocok sekali kalian berdua ini bersama! Yang satu jelek miskin tomboy, yang satunya lagi hitam norak miskin," cetus Dede yang ada di barisan depan duduk menghadap ke arah Maria dan Atikah.
Terdengar suara kan dan gelak tawa dari teman-teman sekelasnya Maria yang menertawakan mereka berdua mendengar ucapan Dede yang membenarkan akan apa yang diucapkannya. Maria menengok ke arah Atika ia tersenyum heran karena dari situ, iapun penasaran akan sosok gadisyang ada di sampingnya itu.
"Apanya yang jelek dan norak? Dia biasa saja sama seperti yang lainnya, dia bahkan jauh lebih baik darimu! Tidak menyontek setiap mata pelajaran," ucap Maria melihat ke arah Dede dengan senyum meremehkannya.
"Iiww, bisa sial aku sekelas dengan orang-orang jelek dan miskin," ledek Dede.
"Hahaha, menyedihkan sekali kamu! Kamu bahkan tidak masuk di sekolahan elit di kota. Malah masuk ke sini sekolah yang standar dan banyak orang miskinnya," ledek Maria kembali tersenyum.
Dede yang mendengar ucapan Maria yang seperti itu. Merasa marah dan malu di perhatikan banyak teman-teman sekelasnya. Pasalnya walaupun ia meledek temannya yang sekolah di sekolah standar.
Nyatanya dirinya pun tidak bisa masuk ke sekolahan elit di kota. Ia kesal pada Maria dan berjalan meninggalkan Maria dan Atikah yang masih menhabaikannya.
"Siapa kamu berani menghinaku?" teriak Dede.
"Aku? Apa sebegitu pentingnya kamu mau tahu nama aku?" senyum Maria semakin meledek Dede yang menahan amarahnya.
Dede semakin geram dan kesal mendengar ucapan Maria yang selalu bisa melawan dirinya dalam hal berdebat apapun itu. Sementara Dede pergi dengan wajah kesal dan marahnya. Maria masih duduk di bangkunya dan melirik ke arah gadis yang ada di sampingnya itu.
Saat ia melihat teman sebangkunya itu sedang menulis sebuah nama di bukunya. Maria tersenyum dan mendekat melihat apa yang teman sebangkunya tulis.
"Atikah! Nama yang bagus. Kenapa di tulis sekecil itu? Harusnya seperti ini nih," ucap Maria.
Maria merebut pena di tangan teman sebangkunya dan menulis sebuah nama yang tertera di buku dengan hurup dan tulisan yang tebal dan jelas. Atikah yang melihat teman sebangkunya itu mengerutka dahinya bahkan menatap datar pada Maria yang sedang menulis namanya di bukunya.
Tanpa protes ia membiarkan Maria mencorat coret bukunya dan menulis namanya begitu banyak di buku milik Atikah.
Atikah bahkan kembali membaca bukunya membiarkan Maria melkaukan hal sesuka hatinya.
Maria tersenyum dan mengerutkan dahinya melihat Atikah yang sama sekali tidakbprotes pada dirinya yang mengacaukan dirinya. Hingga jam pelajaran di mulai, gadis itu masih sama dengan posisinya tidak bergeming sama sekali.
Hampir setiap hari, Maria mengganggu Atika yang tanpa suara dan berbicara padanya. Mereka berdua hanya masuk sekolah belajar dan istirahat lalu pulang. Itulah yang di lakukan teman sebangku Maria saat ini.
Meski Maria tidak ada bosannya ia mengganggu Atikah yang pendiam dan acuh padanya. Sesekali Maria mengganggu Atikah berulang-ulang. Namun gadis itu masih bertahan dengan ekspresinya yang tanpa suara dan peduli pada Maria. Gadis itu bahkan todak menghiraukan Marian sama sekali.
Saat jam istirahat, Maria tidak keluar kelas untuk makan. Ia berdiam diri di bangkunya bersama dengan Atikah yang masih sibuk membaca buku.
"Aku tahu rumahmu yang dekat jurang itukan? Apa tidak takut terjatuh ke jurang itu rumahmu?" tanya Maria menempelkan kepalanya di atas meja beralasan kedua tangannya melihat ke arah Atikah.
"Aku juga tahu kamu sering ke sumur umum yang sepi itukan?" tambah Maria berbicara lagi.
Tapi Atikah masih berdiam diri tanpa menjawab pertanyaan Maria dengan acuh, ia membaca buku tanpa menghiraukan Maria.
"Aku juga tahu, kamu mandi selalu ada yang mengintip," tambah Maria berbicara tanpa ekspresi pada Atikah.
