7. Terpesona

1426 Words
"Gak perlu, sayang, gak usah ke sini, lagipula sudah malam. Kamu di Bandung kan juga lagi ada acara keluarga. Toh besok ibu sudah sampai Jakarta kan. Nanti saja kalau acara keluarga di Bandung sudah beres, aku jemput kamu ya." "...................." "Iya sayang, love you too." Pungkas Randu, kemudian meletakkan gawai canggihnya ke atas meja dan melanjutkan makan yang sempat tertunda. Tanpa dia tahu betapa remuk hati gadis yang ada di depannya, mendengar percakapan pujaan hati dengan perempuan lain. "Loh kamu kok makannya dikit banget. Kenapa? Gak enak ya? Tapi aku kok habis? Mau aku pesankan makanan dari aplikasi saja? Kamu mau makan apa?" Tawar Randu, begitu perhatian. Dia sudah menggulir aplikasi pesan antar online. Ayam bakarnya enak, banget malah. Yang bikin gak enak tuh dengerin telpon tadi. Tak tahukah,  betapa sakit hatiku. Sonja tersenyum, malas menjawab, "Enak kok pak. Eeum maaf saya mau pulang ya pak, kan sudah ada bapak yang menunggu Bintang. Sebelum tambah malam nih pak." "Loh kok buru-buru? Sebentar, lebih baik kamu ganti bajumu dulu, baju yang kamu pakai sekarang ada banyak noda darah. Nanti kamu dicurigai kalau pakai baju banyak noda darah seperti itu. Tadi aku sempat beli di seberang rumah sakit ini, tapi maaf aku tidak tahu ukuranmu jadi kubelikan dress saja yang aman. Nih, ganti ya di kamar mandi itu." Randu mengulurkan paper bag yang berisi dress. Sonja tampak ragu menerimanya. Dia malah memperhatikan baju yang dia pakai. Iya sih ada beberapa noda darah. Daripada orang-orang curiga, lebih baik dia ganti dengan dress yang dibelikan Randu. Tuh kan, gimana aku gak jadi tambah jatuh hati kalau gini. Randu sweet banget, gentleman.  "Nih, ambil dan pakai ya." Randu membuyarkan lamunan Sonja. Segera diambilnya saja paper bag itu, berucap terima kasih dan menuju kamar mandi. Sudah lima belas menit Sonja berada di kamar mandi. Randu sampai khawatir, takut kalau Sonja pingsan di kamar mandi. Di menit keenambelas, Randu mengetuk pintu kamar mandi berulang kali, memastikan bahwa Sonja masih bernafas dan baik-baik saja. "Sonja..?! Kamu kok lama sekali? Kamu baik-baik saja kan? Sonja..." Ketukan di pintu terhenti dan tangan Randu tergantung di udara saat akhirnya Sonja membuka pintu itu.  Beberapa detik Randu sempat terpesona. Pipi bersemu kemerahan Sonja menambah kesan cantik alami. Sepertinya dia sekalian cuci muka. Rambut panjang itu dikucir asal bahkan cenderung acak-acakan, tapi malah membuat Sonja tampak sempurna.  "Kenapa?" Randu bertanya heran saat melihat Sonja yang tampak ragu keluar kamar mandi. "Dressnya terlalu pendek pak, pas banget di lutut. Saya belum pernah pakai dress sependek ini." Bahkan sekarang tangan Sonja berusaha menarik dress itu semakin ke bawah untuk menutupi lututnya. Reflek Randu ikut melihat ke arah kaki Sonja. Kaki jenjang itu menambah nilai plus.  "Aah maaf, aku tadi cuma minta ke si penjaga toko untuk memilihkan satu dress, ternyata kependekan ya. Atau karena tubuhmu yang relatif lebih tinggi dibanding perempuan Indonesia pada umumnya. Tapi bagus kok, kamu cocok pakai dress itu." Puji Randu tulus. Tanpa dia tahu betapa terbang tinggi hingga menembus awan, hati Sonja, dipuji sedemikian rupa oleh lelaki yang dia suka. "Jadi pulang sekarang?" Tanya Randu saat melihat Sonja sedang menelpon seseorang.  "Iya, ini lagi minta dijemput saja. Tangan saya masih lumayan terasa sakit, jadi ragu kalau naik ojek online."  "Maaf ya saya tidak bisa mengantar. Harus ada yang menjaga Bintang nih." Randu  menangkupkan tangan di depan dadanya, tulus meminta maaf. "Iya pak, gak papa. Saya mengerti kok." "Hallo... Iyaa tolong jemput ya sekarang. Bintang sudah ada yang jagain kok. Di kamar ranap yang tadi aku infoin ya lantai lima. Kutunggu." "..........................." "Iya, Pak Randu yang nungguin, ibunya baru akan tiba di Jakarta besok." Jawab Sonja. Randu tampak acuh mendengar percakapan antara Sonja dan entah siapa itu. Tapi jangan salah, dia tetap memperhatikan setiap ucapan Sonja. Sepertinya si lawan bicara tahu siapa Bintang dan dia, membuatnya penasaran. Jangan-jangan dia juga kenal siapa lawan bicara Sonja. "Euuungh...." Suara erangan halus, menyadarkan keduanya, ada orang lain di ruangan itu. Tergesa, mereka menuju ke brankar Bintang. Matanya terbuka dan tersenyum melihat Sonja yang sudah rapih dan tampak lebih segar.  "Ka..mu mau ke mana? U.. udah ganti baju. Cantik."  "Lagi terbaring sakit gini aja masih bisa ngegombal ya, gimana kalau sehat kamu?" Suara Randu membuat Bintang menoleh ke arah kanan, posisi Randu berdiri.  "Mas? Kapan datang?" Tanya Bintang dengan heran. "Udah lama. Dari kamu tidur lelap banget tadi." Jawab Randu, dia berdiri dan berjalan menuju adik kecil kesayangannya itu. "Uugh... tolong bantu aku, mau duduk. Pegal posisinya begini terus." Bintang memohon, tapi pandangan matanya ke arah Sonja. Mau tak mau Sonja bersiap membantu Bintang, dia sudah mengulurkan tangan berniat memeluk Bintang. Tapi mendadak Randu dengan sigapnya sudah memeluk Bintang. "Biar sama saya aja. Tanganmu kan juga masih sakit. Kamu duduk saja, tunggu yang jemput datang kan? Lagian kamu manja banget sih dek, gini doang aah cemen."  "Diih gini doang? Sakit ini Mas, dalem ini tusukan pisaunya. Aaauww... aduuh pelan-pelan dikit napa sih Mas. Makanya aku pinginnya dibantu Sonja karena dia kan lemah lembut gitu bantuinnya." "Heh! Gak usah manja. Besok kalau yang menunggu ibu, kamu harus berusaha sendiri. Jangan lagi nambah ngerepotin ibu ya." Randu berkata dengan nada dibuat kesal.  "Looh looh siapa yang nelpon ibu mas? Ibu pasti khawatir banget ya?" Bintang bertanya dengan wajah memelas, memikirkan ibu di kampung yang pasti juga jadi panik. "Aku yang menghubungi ibumu. Panik aku. Aku gak tahu di mana ponselmu, beruntung masih menyimpan nomer ponsel Tante Lies. Jadi ya yang kuhubungi ibumu saja. Gak papa ya?" Jawab Sonja.  "Ooh gitu, iya gak papa kalau gitu." Bintang menatap Sonja dengan tatapan lembut. Randu memperhatikan itu. Dia paham sekarang adik lelakinya menaruh hati pada gadis tinggi itu.  "Kalau begitu kamu tolong save nomer ponsel saya  juga ya Sonja, siapa tahu nanti Bintang bikin masalah lagi jadi kamu bisa segera hubungi saya. Mana hapemu saya input sendiri ya."    Malu-malu, Sonja memberikan ponselnya ke Randu. Tidak menyangka bahwa Randu sendiri yang akan menyimpan nomer ponselnya.    "Oh iya Sonja besok pagi saya kan harus jemput ibu di bandara, tidak ada yang menemani Bintang. Boleh minta tolong lagi untuk kamu tungguin Bintang?" Pinta Randu, membuat Sonja mati gaya antara menolak atau tidak.  "Iya, ide bagus itu Sonja." Kata Bintang mengamini permintaan sang kakak. Randu sedang memasukkan nomer ponselnya, tapi mendadak ponsel Sonja bergetar saat masih berada di tangan Randu. Tertera nama yang dia kenal. Mya?  "Ada telpon nih." Randu mengembalikan ponsel ke pemiliknya. Sonja segera saja menerima panggilan telepon itu. "Iya kamar lima kosong satu." Tak berapa lama dari Sonja menyebutkan nomer kamar, pintu kamar itu terbuka. Sesosok perempuan cantik masuk.  "Assalamualaikum. Waah lagi pada ngumpul semua nih? Hai Ndu... lama gak ketemu ya. Apa kabar?" Perempuan cantik itu, Mya, langsung saja menuju ke arah Randu, bahkan tanpa sungkan cupika cupiki pipi Randu.  "Kok kamu bisa ke sini? Lagian lama apaan sih Mya? Kita kan satu gedung kantor, minggu lalu masih papasan di lift." Tanya Randu heran. "Aku kan sepupunya Sonja, Ndu. Tadi Sonja menelponku minta dijemput di sini. Dia sih udah cerita dari tadi pagi setelah sampai di rumah sakit ini. Kubilang aku akan jemput dia kalau Bintang sudah ada yang nungguin. Nah berhubung kamu sudah datang, jadi aku mau jemput dia nih."  "Bentar aku beresin baju-bajuku dulu di kamar mandi ya." Sonja segera melesat ke kamar mandi untuk mengambil bajunya yang terkena noda darah. "Gimana keadaanmu? Udah enakan?" Tanya Mya pada Bintang. "Sudah mbak, terima kasih."  "Yuk Mya, Bintang aku pulang dulu ya." Sonja berpamitan pada Bintang.  "Besok jadi temani aku di sini kan? Ya... Sonja?" Pinta Bintang dengan tatapan penuh permohonan. "Hmm... magic words mana?" Tanya Sonja usil. "Please...." Bintang meringis, sungguh berharap agar Sonja mau menemaninya besok saat sang kakak menjemput ibu di bandara. "Haha... beres. Jam berapa sih bapak mau berangkatnya?" Sonja bertanya pada Randu. "Sekitar jam sepuluh. Kamu bisa ke sini jam sepuluh juga ya, kalau tidak merepotkan." Jawab Randu. "Iya pak Insya Allah saya ke sini sekitar jam segitu ya. Saya pamit dulu. Permisi... "  "Mya... kapan-kapan kita makan siang bareng ya." Mya mengangguk, mengiyakan permintaan Randu.  *** Esok hari, Sonja yang kesiangan bangun tergopoh-gopoh berangkat ke rumah sakit. Sudah jam sepuluh lewat. Beruntung tadi Mya membangunkan dia, kalau tidak pasti dia tidak akan memenuhi janjinya menemani Bintang. Sebenarnya tujuan utama adalah agar bisa berlama-lama melihat Randu, sang pujaan hati.  Benar saja, sampai kamar ranap Bintang, hanya ada Bintang yang sedang tertidur pulas. Tidak ada Randu di situ. Sonja melihat sebentar ke arah Bintang, mengelus kepalanya dengan lembut. Membuat Bintang menggeliat dan kembali tertidur ke posisi semula.  Sonja duduk di sofa yang kemarin dia jadikan tempat tidur. Memainkan ponselnya, berkabar pada ibu dan bapak di rumah. Mengabarkan bahwa akhir pekan ini dia tidak bisa pulang ke Cinere karena harus menemani Bintang di rumah sakit. Beruntung orang tuanya mengerti. Hampir jam dua belas siang, pintu kamar ranap Bintang terbuka. Terdengar suara salam. Sonja heran, belum saatnya  Randu dan ibunya kembali ke rumah sakit. Mata Sonja menatap ke arah pintu dengan penasaran, tapi rasa penasaran itu terbayar saat si tamu sudah masuk ke kamar itu. *** Siapa ya??
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD