3. Gadis Bersweater

1665 Words
Di sepanjang sisa hari itu, Sonja tak henti tersenyum. Membayangkan kembali kejadian tadi membuatnya serasa berada di atas awan, tidak menapak bumi. Terbayang betapa gentle sikap Randu kepadanya. Namun ada satu hal yang membuatnya sedih, Randu lupa siapa dia. Tapi toh bukan salah Randu. Dia memang bukanlah tipe gadis yang mudah untuk diingat. Bahkan dia mendapatkan julukan "Si Gadis Aneh", "Si Gadis yang Tak Terlihat, ada tapi tiada". Tapi Sonja tidak peduli akan hal itu. Hari ini dia akan traktir Mya, sepupu jauhnya yang tinggal satu kontrakan rumah dengannya, makan enak. Hal ini harus dirayakan.  Karena hati sedang senang, tidak terasa sudah lewat jam pulang kantor. Sudah hampir magrib. Sonja mengetik pesan pada sepupunya, agar mereka pulang bareng karena dia tidak bawa kendaraan. Tadi pagi Mya berangkat terlebih dulu karena ada meeting di luar kantor. Sayangnya Mya membalas tidak bisa pulang bareng, bahkan meminta Sonja pulang terlebih dulu karena dia akan pulang telat malam ini. Gagal deh acara traktir makan dan berbagi cerita bahagia. Usai menjalankan sholat magrib, Sonja bergegas pulang. Dia akan pesan ojek online nanti kalau sudah di lobi, agar si abang ojol tidak terlalu lama menunggu. Bagai kucing ketakutan, Sonja memilih untuk mepet di pojokan lift, agar tidak perlu bertegur sapa dengan penumpang lift lainnya. Dari lantai 27 memang tidak terlalu banyak yang naik lift, tapi semakin ke bawah semakin ramai. Hingga saat berhenti di lantai 8, ada sosok tubuh yang Sonja hapal, masuk dan segera menebar senyum ke siapapun yang ada di lift itu.  Reflek, Sonja langsung saja menundukkan kepalanya. Bukan karena dia kegeeran akan disapa oleh makhluk tampan yang satu itu. Tapi pemandangan yang tersaji di depannya, membuatnya gusar. Randu tampak berdiri bersebelahan seorang perempuan cantik, bertubuh sempurna, dengan kecantikan yang juga paripurna.  Debby!  Ternyata mereka masih bersama. Masih berpacaran, masih menjalin hubungan. Sudah empat tahun berlalu, hubungan mereka bahkan semakin mesra. Tampak dari betapa posesifnya Randu memeluk pinggang Debby, seperti ingin mempertontonkan ke orang yang ada di lift itu, dialah pemilik perempuan cantik nan sempurna itu.  Biasanya Randu kan lewat lift yang khusus untuk para direktur, tapi kenapa sekarang pakai lift ini sih? Kan aku jadi melihat adegan kemesraan yang menghancurkan mood bahagiaku.  Sonja menelan ludah, merasa kesal karena rusak sudah mood bahagia yang didapatnya hari ini. Diberikan dan dirusak oleh orang yang sama. "Ndu, lusa jadi kan kita cari cincin? Model seperti yang aku kirim foto ya? Aku suka banget itu." Terdengar suara merdu mendayu dari Debby, yang sayangnya terdengar ke netra pendengaran Sonja. Membuat gadis bertubuh tinggi itu semakin meradang karena kesal. Cincin? Mereka akan menikah? Mimpiku hanya akan menjadi mimpi abadi? Ya Rabb, adakah keajaiban untuk hamba-Mu ini?  "Jadi dong sayang. Aku sudah bilang ke ibu, nanti kalau sudah beres semua, aku akan ke rumahmu ya, bertemu dengan papa mamamu untuk secara resmi meminangmu." Balasan Randu juga terdengar hingga ke telinga Sonja, membuat hatinya semakin terasa diremas oleh tangan tak terlihat. Tak hanya diremas, tapi seperti tertusuk sembilu tak nyata, dengan keperihan yang nyata terasa. "Iya sayang, aku tunggu itu." Debby mengeratkan pelukan ke Randu, tak peduli ada beberapa pasang mata yang melihat kemesraan mereka dengan sirik. Serasa lift milik berdua saja - yang lain harus membuka dompet tiap kali mau naik lift harus bayar dulu.  Sonja memegang d**a kirinya yang semakin terasa nyeri. Sembilu itu menggores luka berkali-kali. Akhirnya setelah setahun bekerja di gedung yang sama dengan Randu, lelaki pujaannya itu baru tahu akan kehadirannya - walau tanpa sengaja. Nyatanya kebahagiaannya itu hanya berlangsung sesaat saja. Hanya beberapa jam saja Sonja bisa menikmati arti bahagia saat diperhatikan oleh gebetan. Karena dalam waktu empat jam kemudian, semua hilang percuma. Mengetahui bahwa Randu masih menjalin hubungan dengan Debby. Sekali lagi, dia siapa? Bukan siapa-siapa. Bukanlah seorang gadis cantik jelita yang layak dibandingkan dengan Debby.  Bahkan sepertinya hal yang terjadi tadi siang itu pun fana, seperti mimpi, bisa berjalan bersama Randu, berbagi payung yang sama, di tengah hujan yang turun dengan lebat, hingga membuat Randu harus meminjamkan sweaternya. Secuil perhatian dari seorang Randu yang mampu meluluhlantakkan Sonja. Hanya secuil dia sudah jatuh semakin dalam di pesona yang seorang Randu Alfaresi.  Pintu lift terbuka di lantai lobby. Dengan tergesa, Sonja menunduk dan melewati Randu dan Debby yang masih asyik haha hihi. Debby mengernyitkan keningnya saat tubuh Sonja melewatinya. Dia seperti kenal sweater warna biru yang dikenakan oleh si penerobos tadi. Terhidu harum parfum yang dia kenal. "Ndu, kok sweater itu kaya punyamu sih? Harum parfum juga sama loh, Ndu." Goyang Debby ke kemeja Randu agar ikut memperhatikan ke arah perginya si gadis yang memakai sweater kekasihnya itu. "Mana?? Ooh itu, gadis itu tadi siang meminjamkan payungnya buatku, karena payungnya sangat kecil sebenarnya hanya muat untukku saja, tapi kemudian aku ajak aja dia sepayung berdua. Kemejanya basah, jadi kupinjamkan sweaterku." Jelas Randu, tidak mau berbohong pada kekasih cantiknya ini. Toh memang seperti itu kejadiannya kan?  "Ooh kok aneh sih Ndu, dia tidak menyapamu, padahal kan kamu pemilik sweater itu." Masih saja Debby tidak habis pikir ada orang yang tidak sopan, sudah dipinjami sweater tapi kok malah diabaikan. "Aah biarkan saja sayang, yuk, laper nih." Tapi Randu sempat menoleh sesaat ke arah Sonja yang sedang berdiri di depan pintu lobi sambil memegang gawai canggihnya. Mata mereka sempat bersirobok, mau tak mau Sonja memberikan seulas senyum sopan, menganggukkan kepalanya dan kembali menunduk. Berpura sibuk dengan gawainya itu. Kembali Randu sesaat terpesona oleh senyum super manis yang memperlihatkan gigi gingsul dan lesung pipi yang dalam di pipi Sonja. Manis! "Ndu, sepertinya aku pernah melihat gadis itu deh. Tapi lupa di mana." Bisikan lembut di telinga menyadarkan Randu. "Eeh oh, siapa?" Randu tergagap karena masih terbuai dalam jerat pesona senyum Sonja. "Gadis bersweater tadi, Ndu." Debby berusaha menggali memorinya, sayangnya Sonja memang bukanlah tipe gadis yang gampang diingat. "Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Yuk, aku lapar nih." Pungkas Randu, mengakhiri pembicaraan. *** "Mya... tahu gak tadi tuh aku akhirnya bisa kenalan sama Randu loh." Sonja segera bercerita dengan antusias sesampainya Mya di rumah. Sekarang mereka sedang bersantai sambil menonton televisi. Mya yang sedang mengunyah, segera memberi perhatian penuh pada Sonja, sepupu jauhnya. Mumpung lagi iklan, tadi dia menyimpan acara televisi yang ada Hamish Daud. Selebriti impiannya. "Oh ya? Kok bisa? Cerita dong, aku juga ingin tahu." Mya tahu, Sonja bukanlah tipe perempuan yang gampang bergaul atau membuka percakapan. Tentu saja dia penasaran bagaimana caranya Sonja dan Randu berkenalan. Dengan penuh semangat, Sonja bercerita pada Mya. Dulu berawal dari cerita Mya kepadanya bahwa dia suka pada seorang lelaki super ganteng. Sonja yang penasaran, ingin tahu siapa lelaki itu. Ternyata Randu, adalah kakak dari teman kuliahnya, Bintang. Sudah hanya sebatas itu saja. Sonja hanya berani memandang Randu dari jauh, dia cukup tahu diri, siapa dia siapa Randu.  