Ketika pulang ke rumah, Mariadan berpisah dengan Dera Maria kini pulang ke rumah ya dan ia terdiam di dalam kamarnya, meski ia masih penasaran akan apa yang terjadi pada dirinya namun Maria tidak berani untuk berbicara kepada ibunya yang tengah memperhatikannya. Saat melihat Maria yang sedari tadi terdiam saja, Ibu Maria mengerutkan dahinya ketika melihat Maria yang masih Acuh kepada dirinya.
"Anak gadis memasang raut wajah seperti itu, itu tidak baik untuk masa muda kamu!" ucap Ibu Maria.
Saat mendengar penuturan ibunya, Maria semakin malas untuk berbicara atau meladeni ibunya itu. Setelah menjemurkan pakaiannya, Maria kini masuk kedalam rumahnya ya sembari ia perlahan mencoba untuk mencari cara untuk dirinya yang masih Ih berdarah di bagian sumber darahnya. Maria menutup pintunya, lalu ia tersendu menangis memikirkan apa yang terjadi kepada dirinya. Ia bahkan tidak tahu jika dirinya Tengah sakit dalam hal seperti ini.
"Padahal baru juga aku itu tahu akan kehidupan yang sebenarnya. Aku yang memiliki pacar dan sedang menjalani hidup yang sedikit normal seperti gadis lainnya bagaimana jika aku bener-bener sakit," gumam Maria.
Dia masih menangis tersedu ketika melihat dirinya yang masih saja berdarah tanpa hentinya. Namun saat ia mencoba untuk membenarkan Pakaiannya yang kini sangat banyak darahnya tiba-tiba sebuah ketukan di pintu kamarnya membuyarkan lamunannya.
"Siapa?" tanya Maria.
"Ini aku Nisa," jawab seorang gadis yang bernama Nisa.
Anisa yang tal lain adalah saudari Maria dari anak bibinya. Maria berdiri lalu menghampiri pintu kamarnya dan membukanya. Saat Maria bertanya kepada Anisa, tiba-tiba gadis itu masuk ke dalam kamar Maria dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur Maria. Maria mengerutkan dahinya ketika melihat saudaranya itu memang sudah terbiasa keluar masuk kamarnya. Bahkan ia bisa saja tertidur di sana.
"Aku sedang bete nih main yuk!" ajak Annisa.
"Aku tidak mau! Aku sedang sakit tau," balas Maria.
"Kamu sakit? Apa seriusan? Sejak kapan kamu sakit? Bukannya setahu aku kamu tidak pernah sakit sama sekali?" tanya Anisa.
"Aku manusia juga Nisa, aku serius," jawab Maria.
"Memangnya kamu sakit apa?" tanya Anisa.
"Aku juga tidak tahu. Aku bahkan tidak merasakan sakit apapun tapi aku tidak tahu kenapa dia keluar terus," jawab Maria.
"Maksud kamu keluar apa penyakit kamu?" tanya Anisa.
"Bukan penyakit. Aku tapi ... aku tidak tahu pokoknya mereka keluar saja dan itu tidak bisa dihentikan aku bingung mengobatinya bagaimana," jawab Maria.
"Kenapa kamu sedih si Maria? Katakan apa sih sakitnya kamu kamu sakit apa?" tanya Anisa sedikit khawatir.
Maria mengangguk, Ia lalu memberi tahu kepada Anisa hanya dengan menunjukkan ke arah area sensitifnya. Anisa masih belum memahami apa yang dimaksud oleh saudaranya itu.
"Katakanlah Maria ... aku tuh tidak mengerti bahasa isyarat! Lagipula kamu itu bisa berbicara dan aku juga," ucap Anisa.
Maria kesal kepada saudaranya itu lalu ia menunjukkan dengan tangannya bahwa dirinya sakit di area itu.
"Sakit bagian itu?"tanya Anisa.
Maria mengangguk, namun ia menunjukkan bahwa dirinya sangat sedih ketika mengingat memang Maria memiliki sebuah penyakit. Yang adalah hal yang tidak mungkin jika kedua orang tuanya simpati, apalagi mengobatinya berbagai macam pikiran begitu banyak yang ada di benak Maria.
Namun Anisa mengerutkan dahinya lalu ia duduk bersampingan dengan Maria lalu menatap lekat ke arah saudaranya itu.
"Coba ceritakan awalnya seperti apa? Aku masih belum memahami apa maksud kamu Maria," tanya Anisa.
