Pagi-pagi sekali, Maria sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah iya bangun lebih awal untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya sembari memasak juga memandikan adik adiknya.
Maria berpamitan kepada ibunya yang sedang duduk di teras depan bersama dengan kedua adiknya, ia mencium punggung tangan milik ibunya yang sedari tadi bedug bersama dengan kedua anak laki-lakinya.
"Maria berangkat sekolah dulu ya Bu, Assalamualaikum," pamit Maria.
Dia tersenyum dan mencium kedua adiknya yang tengah duduk di pangkuan ibunya.
"Waalaikumsalam, nanti kamu pulangnya jangan sore-sore! Soalnya Ibu ada pertemuan dengan ibu-ibu di kampung," ucap Ibu Maria.
"Baiklah Bu, nanti Maria usahakan agar tidak pulang telat," balas Maria.
Maria berangkat ke sekolahnya setelah berpamitan kepada ibunya dan juga kedua adik. Ia kini berjalan dengan hati dan wajah yang ceria menghampiri sahabatnya Atika, yang sudah berdiri di depan rumahnya menanti kedatangan Maria. Saat Maria menghampiri sahabatnya Atikah itu, ia mengerutkan dahinya ketika melihat senyum tipis di wajah sahabatnya itu.
"Ada apa denganmu? Kenapa senyum seperti itu?" tanya Maria.
"Yang ada apa itu kamu, bukan aku! Kamu begitu sangat bahagia dan bersemangat pagi ini," jawab Atikah malas.
"Kenapa aku? Aku biasa saja yang justru aneh itu kamu tiba-tiba tersenyum, selama ini kan kamu sangat jarang sekali tersenyum apalagi tertawa," balas Maria.
"Huh, Ya ya ya, aku memang jarang senyum tapi aku tidak gila sepertimu, yang senyum-senyum sendiri!" cetus Atika.
"Hahaha, aku mana ada senyum sendiri, Atika," balas Maria.
"Gak usah ngelak kamu gila!" ucap Atikah berjalan lebih cepat.
"Eeh, Atikah! Jangan sembarangan kamu ya! Enak aja aku bukan gila tapi lagi jatuh cinta, hehe," ucap Maria tersenyum.
"Huh, lebay banget ya ampun," ucap Atikah.
Maria tertawa ketika melihat Atikah yang berjalan lebih dulu darinya meninggalkan Maria yang berjalan di belakangnya. Maria mengejarnya dengan senyum bahagia bersama sahabatnya itu.
"Aku hanya sedang bahagia saja sayang!" ucap Maria merangkul pundak Atikah.
"Hmmm, aku turut bahagia juga, oh iya kok aku merasa Topan juga menyukaimu loh Maria!" ucap Atika.
"Hah? Kamu bercanda kelewatan. Mana mungkin dia suka sama aku yang petakilan begini," ucap Maria.
"Tapi aku merasa seperti itu tau," tambah Atika.
"Gak perlu persepsi seperti itu, bersahabat jauh lebih baik daripada menjadi renggang hanya karena sebuah perasaan yang tidak pasti!" ucap Maria.
Atikah mengangguk, ia mengerti akan apa yang diucapkan oleh Maria. Pasalnya Topan memang tidak pernah menunjukkan tentang perasaannya kepada Maria, meski hatinya memang merasakan atau dia melihat sendiri Topan perhatian hanya kepada Maria. Namun seperti dugaannya dia yang perhatian tidak lebih dari hanya sekedar teman.
Namun itu semua akan jauh lebih baik ketika semuanya cukup hanya menjadi sepasang sahabat saja. Maria dan Atika kini berjalan tepat sampai di gerbang sekolah. Dari arah yang sama, mereka melihat kedatangan Topan dan juga teman-temannya. Mereka bertemu tepat di gerbang sekolah, bersama-sama saling menyapa satu sama lain.
Begitu pun dengan Topan yang tersenyum manis kepada Maria. Maria dan Atika hanya mengangguk dan tersenyum sebagai balasan sapaan dari mereka. Hingga kini mereka semua masuk bersamaan ke dalam sekolah.
Di saat Maria dan Topan sedang berbicara bahkan sembari bercanda, Maria yang sejak tadi ia tertawa lepas kencang dengan Topan. Ia bertemu dengan Nana yang juga baru masuk ke dalam sekolah dan berpapasan dengan mereka. Semuanya hanya tersenyum dan mengangguk menyapa kekasihnya itu.
Begitupun dengan Nana, ia tersenyum. Namun sedari ia melihat ke arah Topan yang begitu akrab dengan Maria lebih dari dirinya.
Nana kini berdiri tepat di hadapan mereka semua dan mencoba untuk berbicara kepada Maria.
"Bisakah kita bicara dulu?" tanya Nana kepada Maria.
Maria hanya mengangguk dan tersenyum, lalu ia berpamitan, pada temannya agar lebih dulu masuk ke sekolah. Maria berjalan dengan Nana ke sebuah kursi di halaman sekolah mereka kini duduk berdua saja.
Meski Maria tidak tahu apa yang akan dibicarakan oleh Nana, namun ia tidak pernah lepaskan senyum dan rasa bahagianya dari tadi. Ia bersama dengan kekasih hatinya itu, Nana masih terdiam dalam diam ia mencoba untuk menerka-nerka dan juga menata rapi ucapan yang akan dibicarakan kepada kekasihnya itu.
Namun dia tidak segera berbicara kepadanya, justru membuat Maria merasa sedikit penasaran akan apa yang akan dikerjakan oleh kekasihnya itu, hingga ia lebih mendahului berbicara kepada.
"Ada apa? Apakah ada hal yang penting untuk kita bicarakan?" tanya Maria mendahului bertanya kepada Nana.
Nana mengerutkan dahinya ia melihat saat menatap lekat mata kekasihnya itu, yang hanya tersenyum ketika melihat ketulusan dan kejujuran Maria di dalam sorot matanya. Nana tidak menjawab pertanyaan kekasihnya itu, ataupun berbicara.
Ia mencoba memegang tangan Maria perlahan dan mencoba untuk menenangkan hati dan dirinya. Juga jantungnya yang berdebar cukup kencang, jangankan Nana yang mencoba untuk memegang tangan kekasih hatinya itu.
Jantung Maria pun berdetak sangat kencang, ketika mendapati sebuah tangan menyentuh tangannya. Ia sedikit berkeringat dan mencoba untuk menetralkan perasaannya agar tidak terlalu berkecamuk dengan perasaan bahagianya. Saat Maria mencoba untuk bertanya dan berbicara lagi kepada Nana tiba-tiba Nana mencium tanganya itu dengan lembut.
"Astagfirullooh, Ada apa ini dengan jantungku? Dia berdetak sangat kencang dan dia kenapa seperti itu? Membuat jantungku mau copot saja," batin Maria.
Maria terdiam saat punggung tangannya di cium dengan lembut oleh Nana. Ia semakin tidak bisa berbuat apa-apa ketika di landa hal yang belum pernah terjadi pada dirinya.
"Apa kamu baik-baik saja, Sayang?" tanya Nana tersenyum dengan lembut.
"Eemm, apa yang kamu lakukan Nana?" teriak Maria salah tingkah.
"Hehe, aku hanya melakukan adegan di drama yang aku tonton semalam," ucap Nana tersenyum.
"Hah? Kamu mu aku hajar ya!" ucap Maria mengerutkan dahinya.
"Hehe, tapi kamu suka kan?" tanya Nana.
"Apanya? Ini buat jantung aku mau jatuh tahu!" cetus Maria.
"Hahaha, sini aku pegang biar gak jatuh Sayang!" balas Nana.
"Iiih, kamu ini yah!" ucap Maria.
Nana tersenyum ketika Maria memukulnya dengan pelan, tanpa membuatnya merasa sakit. Namun membuatnya semakin gemas pada Maria yang kini mulai manja padanya.
Saat kedua sudah merasa lelah karena tawa mereka, kini Nana terdiam dan melihat ke arah Maria menatap kedua mata gadis itu yang indah.
"Sayang?" tanya Nana.
"Iya," jawab Maria.
"I miss u," ucap Nana tersenyum.
"Eeh, kamu sehatkan Na?" tanya Maria ragu.
"Hmm, harusnya tuh kamu jawab Miss u too!" cetus Nana.
"Eeh, tapi ini beneran ya?" tanya Maria lagi.
"Kamu pikir aku lagi boongan?" jawab Nana.
"Hehehe, iya iya, miss u to Nana," ucap Maria tersenyum.
"Hmmm, kurang!" cetus Nana.
"Eeh, kurang apa?" tanya Maria mengerutkan dahinya.
"Harus tulus dari hati Mariama," jawab Nana.
"I miss u Nana ...."
"Miss u to," sela Nana tersenyum.
"Hmm," balas Maria tersenyum.
"Kamu panggil aku Sayang juga donk!" pinta Nana.
"Eeh, haruskah?" tanya Maria.
"Iya donk Yank!" jawab Nana.
