Adam menggendong Maria. Memindahkannya ke kamar Maria. Ia menggendong denga perlahan adik perempuannya yang tertidur pulas.Saat akan memindahkannya memasuki rumah dan memasuki kamarnya Maria. Adam berpapasan dengan ibunya. Ia terlihat tidak suka ketika melihat Adam menggendong adik perempuannya itu.
"Kenapa di bangunkan saja? Seperti bapakmu saja! Kalo Maria ketiduran selalu di gendong dan tidak mau membangunkannya. Malah di gendong buat mindahin dia," cetus Ibu Ani.
Adam tersenyum, tidak menjawab ibunya dan bergegas memasuki rumah dan membaringkan Maria di tempat tidurnya. Saat membaringkan tubuh adik perempuannya itu. Adam tersenyum dan mengusap pucuk kepala adik perempuannya itu.
'Jadilah adik perempuan Kakak yang baik dan kuat sayang! Jangan pernah mudah menyerah,' ucap Adam tersrnyum dan meninggalkan Maria yang tertidur pulas. Ia keluar dari kamar Maria perlahan agar tidak membangunkan adik perempuannya itu yang sudah bermimpi dengan damai.
Pagi sekali keluaraga Maria sudah berkumpul di halaman rumah. Mengantar ke tiga kakak Maria untuk kembali bekerja di perantauan. Maria melihat kakak-kakaknya yang sedang meminum kopi dan sarapannya. Sebelum pergi dan berangkat lagi ke Jakarta dimana dimana mereka bekerja. Ia tersenyum penuh kebanggaan kepada kakaknya yang sudah menjadi kebanggaan bagi keluarga. Saat berada di hadapan Adam, Maria tersenyum dan mencium punggung tangan kakaknya itu. Adam tersenyum dan mengelus pucuk kepala Maria.
"Belajar yang baik ya sayang! Jaga dirimu," ucap Adam tersenyum.
"Siap Bos!" Makasih ya Kak, Maria semalam ketiduran dan malah ngerepotin Kakak," ucap Maria.
"Hmm, apanya yang terimakasih Kakak suka kok, gendong cewek!" goda Adam.
"Iiih Kakak ganjen," balas Maria.
"Makasih ya Kak, Maria senang sekali bisa di gendong Kakak seperti dulu," ucap Maria lagi.
"Dasar gadis nakal!" balas Adam tersenyum kepada Maria.
"Hati-hati di jalan dan kerjanya ya Kak, Maria pasti akan sangat merindukan Kakak," ucap Maria.
Adam tersenyum melihat adiknya yang merengek manja padanya. Meski Adam selalu memanjakannya, Maria tidak pernah manja sama sekali. Setelah berpamitan pada keluarganya. Kini ketiga kakak Maria menaiki mobilnya dan berangkat bekerja lagi. Meski tidak tahu kapan lagi mereka akan pulang dan berkumpul lagi dengan keluargany. Maria sangat bahagia dan tersenyum melihat kepergian kakak-kakaknya dan terdiam melihat kepergian mobil hingga tak terlihat lagi.
"Sudah usai jadi tuan putrinya! Cepat selesaikan nyucinya kamu! Mumpung masih libur," cetus ibu Ani.
Maria mengangguk, ia paham akan tugasnya yang masih banyak hari ini. Maria mengajak ketiga adiknya untuk pergi ke sumur untuk mencuci sekalian mandi. Ia selalu melakukan tugas rumah dengan baik dan hati yang ikhladls bahagia dalam hal apapun. Meski kenyataannya, ibu Maria sangat dan dengan jelas tidak menyukainya.
Saat sedang bersama dengan adik-adiknya, Maria tersenyum dan berbicara pada mereka.
"Nanti Kakak akan ke ladang mang Iyam, kalian mau ikut gak?" tanya Maria.
"Aku Kak!" teriak ketiganya.
"Tapi nanti jangan main jauh-jauh yah! Biar Kakak bisa menjaga kalian," tegas Maria.
Mereka mengangguk dan bahagia dengan hanya mendengar ladang saja. Apalagi jika di ajak ketempat dimana merekabisabebasbermain sesuka hati itu. Dimana ada banyak bebek yang bertelur di ladang itu. Dan mereka bisa bermain sepuas hati selama kakaknya mengijinkan. Itulah yang ada di pikiran ketiga adik Maria saat ini. Bagi Maria memang ladang adalah tempat yang paling aman mengingat ketiga adiknya sangat aktip dalam bermain. Lain dari rumahnya terlalu banyak kendaraan yang berlalu lalang jika ada anak kecil yang bermain akan ada sebiah hal yang tidak di inginkan nantinya.
Kini Maria dan ketiga adiknya berjalan Menelusuri jalan setapak dari rumahnya ke arah peternakan pamannya. Maria berjalan dari belakang ketiga adiknya itu, ia menjaga perlahan berjalan mengikuti adik-adiknya yang berjalan terlebih dahulu darinya ia memegang tangan adik-adiknya seperti tambang.
"Jangan berlarian ya pelan-pelan saja jalannya," ucap Maria.
Yana tiba-tiba terjatuh lalu ditertawakan oleh kedua adiknya yang lain begitupun Maryam yang terkejut dia sesegera mungkin menghampiri adiknya yang jatuh itu.
"Tuh Kan kakak belum juga selesai berbicaranya, sakit tidak Dek?" tanya Maria menghawatirkan adiknya yang terjatuh.
"Tidak sakit kok Kakak, ini hanya terkena lumpur saja," jawab Yana.
"Sini Kakak pegang tangan kamu dengan erat. Agar kamu tidak jatuh lagi," ucap Maria.
Ia menarik tangan Yana, kini mereka ber urutan saling pegangan satu sama lain mencegah untuk terjatuh lagi seperti sebelumnya hanya membutuhkan waktu setengah jam mereka untuk sampai di Padang milik pamannya itu.
"Assalamualaikum," Salam Maria setelah sampai di sebuah gubuk yang cukup besar untuk sebuah ladang.
"Waalaikumsalam , kamu sudah datang Maria?" jawab seorang pria setengah baya, yang tak lain adalah paman Iyam pemilik ladang peternakan bebek yang tak lain adalah paman Maria.
Maria mengangguk tanda jawaban atas pertanyaan pamannya itu dia bahkan tersenyum dengan ramah kepada pamannya dan mengikuti pamannya yang berjalan menuju sebuah ladang kandang, yang di mana disana berisikan banyaknya bebek-bebek yang akan Maria gembala.
Saat ini Maria sedang menggiring segerombolan bebek yang berjalan didepannya, diikuti ketika adik-adiknya yang juga ikut menggiring bebek-bebek tersebut untuk menghampiri ladang sawah yang memang belum dibajak.
"Kak boleh tidak kalau, Adek bermain kejar-kejaran?? Yunus .
"Iya sana," jawab Maria tersenyum dan mengangguk membiarkan adik-adiknya bermain.
Setelah bebek-bebek yang ya gembala kini mencari makan di sawah. Ketika kedua adik laki-lakinya itu bermain kejar-kejaran di tengah sawah pakaian mereka campuran dengan persamaan dari penggembala bebek itu di sawah. Maria duduk di pinggir sawah bersama dengan adik perempuannya yang ikut duduk di pinggiran sawah.
"Mereka ini bagaimana kalau nanti mengenai bebeknya,"gumam Lia.
Maria tersenyum mendengar ucapan adik perempuannya, yang kini duduk di samping dirinya tanpa mencoba untuk ikut bermain dengan kedua adik laki-lakinya yang lain.
"Apa kamu di bolehin sama ibu? Ijin tidak sama ibu?" tanya Maria kepada Lia yang menjadi anak kesayangan ibu Maria di setiap saat.
"Iyah, Lia tadi di ijinkan oleh ibu, asalkan nqnti Lia cuci baju yang kototlr milik Lia Kak," jawab Lia.
"Heh, biar nanti Kakak saja yang mencucinya. Kamu mau bermain disana? Pergi gih ikut main dengan mereka!" ucap Maria tersenyum kepada adik peremuannya.
Lia tersenyum mengangguk dan kini ia berlari menghampiri kedua adiknya yang tengah berlarian bermain jejar-kejaran hingga kini lumpur di tubuh mereka bertiga. Maria hanya memperhatikan ketiga adiknya sesekali ia melihat bebek yang sedang ia gembala saat ini.
"Heh, kalo kamu tahu aku kerjaannya hanya seperti ini saja, apa kamu akan tetap menyukaiku Nana?" gumam Maria mengingat kekasihnya yang sidah cukup lama tidak ia temui semenjak sekolah mulai masuk semester pertama di sekolahnya.
