Andrew memukul kepala sahabatnya dengan keras. Membuat lelaki itu meringis kesakitan dan menatap Andrew kesal. “Dasar bodoh lo, Jar. Kalau mau lihat celana dalam orang nggak usah pakai kaca begitu, udah nggak zaman. Lagian apa enaknya lihat warna celana dalamnya aja,” Ujarnya kepada sahabatnya itu.
“Nggak perlu mukul kepala gue juga kali, Drew. Namanya juga usaha. Emang cara gimana yang manjur?”
Andrew mendengkus kesal. Ia tidak tahu mengapa anak seusianya tidak ada yang sepemikiran dengannya, mereka semua menggunakan cara yang terlalu kekanak-kanakan untuk mendapatkan seorang kekasih. Andrew berjalan mendekati seorang siswi perempuan dihadapan mereka. “Hai ... mau gabung makan siang bareng kita nggak?” Andrew tersenyum ramah kepada gadis itu. Gadis itu mengangguk dan tersipu malu, ia berjalan di samping Andrew sembari menatap wajah tampan milik lelaki itu. Gadis itu merasa sangat beruntung karena hari ini Andrew menyapanya dan mengajaknya makan siang bersama.
“Kok malah bawa perempuan ke sini?” Bisik Fajar ke telinga Andrew.
“Buat lo latihan. Nggak perlu ngintipin celana dalam mereka jika lo bisa dapat lebih.” Sebuah seringaian terlukis jelas pada wajah Andrew. Fajar tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya.
“Ini temen gue, namanya Fajar... dan nama lo siapa?” tanya Andrew pada gadis itu. Fajar segera mengulurkan tangannya pada gadis yang tengah duduk di samping Andrew.
“Ellie,” ujar Ellie sembari menyambut tangan Fajar.
“Gue Andrew,” ujar Andrew sembari mengulurkan tangannya pada Ellie, gadis itu menyambut tangan Andrew dan mengucapkan namanya. Walaupun Andrew adalah lelaki yang jauh dari kata baik, tetapi berkenalan secara baik-baik dengan seorang wanita adalah kewajibannya baginya.
“Gue tahu nama lo.... Bahkan seisi sekolah pasti kenal sama lo,” gumam Ellie dengan pelan. Tetapi gumaman gadis itu dapat di dengar dengan jelas oleh Andrew.
“Gue aktor terkenal dong...” Andrew terkekeh pelan. Ellie menundukkan kepalanya, wajahnya memerah karena malu. Ia tidak tahu mengapa mulutnya bisa mengeluarkan perkataan yang akan membuatnya mempermalukan dirinya sendiri.
“Kalau berburu perempuan sama lo... gue nggak bakalan dapat pacar Drew.” Bisik Fajar ke telinga Andrew. Andrew tertawa tersenyum lebar menatap sahabatnya itu.
“Lo pengecut... pesona gue emang nggak bisa disangkal lagi, tapi lo bisa kenalan lebih jauh sama nih cewek dan buat dia jatuh cinta sama lo,” ujar Andrew setengah berbisik. Ellie menatap Andrew dan juga Fajar secara bergantian, ia tidak mengerti dengan kedua lelaki yang sedari tadi saling berbisik itu.
“Kalian ngomongin apa ya?” tanya Ellie dengan ragu.
“Ngomongin lo,” jawab Andrew.
Fajar memukul lengan Andrew cukup kuat, membuat Andrew terkekeh melihat sahabatnya itu.
“Sebenarnya Fajar mau kenalan sama lo, tapi dia malu. Gue ada janji sama temen gue. Kalian lanjutin aja makan siangnya ya.” Andrew menepuk pundak Fajar dan mengucapkan kata 'semoga berhasil' pada sahabatnya itu. Andrew melambaikan tangannya kepada Ellie, gadis itu tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya saat Andrew beranjak dari tempat duduknya. Fajar yang melihat gadis itu kecewa hanya bisa menghela nafas panjang. Sampai kapanpun ia hanyalah bayangan seorang Andrew bagi semua wanita di sekitar mereka.
***
Gafin tengah asyik menikmati buku Fisika di bawah pohon yang rindang di halaman sekolahnya. Christie yang tengah berjalan melewati Gafin menghentikan langkahnya saat ia melihat lelaki itu. Ia berdiri tepat di hadapan lelaki itu, ia memperhatikan wajah lelaki itu dengan intens, entah sejak kapan ia begitu suka menatap wajah Gafin. Berada di dekat lelaki itu membuat jantungnya tidak tenang, hanya berada di dekat lelaki itu ia menjadi seperti seseorang yang tidak dikenalnya.
Andrew menghentikan langkahnya saat ia melihat pemandangan di hadapannya. Christie, gadis yang dipujanya itu tengah larut dalam pesona adik kembarnya, sedangkan adik kembarnya itu larut dalam buku di hadapannya dan tidak menyadari kehadiran gadis yang beberapa hari ini telah membuat Andrew menggila. Andrew telah melakukan banyak cara untuk mendapatkan Christie, tetapi sayangnya tidak ada satupun cara yang ia gunakan dapat membuat Christie jatuh hati padanya.
Andrew mengeraskan rahangnya dan mengepalkan kedua tangannya yang berada di sisi tubuhnya. Ia benci bila semua orang lebih memilih Gafin daripada dirinya, mereka memiliki wajah yang sama tetapi entah mengapa semua orang memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda.
“Drew...” suara gadis itu membawa Andrew kembali ke alam nyata.
“Maaf aku rasa kita harus batalkan rencana kita manis.” Andrew mengecup bibir gadis di hadapannya dan segera berlari ke arah Christie. Gadis itu mengerucutkan bibirnya, tetapi ia tidak bisa membantah. Ia tahu Andrew adalah lelaki yang egois dan tidak suka dibantah, ia masih ingin menjadi mainan Andrew dan ia tidak ingin lelaki itu membuangnya hanya karena ia membantah atau memberontak lelaki itu.
“Hai... Chris...” Andrew melambaikan tangannya di udara. Gafin dan Christie mengarahkan wajah mereka secara bersamaan ke sumber suara itu. Gafin terkejut saat menyadari Christie tengah berdiri di hadapannya, ia tidak menyadari kehadiran gadis itu.
“Hai...” Christie tersenyum manis.
“Kamu udah makan siang? Bareng aku yuk.”
Christie menggelengkan kepalanya. “Nggak... aku mau balik ke kelas.”
“Aku anterin ya,” ujar Andrew.
Christie menggelengkan kepalanya untuk yang kesekian kalinya. “Nggak... makasih.”
Gafin yang melihat gadis di hadapannya terus meliriknya segera berdiri dari tempat duduknya. “Sini aku bawain buku bawaan kamu, aku anterin sampai depan kelas ya.”
Christie memberikan sebagian buku yang tengah ia bawa kepada Gafin. Andrew yang melihat pemandangan di hadapannya merasa sangat marah karena penolakan Christie. “Kenapa kamu lebih memilih dia daripada aku?” tanyanya dengan suara yang bergetar karena amarah.
“Aku nggak memilih siapapun Drew... ada yang ingin aku tanyakan pada Gafin, tapi dari tadi dia lagi asyik dan aku nggak mau nganggu dia. Kebetulan dia mau anterin aku ke kelas, jadi aku bisa ngomong sama dia sambil berjalan ke kelas.”
Andrew tersenyum sinis. Alasan klasik ... aku akan membuatmu bertekuk lutut padaku seperti semua mantannya, gumam Andrew dalam hati.
“Hentikan, Drew. Jangan memaksa orang yang tidak mau bersama denganmu. Urusi saja semua gadis-gadis murahan yang kamu miliki, jangan pernah ganggu Christie lagi,” ujar Gafin dengan sarkastis.
“Gadis murahan yang tadinya adalah kekasihmu tercinta?” Andrew tersenyum sinis.
Gafin mengeraskan rahangnya. Sungguh ia tidak dapat bersabar lagi dengan semua kelakuan kakak kembarnya itu. Ia tidak mengerti apa yang telah merubah kakaknya itu, bukankah dulu mereka selalu bersama? Ia tidak mengerti mengapa setelah mereka beranjak dewasa, Andrew selalu menganggapnya sebagai seorang musuh.