Dalam heningnya suasana di sekolah. Maria membuka kedua matanya dan melihat senyum dari kekasihnya yang menatapnya lekat. Nana mengusap bibir Maria yang sempat ia kecup sedari tadi, dengan lembut ia mengecup kembali bibir itu. lalu menyudahinya dan menatap kembali wajah kekasihnya itu.
"Terima kasih sudah mau menjadi kekasihku," ucap Nana.
Nana tersenyum menatap kekasihnya itu. Maria tersenyum dan mengangguk menanggapi ucapan Nana yang sangat lembut dan berterima kasih kepadanya.
"Ayo aku antar pulang?" ajak Nana kepada Maria.
Maria mengangguk dan tersenyum. Untuk kali ini, ia mengijinkan Nana untuk mengantarnya pulang. Namun dengan satu syarat, Nana hanya boleh mengantarnya tidak sampai rumahnya. Meski seperti itu.
Nana menyetujuinya dan mengantar kekasih hatinya itu. Untuk pulang ke rumahnya, baginya adalah hal yang sangat penting mengikuti apa yang diinginkan Maria. Dalam perjalanan, mereka tidak seperti pasangan kekasih. Namun mereka saling berbincang dan berbicara satu sama lain.
"Ingat ya, kamu jangan cari pacar di sekolah baru kamu nanti!" tegas Nana.
"Iya, nanti jika tidak ada yang menyukai aku. Aku akan tetap bersama kamu selamanya," jawab Maria sembari tersenyum.
"Jadi, kalau ada yang menyukai kamu! Kamu tidak akan bersamaku?" tanya Nana.
Nana menatap Marua dengan kesal dan mengerutkan dahinya meliahnya Maria tertawa, ketika melihat kekasihnya itu marah dan kesal saat digoda olehnya. Nana mengerutkan dahinya.
"Kamu sudah mulai nakal ya?" tanya Nana tersenyum melihat Maria.
Maria mengangguk hingga sampai mereka bercanda hanya berdua saja. Sesampai di Prapatan, mereka berpisah. Maria berjalan meninggalkan Nana yang masih menunggunya.
Hingga tidak terlihat lagi punggung kekasihnya itu, Nana berjalan dan berbalik untuk pulang dengan hati yang senang dan bahagia. Maria kini sudah berada di rumahnya dan melihat kedua orang tuanya berada di teras depan rumahnya.
"Assalamualaikum," Salam Maria.
"Waalaikumsalam," jawab kedua orang tua Maria.
"Habis dari mana kamu jam segini baru pulang?" tanya ibu Ani.
"Karena habis turnamen Bu, jadi Maria harus membereskan alat latihan dulu," jawab Maria.
Dengan hati berdebar, Maria terdiam. Ini untuk pertama kalinya ia berbohong. Maria terdiam ketika menanggapi ibunya yang yang tidak menjawabnya. Ia berjalan ke dalam rumah dan berganti pakaian.
Ia mencoba untuk menetralkan kembali perasaan dan pikirannya yang masih terdengar, debaran jantung mengingat ciuman yang dari kekasihnya itu. Perasaan seorang wanita yang sedang jatuh cinta itu akan memperindah apapun yang terjadi kepada dirinya. Saat Maria pergi ke dapur untuk mencuci pakaian di kamar mandi, tiba-tiba Amran datang menghampirinya.
"Dek, kamu mau daftar kapan? Di sekolah Kakak, sudah banyak yang daftar murid baru loh," tanya Amran berdiri di pintu kamar mandi.
"Adek sudah berbicara sama wali kelas, tapi tidak tahu kapan bisanya! Katanya Maria hanya perlu datang dan mendaftar saja,"Jawab Maria sambil mencuci.
"Oh, baguslah nanti kamu belajar yang benar, kalau ada apa-apa cari saja kakak. Kakak di kelas 9B," ucap Amran.
"Baiklah Kak, orang pertama yang akan Maria cari tentu saja Kakak," jawab Maria.
"Iya, tapi jangan bermanja-manja pada kakakmu itu," tepis Ibu Ani datang menghampiri mereka.
"Baik Bu," jawab Maria.
Amran berjalan meninggalkan Maria yang sedang mencuci pakaian namun lain dengan Ibu Ani, Iya melihat Maria namun ia berjalan ke dapur dan memasak untuk makan malam.
"Oh ya Maria, uang daftar yang kemarin. Apa sudah kamu pakai?" tanya ibu Ani.
"Belum Bu, kan Maria baru akan mendaftar besok," jawab Maria.
"Oh kalau begitu Kamu nanti tanya ke ayah kamu, apa dia mau menambahkan uang daftran atau tidak? Soalnya Ibu sudah tidak ada lagi," ucap Ibu Ani.
Maria mengangguk memahami ibunya yang selalu mengandalkan ayahnya, dalam hal apapun tentang Maria, Ibu Ani tidak pernah mau berurusan berlama-lama dengan Maria.
Meski hanya bertatap muka. Namun bagi Maria adalah suatu keberkahan dan sangat berarti, ketika ibunya mau berlama-lama berbicara kepadanya. Mengingat untuk selama ini, Ibu Maria tidak pernah sekalipun enggan untuk berbicara kepada Maria. Apalagi bersitatap muka. Maria menyelesaikan tugas rumahnya dan juga mencuci. Setelah itu ia melihat ibunya yang masih memasak.
"Bu, Maria sudah selesai, aku ke depan ya lihat adik-adik," ucap Maria.
"Ya sudah," jawab Ibu Ani.
Maria mengangguk dan berjalan keluar dari dapur menuju teras rumah dan melihat keempat adiknya yang sedang bermain di depan rumah. Saat dia sedang bermain, Maria teringat kembali akan sikap lembut dari Nana. Kekasih barunya itu, untuk pertama kalinya.
Ia memiliki seorang kekasih, apalagi Nana adalah seorang pria yang sangat tampan, lembut dan baik hati. Maria terdiam dengan senyum tipisnya mengingat kekasih hatinya itu.
"Kak, Lia mau makan Kak," pinta Lia.
Maria tidak menjawab ucapan adik perempuannya itu, karena ia masih saja tersenyum tipis, mengingat dan membayangkan kekasihnya itu. Ia bahkan berangan-angan. Apa yang akan terjadi di hari esok. Maria mengingat bibir tipis milik Nana, senyuman dan tatapan tulus dari pria itu.
"Kak, Kak Maria!" seru Lia sedikit menarik lengan kakaknya.
Maria terkejut saat adik perempuan itu menarik lengannya. Hingga memajukan bibirnya ke depan.
"Ada apa Dek?" tanya Maria membuyarkan lamunannya.
"Adek mau makan!" jawab Lia mengusap perutnya.
Maria tersenyum dan mengangguk ketika melihat adik perempuannya yang setiap kali berada bersamanya selalu meminta makan. Namun Maria sangat bahagia ketika adik-adiknya dengan lahap makan dan itu memastikan mereka dalam keadaan baik-baik saja dan sehat.
Bagaimanapun Maria sangat mementingkan kesehatan dan keamanan ke empat adiknya, jauh lebih penting dibandingkan dirinya.
Di malam hari, Maria terlentang di atas ranjang tidurnya. Ia menatap langit-langit kamar yang berwarna putih dan membayangkan wajah kekasihnya itu, yang sedang tersenyum menatapnya.
Bahkan menggodanya terlihat manis dengan lesung pipi di wajah dan kulit putihnya. Mengingat hal itu, Maria menggelengkan kepalanya. Lalu mencoba untuk menutup kedua matanya dan tertidur. Jangankan tertidur, Maria malah berguling-guling kesana kemari. Meski ia mencoba untuk menutup kedua matanya dan tertidur.
Namun sama sekali tidak bisa ia lakukan. Apalagi harus tertidur dengar pulas. Maria mencoba untuk mengambil buku tulisnya dan pena. Ia mencoret-coret buku dengan tulisan Aku dan dia. Ia hanya menulis hal seperti itu sepanjang malam, sebanyak yang ada di buku tulisnya.
Hingga malam tibapun ia kelelahan dan tertidur. Sekitar pukul 4 pagi, Maria terbangun dan ia bergegas ke kamar mandi. Bahkan ia juga menanak nasi untuk keluarganya dan sarapan dirinya.
Maria yang sedang bahagia, semua hal yang ia lakukan terasa ringan mengingat ia ingin sesegera mungkin berangkat ke sekolah dan menemui kekasihnya itu. Maria sembahyang subuh dan ia bergegas untuk bersiap ke sekolah.
Untuk kali ini, tugas membangunkan adik-adiknya beralih kepada ibunya yang memang untuk kali ini kedua orang tuanya tidak pergi ke kebun.