Maria mengangguk, ia lalu menceritakan awalnya ia seperti itu dan mencoba untuk memberitahu. Bagaimana dirinya bisa berdarah memiliki sebuah penyakit di area seperti itu. Namun saat Maria menceritakan awalnya ia tiba-tiba berdarah di area sensitifnya. Anisa tiba-tiba menepuk jidatnya lalu ia memukul kening Maria dengan sangat keras.
Ia tertawa terbahak-bahak melihat Maria yang sempat menangis hanya karena seperti itu. Maria mengerutkan dahinya ketika melihat saudaranya malah tertawa menertawakannya tanpa menjelaskan apa yang terjadi.
"Kamu ini benar-benar polos banget ya Maria!" ucap Anisa tertawa.
Maria tidak mengerti apa yang dimaksud oleh saudaranya itu, namun ia masih memikirkan bagaimana cara untuk menghentikan darah yang keluar di sana. Yang membuatnya semakin takut dan tegang sehingga tidak terasa air matanya terjatuh Mama Iya Sedikit Sedih ketika mengetahui kenyataannya bahwa dirinya tengah mengidap sebuah penyakit yang bahkan dia pun tidak tahu.
"Kenapa kamu malah tertawa? Aku sedang dalam kesedihan ini?" tanya Maria.
"Baiklah ... Baiklah! Aku tidak akan tertawa lagi, tapi kamu udah benar-benar sangat polos dan sangat lucu membuat aku ingin tertawa tanpa henti," jawab Anisa.
Anisa berhenti tertawa dan membenarkan posisi duduknya, namun saat ia melihat Mat di samping tempat tidur Maria dia tersenyum dan berjalan menghampiri meja yang berada tepat di samping tempat tidur Maria, dan memberikannya kepada Maria titipkan.
"Apa nih pakai ini!" ucap Anisa.
Ucapan Anisa yang memberikan satu kotak sebuah pembalut yang memiliki sebuah merek dan tersenyum melihat Maria yang mengerutkan dahinya ketika mendapati Anisa memberikan barang yang ada di kamarnya.
"Untuk apa ini?" tanya Maria.
" Jika wanita sedang seperti itu biasanya menggunakan ini," jelas Annisa.
"Maksud kamu apa?" tanya Maria semakin tidak mengerti.
"Hahaha, kamu itu sedang PMS Maria. Kenapa hal seperti itu pun kamu tidak tahu?" jawab Anisa.
Ia tertawa tertahan ketika melihat Maria yang terdiam, bahkan mengerutkan dahinya mendengar penuturan saudarinya itu. Saat Maria mendengarkan penjelasan Annisa, tentang seorang gadis yang akan berada di fase dimana ia akan ada di usianya yang akan mengalami menstruasi, seperti saat ini yang ia rasakan.
Maria mengangguk ia tidak ingin berbicara terlalu banyak dengan Anisa. Maria melakukan hal yang di tunjukkan oleh Anisa, dengan sabarnya Anisa memberitahu cara pemakaiannya dan juga, keterangan tentang seorang wanita yang ketika PMS memang akan selalu ada di mana mode atau ketidaknyamanan itu.
Anisa sempat menggelengkan kepalanya ketika mendapati kenyataan bahwa Maria tidak tahu sama sekali tentang hal itu.
"PMS, dimana seorang wanita yang akan mendapati fase menstruasi seperti saat ini. Karena apa kamu sama sekali tidak ada yang memberitahumu tentang yang namanya PMS?" jelas Anisa.
Maria menggelengkan kepalanya, namun ia sangat lega sekali di dalam hatinya bahwa dirinya memang tidak sakit, ataupun mengidap penyakit yang serius. Saat ini keduanya masih tengah berbincang, dengan Maria yang kini tengah mulai nyaman mengenakan sesuatu untuk mencegah dirinya berasa tidak nyaman. Tentang yang namanya menstruasi.
"Aku tidak tahu, jika yang namanya PMS itu harus seperti itu," ucap Maria.
"Sebenarnya itu karena kamu, tidak mau berbaur dengan yang lainnya coba kamu mau berbaur dengan yang lain. Pastinyakan tidak akan seperti ini mungkin kamu tidak akan menangis saat pertama kali kamu mendapatkan PMS," balas Annisa.
Maria mengangguk lalu merebahkan tubuhnya merasakan bahwa dirinya Tengah bermalas-malasan tanpa ingin melakukan aktivitas hal apapun. Anisa menggelengkan kepalanya ketika melihat saudaranya itu, kini ternyata sudah mulai dewasa karena sudah memulai untuk menstruasi meski dengan cara yang berbeda Maria menanggapinya.
"Kamu sudah gede sekarang, mau ngapain aja kamu bebas," ucap Anusa tersenyum.
"Maksud kamu apa? Aku sakit apa?" tanya Maria.
"Ya ampun Maria ... kamu gak sakit! Kamu hanya PMS aja!" jawab Anisa.
"Hah? Aku? PMS? Seriusan?" tanya Maria.
"Iya," jawab Anisa.
"Serius? Hahaha, yeyeye ... aku PMS," teriak Maria kegirangan.
"Serius aku PMS?" tanya Maria lagi.
Anisa mengangguk menjawab pertanyaan Maria yang tengah bahagia kegirangan hanya karena dirinya sudah mestruasi.
'Ada apa dengan gadis ini? Menstruasi aja dia bahagia sekali! Tertawa lepas begitu cantik dan manis,' batin Anisa tersenyum.
"Apa ibumu tidak memberitahumu tentang PMS? Atau menjelaskannya padamu?" tanya Anisa mengerutkan dahinya.
"Hah? Gak!" jawab Maria tersenyum.
Anisa mengerutkan dahinya ketika mendengar jawaban dari Maria yang memang ibunya tidak pernah berbicara lama atau hal-hal yang bersangkutan tentang seorang wanita.
Begitulah Maria meski ia berada di lingkungan keluarga besar, Maria hidup seperti seorang diri saja dengan kehidupannya yang jauh dari kata sempurna bagi seorang gadis di usianya. Anisa tersenyum ketika melihat senyum manis bahagia di raut wajah Maria hanya karena ia tengah datang bulan seperti yang saat ini. Maria rasakan, Annisa menarik Maria hingga terduduk di di tempat tidurnya.
"Apa kamu tahu tentang konsekuensi yang namanya menstruasi?" tanya Anisa.
Maria menggelengkan kepalanya yang memang tidak pernah mengetahui terlalu banyak tentang seorang wanita, yang mengalami datang bulan seperti yang saat ini dirasakan. Dia hanya memahami tentang menstruasi yang dialami oleh seorang wanita itu pun ia pelajari di sekolah.
"Lalu. kenapa kamu sangat bahagia ketika tahu bahwa kamu sedang datang bulan?" tanya Anisa.
"Karena kakak-kakaky dan juga Boyan selalu meledek aku, masalah aku yang belum juga PMS sampai saat ini. Maka dari itu aku sangat senang sekali ketika aku yang benar-benar PMS hehe," jelas Maria terkekeh.
Anisa mengerutkan dahinya ketika mendengar jawaban dari Maria saudari perempuan itu. Ia memang tidak pernah berbaur dengan orang lain karena dirinya disibukkan dengan pekerjaan rumah dan an-nur us mengurus keempat adiknya yang masih kecil saja.
"Maria ... seorang gadis yang sudah mengalami menstruasi itu, ia harus lebih bisa menjaga diri dengan lebih baik! Terutama menjaga diri kamu dari seorang pria kamu harus lebih hati-hati menjaga kehormatan kamu yang sekarang sudah dewasa kamu," ucap Annisa.
Maria mengangguk dia memahami apa yang dibicarakan oleh Annisa saudarinya itu. Namun karena ia sedang senang saking bahagianya memeluk Anisa dengan sangat erat, bahkan ia membuat Anisa sedikit tercekik karena pelukan Maria yang sangat erat kepadanya.
Meski seperti itu, Anisa ikut bahagia ketika mendapati saudarinya itu kini tengah dewasa. Bahkan ia sangat bahagia hanya karena dirinya telah mendapati menstruasi seperti saat ini.
"Tapi kamu masih di kelas 2 harusnya tuh kamu itu menstruasi di kelas 2 SMP bukan kelas 2 SMA!" seru Anisa menepuk jidat Maria.
Maria tersenyum lalu mengangguk meski seperti itu, ia tetap bahagia karena siklus menstruasi seseorang berbeda-beda. Apalagi ketika seorang wanita itu tengah dalam kondisi datar-datar saja seperti Maria, memang sangat tidak mudah atau sangat jarang jika ingin secepatnya mengalami datang bulan teteh masih seperti itu.
Maria masih saja dengan bahagianya, ia mendapati kabar baik akan dirinya, apalagi mengingat dirinya bukanlah tengah sakit ataupun mengidap penyakit yang mematikan.
Seperti apa yang dipikirkan oleh Maria dan juga Dera yang menjadi saksi pertama ketika dirinya mengalami menstruasi untuk pertama kalinya. Mengingat hal itu Maria terkekeh dia tersenyum sendirian tanpa menghiraukan saudarinya yang tengah melihatnya tersenyum sendiri.
"Jangan menjadi gila, hanya karena PMS!" ucap Anisa.
Maria memajukan bibirnya, ia tidak peduli apa yang diucapkan oleh saudaranya itu. Namun saat ini ia sangat bahagia memang hanya karena hal kecil bagi orang lain. Tapi bagi Maria itu adalah hal yang paling sangat berharga, dimana momen seperti ini yang selama ini dia tunggu-tunggu mengingat dirinya yang selalu di ejek oleh saudara-saudaranya.
Maria merebahkan tubuhnya di samping Anisa yang kini juga sudah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur di kamar Maria.
"Aku yakin, kakakku pasti akan sangat bahagia ketika mengetahui aku sedang PMS," ucap Maria tersenyum.
Mengingat ke empat kakaknya memang selalu bertanya-tanya tentang dirinya yang masih belum juga mendapatkan menstruasi.
"Ada apa dengan kamu?" tanya Anisa.
"Iya, mereka selalu bertanya tentang hal itu kepadaku dan aku tidak tahu harus menjawabnya apa?" jawab Maria.
"Lain kali jangan di bicarakan tentang hal seperti itu kepada seorang pria meskipun itu kakak kamu!" ucap Anisa.
"Kenapa memangnya? Kan itu hanya kepada kakakku saja!" balas Maria.
"Ya ampun ... Maria, itu hal sensitif bagi seorang wanita! Jadi lebih baik kamu tidak boleh banyak berbicara tentang hal seperti itu kepada siapapun, termasuk Kakak kamu!" tegas Anisa.
"Meskipun mereka bertanya tentang aku kapan PMS?" tanya Maria.
"Kamu cukup jawab saja bahwa kamu sudah PMS! Jangan membahas terlalu banyak apalagi secara detail tentang kamu, bagaimana kamu PMS atau pertama kali kamu PMS mengerti!" tegas Annisa.
"Ya, ya Annisa bawel! Aku akan menuruti apa kata kamu. Tapi kalau aku lupa jangan salahkan aku," balas Maria.
"Terserah kamu lah Maria! Aku pusing menjelaskannya sama kamu yang pasti kamu harus jaga kewanitaan kamu, jaga diri kamu dan juga tubuh kamu! Karena hanya diri kamu sendiri lah yang bisa menjaga tubuh dan kehormatan kamu!" tegas Anisa.
Ia bangun dari tidurnya dan keluar dari kamar Maria saat melihat Annisa yang keluar dari kamarnya. Maria mengangkat sebelah alisnya, dia mengerti akan sifat saudaranya itu yang mudah sekali marah, apalagi ketika Annisa memang tidak pernah mengerti atau mau memahami tentang Maria yang terlalu polos.
Bahkan tidak mengetahui apapun itu, selalu membuat Anisa harus menjelaskan apapun tentang konsekuensi seorang wanita, meski seperti itu Maria menyayangi saudaranya itu, begitupun dengan Anisa ia menunjukkan kepeduliannya dengan tegas kepada Maria.
Maria yang memang tidak mengetahui apapun selama mereka satu keluarga. Maria memang tidak pernah ikut campur tentang kehidupan saudara-saudaranya yang memang sedikit tidak bisa dimengerti oleh Maria. Yang masih belum mengetahui apapun tentang kehidupan yang sesungguhnya, Maria mengetahui tentang kehidupan lingkungan sekolah dan juga saudara-saudaranya di keluarga besarnya.
Maka dari itu, Maria untuk pertama kali, dia merasakan kebahagiaan pada dirinya yang memiliki seorang kekasih, yang menjadi pacar pertamanya yang bernama Nana. Yang menjadi kekasih hatinya saat ini. Membuat Maria tengah jatuh cinta meski dia tidak tahu konsekuensi apa saja yang harus ia lakukan, di dalam sebuah hubungan atau proses yang namanya jatuh cinta dan pacar pertama. Masih seperti itu Maria menjalani semuanya sesuai apa yang sudah ditakdirkan oleh kehidupan dan juga Tuhan.