"Emm, baiklah," ucap Maria.
"Baiklah apa?" tanya Nana lagi.
"Emm, baiklah Say, sayang," jawab Maria memelankan suaranya.
"Apa?" tanya Nana.
"Apa sih kan aku udah bilang tadi!" ucap Maria.
"Aku gak dengar Sayang," balas Nana.
"Iya Sayang!" ucap Maria menekan Nana.
"Hahaha, Sayang kamu sangat bersemangat ya," balas Nana tertawa.
Maria mengangkat sebelah alisnya tersenyum tertahan ketika melihat tingkah Nana yang jauh dari dugaannya.
Meski seperti itu, dia sangat menyukainya dan hatinya begitu bahagia ketika mendapati Nana yang lebih romantis dan manis.
"Oh iya yank? Kamu tidak sedang dekat kan dengan banyak pria?" tanya Nana.
"Hmm, aku dekat semua, malah semua temanku hampir cowok semua Na," jawab Maria.
"Hanya teman?" tanya Nana.
"Iya ...hanya teman kok," jawab Maria.
"Gak lebih?" tanya Nana lagi.
"Nggak," jawab Maria.
"Terus yang lebih siapa?" tanya Nana.
"Lebih apa?" tanya Maria.
"Yang lebih dari teman?" jawab Nana.
"Hmmm, mungkin Kamu!" ucap Maria tersenyum.
"Hmm, iyakah?" tanya Nana tersenyum.
"Seriusly," jawab Maria tersenyum dan mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V.
Nana tersenyum bahagia ketika mendengar ucapan Maria yang terdengar manis dan ia mencubit kedua pipi Maria dengan lembut dan gemas.
"Uuuunh, sakit tahu!" rengek Maria.
"Gak apa-apa, yang penting hati aku tidak akan pernah menyakiti kamu," ucap Nana.
"Hmm, kalo kamu nyakitin aku! Aku akan injak kaki kamu dengan sangat kencang," ucap Maria.
"Tapi aku akan sakit ketika melihat kamu dengan pria lain, apalagi sangat dekat," rengek Nana memajukan bibiirnya.
"Eeh, aku kan sudah bilang mereka semua hanya teman saja! Dan itu akan jauh lebih baik jika berteman dengan banyak pria," balas Maria.
"Agar kamu bisa gonta ganti pasangan?" manja Nana.
"Eh, kok gitu? Agar aku gk perlu rebutan cowok sayang," balas Maria.
"Apa maksudmu?" tanya Nana.
"Yaa, karena hanya wanita cantik yang jadi rebutan," jawab Maria.
"Kamu hanya satu-satunya pilihanku dan tidak akan ada yang lain!" ucap Nana.
"Terimakasih atas cintamu Sayang," balas Maria tesenyum.
Meski Maria merasa aneh dengan apa yang dia ucapkan, tapi dia mengikuti apapun yang diucapkan oleh kekasih hatinya itu. Yang teramat lembut pada Maria. Mereka berdua kini berpisah, hingga sampai di depan kelas. Mereka bersitatap satu sama lain dan tersenyum.
Maria tersenyum dengan Nana yang berpamitan kepadanya untuk pergi ke kelasnya. Saat memasuki kelasnya Maria dengan wajah bahagianya, ia duduk di kursinya namun dia tidak menyadari bahwa teman sebangkunya tengah memperhatikannya sedari tadi, Lafi melihat kearah Maria yang masih senyum-senyum sendiri saja. Tanpa memperhatikan teman sebangkunya itu.
"Sepertinya teman sebangkuku ini sudah gila," ucap Lafi.
Saat mendengar ucapan teman sebangkunya itu, Maria mengerutkan dahinya lalu melihat sekilas ke arah Lafi, yang sedari tadi tersenyum kepadanya.
Maria malas untuk meladeni teman sebangkunya itu, ia memilih untuk terdiam lalu menopang dagunya dengan sebelah tangannya.
Meski sudah menunggu jam pelajaran dimulai, namun meski sudah sekitar pukul 8 pagi, guru bahasa Indonesia yang akan mengajar pagi itu masih belum kunjung datang juga masuk ke kelas Maria. Setelah merasa bosan, Maria akhirnya memilih untuk tertidur diatas mejanya tanpa menghiraukan teman sebangkunya itu.
Yang sedari tadi mencoba untuk berbicara kepada Maria. Meski tidak ditanggapi oleh Maria tapi masih dengan setianya dia duduk di samping Maria. Hingga jam istirahat blender bunyi tiba, pada akhirnya Maria pun terbangun tanpa menghiraukan setiap pertanyaan atau ucapan dari Lafi.