"Apa!?" teriak Atikah terkejut.
Maria yang terkejut mendapati Atikah yang menggebrak meja dan juga berteriak secara tiba-tiba padanya. Ia mengerutkan dahinya dan melihat ke arah Atikah yang tanpa ekspresi menatap lekat pada Maria.
Maria menggesek kepalanya karena telinganya berdenging akibat Atikah yang mengejutkan dirinya yang sedang bersender di atas meja yang di gebrak Atikah.
"Astagfirullooh, Atikah! Kamu mengagetkanku saja. Hampir saja jantungku copot karenamu juga suaramu itu keras sekali girl," gerutu Maria sesekali mengusap d**a dan telinganya.
"Dari mana kamu tahu aku di intip hah?" tanya Atikah menatap lekat ke arah Maria.
"Hahaha, Atikah, kamu lucu yah? Tidak akan ada yang akan mendengarkan suaramu walaupun berteriak. Disi tidak ada orang lain Atikah," ucap Maria tersenyum melihat Atikah yang tertegun.
Atikah terdiam ia baru menyadari tindakan yang baru saja ia lakukan. Bahkan menggebrak meja dan berteriak sekencang tadi pada Maria.
"Nahkan! Kenapa terdiam lagi?baru juga berbicara, ayo kamu mau ngomong apa? Biar aku jawab," tambah Maria berbicara padaAtikah yang masih terdiam saja.
Atikah terdiam seribu bahasa dan duduk kembali, ia tidak menghiraukan Maria kembali dan membaca buku yang memang sedari tadi ia baca dan membiarkan Maria berbicara sesuka hatinya bahkan sesekali Maria merebut buku yang sedang Atikah baca. Namun tidak berhasil membuatnya untuk kembali menghiraukan Maria.
"Hahaha, sudahlah Atikah! Kenapa harus sesusah itu kamu hanya berbicara saja? Kamu bahkan membaca buku terbalik Atikah!" tawa Maria mengejutkan Atikah.
Atikah berdiri dan menggebrak meja kembali membuat Maria terkejut dan duduk tegak melihat ke arah Atikah yang menatapnya tajam.
"Aduuuh, Atikah! Kamu ini doyan banget yah? Mau buat kepalaku copoylt atau kamu ada dendam sama aku?" gerutu Maria menenangkan jantungnya yang berdebar stabil.
"Siapa yang mengintip aku saat aku mandi?" tanya Atikah menatap tajam pada Maria.
"Woow, Atikah? Kamu ini tidak seram mau menatapku dengan tajam begitupun! Malah membuat aku ingin ketawa tahu," ucap Maria tersenyum tertahan.
"Siapa!?" bentak Atikah semakin menatap tajam pada Maria.
"Hahaha, ini baru aku suka!" jawab Maria tertawa.
Atikah tetap dengan tatapan tidak sukanya pada Maria yang malah menertawakannya. Bahkan Maria tidak menjawab pertanyaannya. Pasalnya untuk pertama kalinya Atikah berbicara denga orag lain apalagi orang seperti Maria yang petakilan. Maria tersenyum dan menggeser kursinya menjaga jarak dengan Atikah tersenyum lebar melihat teman sebangkinya itu yang masih menatap tajam pada dirinya.
"Yang mengintip mu banyak! Ada Kambing ada domba juga ada adik-adik aku kamu," jelas Maria tersenyum tertahan melihat ekspresi tertegun ketika mendengar ucapannya.
"Kamu gila!" teriak Atika.
Atika tahu kalau Maria selalu menggembala bersama adik-adiknya, yang masih kecil di dekat sumur umum. Yang dimana sering ia kunjungi.Bahkan dia tahu waktu datang Maria menggembala dan juga pulang.
Dengan malas Atikah duduk kembali di kursinya dan menggeser menjaga jarak dengan Maria yang tertegun melihat tingkah laku Atika. Dia kini membaca kembali buku yang sempat Iya gunakan untuk menggebrak meja mengejutkan Maria. Bahkan sebenarnya Atika pun tidak percaya akan apa yang telah ia lakukan kan tadi.
'Hahaha, aku tidak mungkin memberitahumu kalau pamanmu selalu mengintipmu dari kejauhan jika kamu sedang mandi di sumur itu! Aku takut kamu malu dan sedih nantinya,' batin Maria tersenyum dan terdiam melihat ke arah Atikah yang fokus membaca bukunya.
Maria bahkan selalu mengusir pamannya Atikah menggunaka ketapel milik adiknya. Hanya untuk mencegah aksi pamannya mengintip Atikah mandi dengan lancar. Ia selalu mengusir paman Atikah dengan caranya sendiri. Hampir setiap hari Maria menjahili paman Atikah jika sedang mencoba untuk mengintip teman sebangku Maria itu.
Sejak saat itu, Maria tidak pernah berhenti untuk berbicara kepada Atika titik meski tidak pernah direspon olehnya, tapi Maria menganggapnya Atika merespon tanpa harus berbicara. Dengan Maria Maria yang selalu berbicara kepada Atikah meski tanpa merespon.
Namun Atika tidak pernah beranjak dari duduknya untuk menghiraukan Maria, yang setiap kali berbicara panjang lebar kepada dirinya. Bagi Maria selama Atika ada dan mendengarkan ucapannya tanpa pergi meninggalkan, itu artinya Atikah telah meresponnya bahkan mendengarkan cerita Maria. Mereka bersahabat dengan cara mereka sendiri, hingga saat ini mereka berada di sekolah yang sama di Sekolah Menengah Atas.
*Flashback off*
Tidak terasa sudah mendekati tengah semester Maria berada di kelas 10. Di sekolah ah sudah tiba ujian semester 1 dimulai begitupun Maria yang antusias dalam ujian ini. Ia meyakinkan dirinya bahwa dia bisa mendapatkan juara walau tidak dengan keuangan yang memadai.
Bahkan tidak jarang Maria sering ditagih uang sekolah oleh wali kelasnya. Masih seperti itu Maria tidak pernah putus sekolah, karena ia yakin kedua orang tuanya akan memperjuangkan uang sekolahnya.
"Huh, si jelek sedang ketakutan yah!" ucap Dede menggema hingga terdengar teman-teman sekelasnya.
"Aku rasa ... Biasanya ucapan yang terlontarkan itu! Adalah untuk dirinya sendiri. Atau kamu yang sedang ketakutan sekarang?" balas Maria tersenyum meledeknya.
"Kau ...."
Ucapan Dede terhenti ketika seorang guru datang masuk dan membuyarkan murid-murid di dalam kelas.
Maria tersenyum mengacuhkan Dede yang menatapnya dengan tajam. Ia bahkan hanya menanggapinya sebuah lelucon yang bisa saja dari temannya yang selalu menghinanya itu sedari di sekolah dasar mereka selalu bertemu di setiap sekolah.
Hari-hari menegangkan dari ujian kini telah berlalu, kini tinggal pembagian lapor dan hasil ujian tengah semester awal yang akan di umumkan di dalam kelas masing-masing.
Bahkan yang di tunggu-tunggu oleh setiap siswa. Maria sudah meminta kedua orang tuanya untuk mengambil hasil ujian tengah semester ini yang mesti diambil oleh kedua orangtua masing-masing.
Tapi sampai siang pun tidak ada yang datang untuk mewakili Maria untuk memanggil mengambil hasil ujiannya. Maria sudah menduga ini, akan terjadi seperti hal biasanya. Tidak akan ada yang mau repot-repot mengambil hasil ujian milik Maria. Apa lagi untuk bertemu dalam acara pertemuan orang tua siswa siswi di sekolah itu.
Hingga Maria dipanggil oleh wali kelasnya dan pada akhirnya dia sendirilah yang masuk ke dalam kelas dan mengambil hasil ujiannya. Meski sebenarnya, Maria merasa malu dan salah tingkah.
Saat ia memasuki kelas yang dilihat dan dengan pandangan terheran-heran daripada orang tua murid lainnya yang memperhatikan dirinya. Namun Maria tetap berjalan menghampiri wali kelasnya dan duduk di hadapan wali kelasnya saat ini.
"Maria, kenapa orang tuamu tidak datang?" tanya wali kelas kepada Maria.
"Mereka belum pulang Pak! Masih di Kebun saya lupa memberitahu mereka ke mana," jawab Maria.
Padahal kedua orang tuanya masih ada di rumah tanpa pergi ke kebun. Namun Maria tidak ingin ambil pusing dan tambah ribet lagi jika hanya untuk mengambil hasil ujian saja.
"Kamu ini ya! Sudah, kamu tanda tangan saja dulu ya! Kamu ambil saja hasil ujiannya kamu nanti Jangan dulu pulang akan diumumkan tentang Siapa saja yang 1 masuk 10 besar," tegas Pak Sopandi wali kelas Maria.
Maria mengangguk dan tersenyum lalu ia mengambil kertas ujiannya dan berjalan keluar meninggalkan kelasnya duduk di teras kelasnya.