******
Nana saat pulang dari sekolah. Ia hanya berdiam diri di kamarnya di siang hari. Ia merebahkan tubuhnya membayangkan dan mengingat wajah Maria yang terlihat polos. Apalagi ciuman pertama mereka sangat mengesankan dan indah bagi Nana.
"Gadis bodoh yang menggemaskan dan aku sangat menyayanginya," gumam Nana menatap langit-langit kamarnya.
Saat Nana pemikiran dan membayangkan Maria. Terdengar adzan berkumandang, membuatnya terbangun dari tidurnya dan berdiri hendak ke kamar mandi membersihkan tubuhnya. Setelah itu ia bersembahyang dan kembali keluar dari rumahnya.
Hanya melakukan untuk makan saja, kedua orang tuanya bahkan menatap Nana yang lain dari biasanya. Nana yang selalu tidak pernah makan tepat waktu, meski kedua orangtuanya atau ibunya selalu memaksanya untuk makan.
Bagi mereka adalah sebuah anugerah ketika putra kesayangan satu-satunya itu, bersedia untuk makan. Apa lagi bersama dengan kedua orangtuanya. Mengingat Nana memang selalu menyendiri, ketika di dalam rumahnya. Nana terbilang seorang laki-laki yang cukup tertutup ketika di rumah apa lagi bersama keluarganya.
Kalau tahu saudaranya yang lain yang cukup keluarga besar dan saudara yang banyak. Nana berpamitan untuk kembali ke kamarnya kepada kedua orangtuanya yang masih tertegun mendapati sikap putranya untuk kali ini.
"Ada apa dengan Putra kita?" tanya Ayah Nana.
"Sepertinya sebuah anugerah telah menimpa kepada keluarga kita," jawab Ibu Nana.
"Dan sepertinya Putra kita sedang jatuh cinta," tambah Ibu Nana.
"Alhamdulillah, jika itu benar. Berarti gadis itu adalah jodoh untuk putra kita, bahkan adalah sebuah berkah bagi keluarga kita," ucap Ayah Nana.
"Ibu penasaran, apa yang terjadi pada putra kita dan siapa gadis yang sudah membuat putra kesayangan kita jatuh cinta bahkan berubah menjadi lebih baik seperti ini?" tanya Ibu Nana kembali.
Nana memasuki kamarnya setelah makan. Ia duduk di kursi meja belajarnya dan mengambil sebuah buku dan pena untuk menulis sebuah puisi atau hal yang membuatnya teringat kekasih pertamanya itu Maria.
*Ketika sebuah rasa meresap di dalam diri kita, rasa itu akan selalu terkenang di sepanjang masa Maria dan aku*
Itulah yang tertulis di buku Nana untuk pertama kalinya ia menulis kata-kata seperti itu. Di sepanjang malam, Nana hanya tersenyum, ketika mengingat wajah gadis polosnya itu, Maria yang tersenyum dan tersipu malu menjadi kekasihnya. Nana melupakan suatu hal yang semestinya ia lakukan.
"Oh Astaga! Aku bahkan tidak tahu nomor ponselnya, jika aku rindu bagaimana?" gerutu Nana.
Nana memutar-mutar ponselnya. Nana membayangkan wajah kekasih hatinya itu seorang gadis untuk pertama kalinya tidak menghiraukannya bahkan sangat jutek kepada dirinya, lain dari gadis lain yang biasanya selalu berteriak berteriak akan namany.
Namun untuk kali ini, dirinya lah yang selalu meneriaki nama Maria di dalam hatinya. Di pagi hari, Nana terbangun mengingat dirinya yang tidak bisa tertidur tadi malam. Dia bergegas untuk berangkat ke sekolah lalu menyapa kedua orang tuanya dan mengambil sarapan hanya memakannya dengan tergesa-gesa.
Kedua orang tua Nana, melihat putranya yang begitu panik kesiangan untuk yang pertama kalinya putranya itu, bangun sangat siang. Bahkan Nana tidak sempat untuk merapikan rambutnya, meski rambut Nana tetap rapih, walau tanpa menyisir. Hanya menggunakan jari rambut Nana yang rapi, Nana berpamitan kepada kedua orang tuanya dan bergegas untuk pergi ke sekolah.
"Kamu tidak mau diantar, Nak?" tanya ibu Nana.
"Tidak perlu Bu, Nana akan jalan kaki saja," jawab Nana melahap sarapannya.