Bahkan walaupun dia berteman dengan Bintang, tetap saja Randu tidak mengenalnya. Nyatanya, dia memang gampang dilupakan. Waktu berlalu, tahun berlalu, tidak membuat rasa cinta dan kagum Sonja pada Randu pupus, malah kemudian tumbuh semakin subur saat tahu bahwa mereka berada di satu gedung perkantoran yang sama walau beda lantai dan beda perusahaan. Tapi seperti dulu, Sonja hanya mampu mencuri pandang ke arah lelaki impiannya itu. "Kamu gak bilang sama Randu gitu, kalau kamu tuh teman adiknya? Kan kamu juga pernah ke rumah Bintang beberapa kali. " Tanya Mya sambil tetap mengunyah. "Dua kali doang Mya. Enggak aah, biarin aja. Habis tadi ada Debby juga. Kan malu kalau tiba-tiba Randu malah nanya siapa aku? Di depan gadis cantik sesempurna Debby. Aku bagai debu Mya, kamu tahu itu." Sonja menerawang jauh, membandingkan dirinya dan Debby. "Mulai deh rendah diri. Kamu tuh cantik loh Sonja. Tubuhmu sempurna juga kok, elok dipandang, gak kalah sama Debby. Debby terlihat semakin cantik karena dia pandai berhias dan merawat diri. Kalau kamu juga mau berhias, aku yakin, kamu tidak kalah dari Debby." Mya mulai mengeluarkan saran-sarannya. "Yang bilang aku cantik tuh, cuma kamu, ibu, bapak sama Mas Sandhy. Tubuhku kurus tinggi gini, elok dari mana coba?" Sonja melihat tubuhnya sendiri. "Sonja, cantik itu relatif bagi tiap orang. Pasti kami bilang kamu cantik, karena selain kami saudaramu, kamu memang cantik kok. Hanya saja kamu tidak pede dengan keaadan dirimu sendiri. Kamu selalu merasa minder dengan tubuhmu. Padahal gak ada yang salah dengan tubuh tinggimu itu loh. Asal kamu tahu saja, Sonja, banyak yang ingin punya tubuh tinggi sepertimu. Aku aja pede dengan tubuh tinggiku ini kok. Semua pemberian Tuhan tuh harus kita syukuri, gak baik berkeluh kesah mulu deh." "Tapi aku kurus Mya."  "Ya udah sih gendutin aja, banyakin makan biar agak montokan dikit. Beres kan?" Jawab Mya usil. "Saranmu itu loh Mya, asal." *** Hari Sabtu pagi, Sonja baru saja lari pagi di taman tidak jauh dari rumahnya. Tiba-tiba dia melihat orang berkerumun, heboh, ada suara yang berteriak, menjerit minta tolong. Teryata ada yang sedang berkelahi. Karena penasaran, Sonja mendekati kehebohan itu. Sepertinya ada beberapa orang yang mengeroyok seorang lelaki yang sudah sempoyongan. Bahkan salah satu dari pengeroyok itu, memegang pisau yang sudah berlumur darah.  Ada seorang ibu yang kemudian tersadar dan menjerit minta pertolongan, agar orang-orang yang berkerumun di situ mau menolong si lelaki yang terluka di perutnya. Lelaki itu memegangi perutnya, kaos yang dipakainya sudah berwarna merah karena darah yang memuncrat.  Sonja panik, saat tahu bahwa lelaki itu adalah Bintang, teman kuliahnya dulu. Tak mau membuang waktu, Sonja segera saja membantu Bintang. Walau tidak jago, tapi Sonja bisa taekwondo, dan itu sangat membantu di saat seperti ini. Beruntung polisi segera datang, hingga akhirnya si pengeroyok itu kabur, tunggang langgang, berlarian tak tentu arah karena takut ditangkap pihak berwajib. Tinggallah Sonja yang sibuk membangunkan Bintang. "Bintang... sadar heeiii... sadar! Bintang jangan mati di sini. Jangan sekarang juga keuleus, ntar gak ada yang datang ke pemakamanmu kan masih musim COVID19. Bintaaang banguuun...!" Goncang Sonja ke tubuh Bintang yang semakin lemas. Kepala Bintang ada di pangkuannya. Sonja yang bingung, malah menangis panik. Meminta agar ada seseorang yang menelpon ambulans untuk secepatnya membawa Bintang ke rumah sakit terdekat. "Son... ja... Heii, jangan menangis, aku gak papa kok. Jangan nangis yaa..." Bintang berusaha mengangkat tangan untuk bisa menghapus air mata di pipi Sonja.  "Ja.. ngan na... nangis! Nan...ti cantikmu hi... lang." Usai berkata seperti itu, Bintang pingsan. Tinggallah Sonja yang semakin kebingungan seorang diri.  *** Tetap ikuti yaa, agak lama deskripsi biar gak pada bingung ^_^. Any supporting comments please... eeh ingat yaak, pastikan cerita ini sudah kalian tekan LOVE agar tahu ada update atau tidak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD