“Hallo... Assalamualaikum...Ya bu?” Randu menjawab panggilan telepon dari ibunya. Sebenarnya dia tidak sedang ada di Jakarta sekarang.
“Kamu di mana, Ndu?” Terdengar suara panik di seberang sana, membuat Randu jadi ikut panik.
“Di Bandung bu, di rumah Debby. Ada acara ulang tahun keponakan Debby sekalian sowan ke papa mama Debby. Ada apa bu? Suara ibu terdengar panik.” Randu juga jadi tertular panik karena tidak biasanya ibunya seperti itu.
"Adikmu, Ndu... Bintang..." Terdengar suara isakan dari ujung sana, membuat Randu memijat keningnya dan segera menjauh dari kerumunan. Apapun jika menyangkut Bintang, akan membuat kepalanya mendadak pusing.
Apakah dia membuat masalah lagi? Kenapa selalu saja ada masalah jika itu menyangkut Bintang?
Randu memberi kode pada Debby akan mencari tempat yang sepi untuk menerima telepon dari sang ibu. Sekira sudah menemukan tempat yang tidak begitu ramai, Randu kembali melanjutkan pembicaraan dengan ibunya.
"Ada apa dengan Bintang, bu? Apakah dia bikin masalah lagi?" Helaan nafas berat Randu terdengar hingga Lies di kampung.
"Enggak kok adikmu gak bikin masalah, Ndu. Dia malah coba jadi pahlawan hari ini. Tapi gara-gara itu, dia sekarang ada di rumah sakit. Tolong segera kamu ke rumah sakit ya, temani adikmu. Ibu baru bisa sampai Jakarta besok. Ibu sudah pesan tiket ke Jakarta besok pagi." Terang Lies dengan nada yang mulai tenang.
"Apa? Kenapa Bintang bisa sampai masuk rumah sakit bu? Kata ibu tadi Bintang gak bikin masalah kan? Tapi..." Randu ikutan panik. Selama ini Bintang memang sering menjadi biang onar, tapi tidak pernah sampai masuk rumah sakit. Berarti kali ini kejadiannya parah.
"Kata temannya tadi, Bintang malah coba menolong seorang ibu yang akan dicopet. Tapi pencopetnya ada beberapa orang dan mereka membawa pisau. Perut adikmu tertusuk pisau dan harus segera mendapatkan pertolongan medis." Lies menceritakan kembali kronologi kejadian dari yang dia dengar.
"Baik bu, Randu akan segera ke rumah sakit. Nanti ibu tolong w******p ya nama rumah sakitnya apa ya. Randu akan berangkat sekarang juga ke Jakarta." Randu bergegas berdiri, bagaimanapun juga, sejak menjadi seorang kepala keluarga menggantikan almarhum bapaknya, dia harus bertanggung jawab atas semua, ibu dan adiknya.
Jika sekarang Bintang, sang adik yang selisih umur dengannya terpaut lima tahun lebih muda sedang dirawat di rumah sakit, maka dia harus bertanggung jawab akan hal itu. Dia sangat menyayangi Bintang dan tidak mau terjadi apapun pada adik kecilnya itu. Dari dulu dia selalu menjadi tameng jika Bintang melakukan kejahilan. Dia yang akan maju untuk membela Bintang, meminta maaf dan mengganti semua kerugian yang disebabkan oleh Bintang.
"Eh tapi bu, sekarang Bintang sama siapa di rumah sakit? Siapa yang menemani dia?" Tanya Randu penasaran.
"Temannya saat kuliah, namanya Sonja. Alhamdulilah ketemu gadis itu, kalau tidak, entah apa yang akan terjadi pada adikmu, Ndu. Kita hutang budi pada gadis itu. Segera temani adikmu ya nak. Ibu akan beberes segala keperluan ibu dulu." Terdengar bunyi tut tut tut tanda sang ibu benar-benar sudah mematikan panggilan itu.
Sonja? Terdengar familier. Apakah aku kenal? Randu coba menerka siapa Sonja yang dimaksud Lies, karena sepertinya dia pernah mendengar nama itu.
Segera Randu berpamitan pada Debby dan keluarganya. Debby memaksa ikut kembali ke Jakarta, tapi ditolak Randu. Saat ini keluarga besarnya sedang berkumpul, tidak mungkin dia dengan egois akan meminta Debby untuk menemaninya kembali ke Jakarta. Toh Bandung - Jakarta bisa ditempuh dengan waktu dua jam lebih sedikit kan.
Sayangnya perkiraan Randu salah. Bukan dua jam lebih sedikit, tapi dua jam lebih banyak. Tadi ada penyempitan jalan di beberapa titik, mengakibatkan kemacetan luar biasa hingga mengular dan tentu saja juga berimbas padanya. Sudah jelang magrib saat akhirnya Randu tiba di rumah sakit tempat Bintang dirawat. Bergegas, Randu menuju ke ruang perawatan Bintang setelah tanya lokasi kamar ke bagian customer service.
Didorongnya pintu kamar itu perlahan agar tidak mengganggu siapapun yang ada di dalam kamar itu. Yang pertama kali terlihat adalah sosok tubuh Bintang yang tergeletak lemah di brankar, dengan beberapa selang di tubuhnya. Dengan langkah kaki mengendap, Randu mendekati brankar itu. Sang adik tampak tidur sangat pulas. Dilihatnya dengan seksama tubuh Bintang. Ada beberapa perban membebat. Di lengan kanan, dan terutama di perut, yang paling menarik perhatian Randu.
Sepertinya luka tusukan di perutnya lumayan parah. Semoga dia kuat dan baik-baik saja.
Randu mengelus rambut Bintang perlahan, penuh kasih sayang. Adik kecilnya itu sering menjadi biang onar, terutama sejak sang bapak meninggal dan ibunya tidak mau menikah lagi. Waktu itu Bintang masih sekolah di SMP, sedangkan dia baru saja resmi menjadi mahasiswa. Bapaknya menderita sakit jantung. Saat itu mungkin karena kelelahan, sang bapak pulang dari bekerja, langsung mandi dan beristirahat di kamar. Sayangnya saat ibunya masuk sejam kemudian, ternyata bapaknya sudah tidak bernafas lagi. Tentu itu membuat siapapun terpukul. Tidak ada yang tahu kapan jatah umur makhluk hidup di dunia akan berakhir. Pun dia dan keluarganya. Beruntung ibunya yang pekerja keras, tetap semangat untuk menghidupi kedua anaknya. Warisan yang ditinggalkan sang bapak juga cukup untuk membiayai kehidupan serta sekolahnya dan Bintang. Hingga mereka berdua menjadi sarjana dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Hanya saja, Bintang kehilangan sosok seorang ayah, yang bisa menjadi contoh untuk mengayomi keluarga. Belajar tanggung jawab dan berdedikasi pada keluarga. Itu tidak bisa Bintang dapatkan. Hingga dia tumbuh menjadi seorang lelaki yang usil, iseng dan sering menjadi sumber masalah. Semua agar Bintang mendapatkan perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Randu sendiri saat itu sibuk dengan kuliahnya agar bisa cepat lulus dan bekerja. Agar bisa menggantikan tugas sang ibu, yang tidak hanya menjadi seorang ibu rumah tangga tapi juga kepala keluarga.
"Euuungh...." Suara erangan khas perempuan, menyadarkan Randu bahwa Bintang tidak sendirian ada di situ. Mata Randu menemukan sesosok tubuh yang tidur meringkuk di sofa yang tersedia. Randu mendekat, coba mencari tahu siapakah Sonja ini. Dia penasaran. Sayangnya posisi tidur Sonja membuat wajahnya tidak terlihat, karena dia menghadap ke sisi sandaran sofa.
Mata Randu menyipit saat melihat baju yang dikenakan Sonja ada bercak darah. Dan dia baru sadar bahwa tangan gadis yang sedang tertidur itu juga dibebat perban. Posisi tidur Sonja yang meringkuk, menandakan bahwa gadis itu kedinginan. Randu tersenyum melihat badan gadis itu yang sesekali gemetar.
Randu kemudian keluar kamar perawatan itu, tapi tak berapa lama dia sudah kembali. Membawa tentengan berisi makanan dan juga jaketnya yang dia ambil dari mobil. Ada lagi satu paper bag yang bertuliskan merk pakaian wanita cukup terkenal. Untunglah letak rumah sakit ini strategis dan ada butik yang lumayan ramai tidak jauh dari rumah sakit ini.
Kembali Randu membuka pintu perlahan dan dengan langkah kaki mengendap, dia mendekat ke arah sofa, ke arah seorang gadis yang tidur dengan pulasnya itu. Aah sekarang dia sudah berganti posisi menghadap ke brankar Bintang, hingga Randu bisa melihat wajah Sonja walau tidak jelas karena tertutupi oleh poni rambutnya.
Randu menyipitkan matanya, coba menyakinkan bahwa apa yang dilihatnya adalah benar. Gadis payung polkadot hijau! Pekiknya dalam hati. Pantas saja nama Sonja terdengar familier tadi saat sang ibu menyebut nama itu. Diselimutinya tubuh Sonja memakai jaket yang baru saja dibawanya. Dia bahkan lupa bahwa Sonja masih menyimpan sweaternya, belum juga dikembalikan padahal sudah lama berlalu. Senyum tersungging di bibirnya.
Mungkin gadis ini salah satu penggemar Bintang ya, hingga rela hati menemani di rumah sakit, bahkan sampai terluka begitu. Tapi sepertinya bukan selera Bintang seperti yang sudah-sudah. Gadis ini tampak berbeda. Dia berhati baik.
Randu kemudian duduk di depan sofa yang ditiduri Sonja. Memberi laporan pada ibu di kampung atas kondisi adiknya dan asik membalas pesan dari sang kekasih hati, Debby.
Tanpa Randu tahu, bukanlah Bintang yang merajai hati Sonja. Tapi dia, dia-lah raja di hati Sonja. Lelaki yang membuat mimpi Sonja menjadi lebih berwarna sekaligus kelak, menjadi lelaki yang akan memburamkan kehidupan Sonja, hingga titik nadirnya. Pelangi dan sekaligus badai akan hadir di Sonja karena dirinya.
***