"Kak! Ada telur nih!" teriak Lia membuyarkan lamunan Maria.
Maria tersenyum dan mengangguk, Lia tertawa bahagia ketika ia membawa telur di tangannya dan menghampiri Maria dengan sangat bersemangat. Lalu ia memberikan dan menunjukan telur yang ia temui kepada kakaknya.
"Apa masih ada Dek?" tanya Maria.
"Kita cari Kak," ucap Yunus. Ia mencari sembari bermandikan lumpur di sawah yang sudah tidak menunjukan warna kulitnya kini lumpur di seluruh tubuhnya.
Maria mengangguk, iapun ikut mencari telur yang sekiranya ada di lumouran sawah yang memang sering mereka temui jika sedang menggembala bebek milik pamannya itu. Kedua adik laki-lakinya kini bermandikan lumpur dengan sangat gembira dan bahgia mereka bermain sambil sesekali mencari dan berharap menemukan telur yang bisa mereka temui di tengah-tengah lumpur yang saat ini sedang merekacari bersama dengan Maria.
"Apa kalian tidak lelah?" tanya Maria.
"Tidak Kak, aku malah suka hahaha," jawab Yunus.
"Dasar kalian ini! Ya sudah, kalo sudah lelah nanti istirahat dan duduk di tepian sawah ya," ucap Maria.
Mereka tertawa bersama bahkan mereka sangat bahagia hanya bermandi lumpur sekalian saja. Maria begitu bahagia melihat ketiga adiknya begitu bahagia. Ketika melihat adiknya senang dan bahkan tanpa protes dimana mereka sekarang sedang bermain. Hingga menjelang hari mulai sore, mereka kini berhenti bermain dan mencari telur di tepian sawah dan duduk bersama berjejeran.
"Waaah, ada banyak sekali telur yang kita dapatkan Kak! Makan enak malam ini kita Kak," teriak Lia tersenyum bahagia melihat banyaknya telur di hadapannya.
"Iya, nanti kita berikan kepada Mang Iyam dulu, ini ada banyak srkali kita dapat 15 telur ini," jawab Maria tersenyum merapihkan telur yang juga berlumpur.
"Tidak usah Kak! Langsung bawa pulang saja," ucap Lia.
"Tidak boleh seperti itu! Biar bagaimanapun ini adalah bebek punya mang Iyam jadi kita harus berikan dulu telurnya padanya," jelas Maria.
"Ini kan kita yang temukan Kak," ucap Lia.
"Iyah, dengar ya. Telur ini dari bebek milik mang Iyam. Kita hanya bantu memungutnya saja, bukan berarti menjadi milik kita. Jika memang rezekikita, nanti juga di kasih sama mang Iyam," kelas Maria.
"Kalau begitu pisahkan saja Kak," ucap Lia lagi.
"Jangan! Kita tunggu di kasih mang Iyam saja yah! Jika kita mengambilnya tidak di ketahui pemiliknya di sebut apa?" ucap Maria tersenyum pada adiknya.
"Mencuri ya Kak?" jawab Lia.
"Nah adik Kakak sangat pintar! Tidak baik jika kita di sebut pencuri Dek! Ayo kita pulang ini sudah sore juga kita harus mandi," jawab Maria tersenyum dan menfajak adiknya untuk kembali ke ladang dan pulang ke rumahnya.
Maria dan ketiga adiknya berjalan dengan raut wajah dan senyum bahagia di wajah mereka, Mereka tampak bahagia dan gembira ketika mereka berjalan dengan pakaian yang berlumpur bahkan sangat kotor hingga seluruh tubuh mereka bahkan rambutnya pun berlumpur titik pakaian berlumpur yang masih dalam suasana hati yang bahagia mereka bermain kejar-kejaran menuju rumahnya. Maria memperhatikan adik-adiknya yang tampak sangat bahagia saat ini.
"Waaah, ternyata mang Iyam baik ya Kak? Semua telur dia berikan untuk kita Kak!" teriak Lia tersenyum gembira.
"Maka dari itu, kitatidak boleh mengambil sesuatu yang bukan hak kita. Walau kita sedang dalam kesusahan sekalipun. Kita tetap harus mengembalikan barang itu kepada pemiliknya! Jika itu sudah rezekinya. Kita pasti akan mendapatkannya dengan cara yang benar!" jelas Maria.
Adiknya mengangguk dan memahami apa yang di katakan kakaknya. Namun tidak dengan kedua adik laki-lakinya yang memang masih belum cukup umur untuk memahami setiap ucapan Maria saat ini. Namun mereka selalu menuruti apapun yang di katakan kakaknya itu.
"Astagfirulloh, ini kalian kotor sekali! Sana pergi mandi dan bersih-bersih. Cuci tuh kepalanya sampai lumpur semua itu!" tegas ibu Ani melihat kedatangan keempat anaknya dari depan rumah.
Maria dan adik-adiknya mengangguk dan bergegas untuk mandi ke belakang dan membersihkan pakaian dan tubuh mereka yang memang sangat kotor. Setelah bermain di ladang dan berlumpur di sawah.
Maria memandikan adik-adiknya yang sedari tadi masih saja bermain dan berlarian kesana kemari. Namun Maria sama sekali tidak pernah mencegah adik-adiknya yang sedang sangat aktipnya dalam hal bermain di usia mereka saat ini.
"Buka dulu baju kalian, biar Kakak cuci bajunya," ucap Maria kepada kedua adiknya.
Keduanya mengangguk dan membuka bajunya. Maria mencuci pakaian kotor kedua adiknya yang justru sedang bermain air. Tanpa memperdulikan tubuh mereka yang sudah keriput karena bermain air selama itu.
Lain dengan adik perempuannya Lia yang masih mengenakan pakaiannya untuk mandi. Maria tersenyum melihat adik perempuannya yang memang pemalu itu. Ia malah ikut mencuci pakaian adiknya juga bersama dengn Maria.
"Kamu mandi sana! Biar Kakak yang mencuci semuanya, kita pulang dan makan telur yang tadi kita dapatkan," ucap Maria kepada Lia.
Lia mengangguk dan mandi bersama dengan kedua adiknya,begitupun Maria menyelesaikan acara mencuci dan mandinya hingga selesai.
Saat adzan berkumandang di petang. Maria terbiasa pergi mengaji bersama dengan adiknya Lia. Mereka selalu pulang dan pergi dari musolah dan mengaji di sana.
Maria yang kini sedang di teras depan terdiam, ia melihat kedua orang tuanya yang sedang berbincang dengan kakek Neneknya.
Maria kembali ke kamarnya dan membuka buku pelajaran yang belum sempat ia baca saat di sekolah. Ia membaca buku pelajaran sebentar hingga ia tertidur dengan buku di dekapannya. Ia tertidur pulas hingga menjelang adxan subuh tiba berkumandang membangunkannya.
Setelah semua tugas rumahnya beres dan selesai, Maria berangkat ke sekolahnya masih dengan Atikah menunggunya di pinggir jalan setia menunggu sahabatnya itu. Maria tersenyum ketika melihat sahabat baiknya itu kini ada di hadapannya dengan wajah cerah dan cerianya. Atikah memang tidak mudah untuk berbaur dengan orang lain selain dengan Maria.
Ia lebih banyak terdiam pada orang lain l. Namun lain ketika dengan Maria sahabatnya itu. Keluarganyapun sangat jarang berkomunikadi denga Atikah. Namun dengn Maria ia lebih banyak berbicara bahkan berubah ekspresinya jika sedang membicarakan tentang sahabatnya itu.
Maria sudah sangat penting dan berarti baginya. Maria yang ceria lengkap dengan Atikah yang selalu berhati-hati dalam berbicara terasa cerah dan indah ketikakeduanya bersama dalam setiap hal apapun.
"Bukankah Kakakmu ada pulang yah?" tanya Atikah.
"Iya, haya sehari doank," jawab Maria.
"Aku lihat bapakmu membeli motor bariu tuh, ketika kakak-kakakmu pulang kemarin," ucap Atika.
"Iya, itu motor punya kak Adam katanya buat keperluan di rumah," jawab Maria.
"Kenapa kamu tidak minta seragam baru saja padamereka? Kalo bisa beli motor baru mah?" tanya Atika.
"Huh, sekarang pertanyaanmu banyak sekali yah Atika!" balas Maria.
"Aku hanya heran saja pada kedua orang tuamu itu! Harusny pentingkan dulu seragammu!" ucap Atika.
"Motor juga penting Atikah, kan untuk keperluan kesana kemari!" jawab Maria.
"Bukankah, sudah ada motor yang lain? Penting apanya! Baju anak gadisnya ajagak di belikan," cetus Atikah.