Meski mendapati Maria yang sangat sangat jutek kepadanya, Lafi justru Malah semakin menyukainya bahkan memperhatikan punggung Maria yang berjalan pergi keluar dari kelasnya.
"Aku tidak tahu, jika ada seorang gadis yang seperti dia, " ucap Lafi.
"Kenapa? Kamu suka sama saodariku?" tanya Boyan duduk di samping Lafi.
"Entahlah Yan! Aku malah semakin tertarik padanya," jawab Lafi.
"Hahaha, Lu belum tahu aja aslinya Maria itu kaya gimana! Setelah tahu kamu pasti tidak akan pernah melepasnya jika sudah terlanjur menyukainya," balas Boyan.
"Benarkah? Memang bagaimana?" tanya Lafi dengan antusias.
"Hah! Kamu beneran menyukainya?" tanya Boyan.
"Memang kamu pikir bohongan?" balas Lafi.
"Oooh, baiklah berjuanglah kawan ," balas Boyan.
Mendengar penuturan temannya itu, Lafi tersenyum tipis ketika melihat atau mengingat tentang gadis sebangkunya itu, yang teramat sangat cuek kepadanya. Meski mereka selama ini selalu bersama, walau tanpa ada pembicaraan di antara keduanya.
Namun Lafi sangat menyukai dirinya yang duduk bersama dengan Maria, tanpa harus mendapatkan embel-embel orang-orang yang berteman dengannya karena melihat statusnya sebagai anak orang kaya. Seperti halnya saja sekolah di sekolah lamanya.
Setelah berbincang bersama dengan Boyan. Lafi kini berjalan bersama dengan temannya itu, lalu pergi ke arah kantin, hingga ia melihat Maria yang tengah terduduk dengan temannya. Meski ia melihat Maria tanpa acuh kepadanya.
Namun Lafi tetap memasang senyum kepada gadis itu. Lafi sudah tahu Maria memang selalu seperti itu, cuek kepada siapapun. Namun ia sangat menyukainya bahkan sampai saat ini dia masih tidak pernah merubah perasaannya kepada Maria yang terlihat semakin berubah dan bahkan semakin cantik.
"Seperti pria itu melihatmu terus! Bukannya dia itu teman sebangkumu" tanya Atika disamping Maria.
"Sudahlah, abaikan saja dia! Aku juga sudah terbiasa dengan dia," jawab Maria.
"Bagaimana kamu yang duduk dengan seorang pria dan tidak membuat Nana marah kepadamu?" tanya Atika.
"Tidak ada apa-apa. Semua ya seperti biasa! Hanya saja dia sudah tahu kok dan aku sudah berbicara kepadanya menjelaskan bahwa Lafi adalah teman sebangku aku yang bahkan sudah lama duduk bersamaku tidak ada hubungan apapun diantara kami berdua," ucap Maria.
Mendengar penuturan temannya itu, Atika mengangguk tersenyum, kini ia memakan kembali makanan yang memang sedari tadi mereka memakan makanan di kantin. Bahkan ia sudah tidak memperhatikan seorang pria yang sedari tadi memperhatikan Maria tanpa mengedipkan matanya. Namun sangat terlihat jelas.
"Tapi dia terlihat begitu sangat mempesona bahkan indah saat aku melihatnya," gumam Lafi tersenyum ketika ia melihat Maria yang tengah duduk bersama dengan sahabatnya itu.
"Orang jatuh cinta memang selalu gila seperti dirimu," balas Boyan tersenyum.
Boyan tersenyum mengingat sahabatnya itu kini berbicara tanpa henti bahkan tersenyum begitu saja melihat dan memperhatikan Maria yang saat ini tengah duduk bersama dengan sahabatnya itu.
"Kenapa tidak dengan sahabatnya itu aja? tanya Boyan pada Lafi.
"Tapi aku malah menyukai Maria," ucap Lafi tersenyum tipis masih dengan pandangannya ke arah Maria.
"Benar-benar sudah gila, sudah tidak bisa diobati lagi," balas Boyan tersenyum.
Boyan menepuk pundak Lafi, hingga kini dia tengah tersenyum dan memakan makanan yang mereka pesan bersama. Meski Lafi melihat kebersamaan keduanya Maria tersenyum ketika melihat saudaranya fokus makan tanpa memperhatikan nya lagi. Mereka makan di kantin dengan hati dan kebahagiaan mereka sendiri tanpa memperhatikan Maria dan juga teman-temannya lagi.