Nana berpamitan dan berjalan keluar dari rumahnya menuju sekolah dengan tergesa-gesa. Dia berjalan hingga ia tidak terasa sudah sampai di sekolah. Ia berpapasan dengan Maria yang juga baru sampai di sekolah.
Saat mereka berada di gerbang. Namun gerbang sekolahnya sudah tertutup. Maria dan Nana saling mengerutkan dahinya, bahkan saling menatap lalu mereka tersenyum dan tertawa. Mengingat mereka berdua sama-sama berangkat ke sekolah kesiangan.
Nana dan Maria mencoba untuk masuk ke dalam sekolah, penjaga sekolah mengijinkan mereka berdua untuk masuk ke sekolah. Namun keduanya mendapatkan hukuman untuk berdiri menghadap tiang bendera. Dengan tangan menghormat ke bendera. Nana dan Maria hanya menurut saja. Bahkan mereka saling menatap dan tersenyum tertahan mengingat mereka berdua bahkan dihukum bersamaan.
"Kenapa kamu kesiangan?" tanya Nana kepada Maria.
"Aku hanya tidak bisa tidur saja," Jawab Maria.
"Apa karena mengingat aku?" tanya Nana.
"Jangan terlalu narsis. Aku hanya tidak bisa tidur saja," elak Maria dengan malas.
"Tapi aku tidak bisa tidur karena mengingatmu," ucap Nana tersenyum kepada Maria.
Maria mengerutkan dahinya, lalu ia tersenyum mendengar penuturan Nana, yang terdengar sangat manis baginya. Maria tersenyum meski dihukum bersama, mereka tidak merasa panas karena Nana sesekali menutup menutup kening Maria, agar tidak kepanasan oleh sebelah tangannya.
Maria hanya tersenyum ketika mendapati perlakuan lembut dari Nana, mereka berdua terlihat sangat romantis ketika dihukum bersama di halaman sekolah.
Dari kejauhan begitu banyak sorotan mata yg tajam, yang tidak menyukai adegan dimana Maria dana Nana dihukum berdua saja. Bahkan mereka mencurigai ada hubungan di antara mereka berdua hingga membuat keduanya sangat dekat. Bahkan tersenyum dan tertawa bersama.
"Ada apa dengan mereka ini? Apa mereka beneran berpacaran?" tanya Ina kepada Dira yang juga kesal melihat kebersamaan Maria dan Nana.
"Yang pasti aku tidak akan membiarkan mereka berdua bersama," jawab Dede.
"Yah, aku akan mendukungmu sangat tidak menyukai Maria. Gadis Miskin dan jelek dekat bersama dengan pria tertampan di sekolah kita ini," tambahin Ina.
Mereka berdua menatap Maria penuh dengan kebencian dan tidak suka melihat kebersamaan Maria dan Nana. Mereka yang terlihat. Bagi siapapun mereka adalah sepasang serasi. Mengingat Maria meski dengan tampilannya yang sedikit barbar.
Namun gadis itu sangat cantik dan lugu dengan kulitnya yang warna putih khas Indonesia. Berdampingan dengan Nana pria tampan dengan kulit putihnya bahkan manis dan juga kelembutan hati dan cara ia berbicara yang membuat semua wanita menyukainya.
Bahkan mengaguminya ingin memiliki pria tampan seperti Nana, namun kini mereka sangat membenci Maria ketika melihat kebersamaan Maria dengan Nana.
Apalagi mengingat jebakan yang Ina buat malah semakin membuat Nana dekat bersama Maria. Bahkan kini menjadi sepasang kekasih. Meski mereka hanya baru menduga-duga saja, akan tetapi apa yang mereka lihat saat ini adalah kebenaran yang nyata dan bisa diartikan bahwa Nana dan Maria ada sebuah hubungan asmara.
Seperti sepasang kekasih mengganggu ini siapapun yang melihat kebersamaan mana dan Maria bisa dibilang Memang mereka berdua adalah sepasang kekasih yang sangat serasi. Namun bukan Nina yang licik. Jika ia tidak mengadu dombakan antara Maria dan Dira seperti sebelumnya.
Dia akan membuat Maria semakin menderita. Apalagi Maria yang sudah merebut kekasih hatinya itu yang sangat disukai oleh Nina selama ini. Namun malah Maria lah yang kini menjadi kekasih Nana. kebencian yang melekat di diri Nina kini semakin besar.