Gala menekan pedal gas mobilnya, membawa kendaraannya keluar dari area parkir rumah sakit. Sementara Sasha yang duduk di samping kemudinya, sesekali melirik Gala yang tampak serius dengan pandangannya yang terfokus pada jalanan.
Sadar suasana terlalu hening, Sasha mencoba mencairkannya. “Kita mau fitting baju di mana, Om? Aku ada tempat rekomendasi yang bagus.” Sasha mengeluarkankan ponsel dan menunjukkan sebuah tempat fitting baju kepada Gala. “Tempat ini lagi viral di t****k, Om. Gimana kalau kita ke sana aja,” ucap Sasha lagi antusias.
Hanya saja, ucapan Sasha tidak mendapat tanggapan dari Gala. Laki-laki itu hanya melirik selikas ke ponsel Sasha dan kembali menatap jalan di depannya saat menjawab, “Aku udah ada pilihan.”
Terdengar dingin dan ketus. Itulah yang dirasakan Sasha sepanjang perjalanan. Padahal, tadi sewaktu di rumah sakit, Gala terlihat begitu ramah saat berbincang dengan ayahnya. Lantas, kenapa Gala bersikap dingin kepada Sasha?
Akhirnya, Sasha hanya bisa diam dan menunggu Gala akan membawanya ke mana. Namun, Sasha spontan mempertanyakan saat menyadari mobil Gala berhenti pada sebuah toko buku yang terbilang ramai di daerah itu. “Kenapa berhenti di sini, Om? Bukannya kita mau fitting baju?” tanya Sasha sambil memperhatikan toko di depannya dari dalam mobil.
“Iya. Kita mampir ke sini dulu sebentar,” jawab Gala masih dengan datar. Pria itu lantas membuka pintu mobil tanpa memberi penjelasan lebih lanjut kepada Sasha.
Boro-boro berharap pintu akan dibukakan oleh Gala. Pria itu bahkan sudah turun dari mobil dan melangkah tanpa menunggu Sasha. “Ish! Gak peka banget sih jadi laki-laki. Main tinggal aja,” gerutu Sasha. Namun, ia tetap turun dari mobil dan mengikuti langkah Gala yang sudah berjalan mendahuluinya.
“Cepet banget sih jalannya. Kayak bapak-bapak yang mau ketinggalan kereta aja!” ucap Sasha sembari mencoba mensejajari langkah Gala, namun gagal. “Untung ganteng,” ucap Sasha lagi sambil tersenyum tipis.
Hingga akhirnya Gala berhenti di antara rak buku, mengambil salah satu buku di sana dan tampak membacanya dengan saksama.
Sasha tidak menyerah untuk mengakrabkan diri. Dia mencoba membuka percakapan dengan bertanya, “Om Gala hobi baca buku?”
Pertanyaanya hanya diangguki oleh Gala. Pria itu bahkan tidak menoleh dan masih fokus dengan buku di tangannya. Tentu saja Sasha masih belum menyerah. Masih terlalu dini untuk menyerah bagi Sasha.
“Om Gala baca buku apa, sih?” Sasha mencoba mendekatkan diri dan berjinjit untuk bisa mengintip isi buku yang sedang dibaca oleh Gala.
Namun, lagi-lagi ia seolah mendapat perlakuan tidak nyaman dari gala. Gala seketika menutup bukunya dan mendengkus kesal saat melihat ke arah Sasha. “Jangan ganggu aku. Kamu bisa baca buku yang kamu sukai di sana!” telunjuk Gala mengarah pada rak susun di ujung yang bertuliskan dogeng anak-anak.
“Ih! Om Gala! Masak aku baca dongeng anak-anak, sih?” Sasha spontan memukul bahu Gala kuat-kuat hingga membuat laki-laki itu meringis kesakitan. Lalu ia pergi dengan menghentakkan kaki yang menandakan ia sedang kesal.
Gala spontan tersenyum, tanpa sepengetahuan Sasha. Ternyata, melihat reaksi Sasha mampu membuatnya sedikit melupakan beban pikirannya. Ia lantas kembali membuka buku yang masih berada dalam pegangannya dan kembali membacanya.
Sementara Sasha, ia langsung mendaratkan bokongnya pada salah satu kursi yang tersedia di sana dengan kasar. “Ngeselin banget sih Om Gala!” Bibirnya semakin maju ke depan karena kesal dengan sikap Gala. “Kirain ngajak ke sini buat kencan. Eh, taunya malah buat ngejek aku. Awas aja! Kalau entar dia kepincut sama aku, biarpun dia mohon-mohon, gantian bakalan aku cuekin!” sebal Sasha.
Tak ada pilihan, Sasha hanya bisa menunggu Gala sambil memainkan ponselnya. Sementara Gala terlihat hanya membolak-balikkan buku di tangannya tanpa berniat membelinya. Sasha merasa sudah berjam-jam ia di sana tanpa ada interaksi yang berarti antara dirinya dan Gala. Ia merasa pertemuannya dengan Gala hanya sia-sia.
Sasha mendengkus karena bosan. Dia mencoba melihat sekeliling, mencari rak buku yang mungkin cocok dengan selera bacaannya. Namun, matanya malah menangkap sosok yang tidak asing dari kejauhan. Ia memicingkan matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya tidak salah.
“Itu kan … mantan istrinya Om Gala?” batinnya sambil terus mengamati wanita itu dari tempatnya duduk saat ini.
Sasha berpikir jika Gala harus tahu jika mantan istrinya sedang berada di sini. Dia segera beranjak dan menghampiri Gala untuk memberitunya.
Namun, saat Sasha belum sempat memberitahu Gala, laki-laki itu ternyata sudah menatap Karin dari tempatnya berdiri. Gala bahkan terlihat lega saat kepergok Sasha sedang memperhatikan mantan istrinya itu.
“Apa ini maksudnya?” Alis Sasha seketika mengkerut saat menyadari jika tujuan Gala datang ke sini adalah untuk melihat mantan istrinya. “Jadi ini tujuannya ke sini?”
Suasana hati Sasha memang langsung buruk. Namun, ia tidak mau kalah dari Karin dan malah mendekat ke Gala, berusaha mengalihkan pandangan Gala dari Karin.
“Om?” panggilnya sambil menepuk pelan pundak Gala.
Gala sendiri hampir terlonjat karena terkejut dengan kehadiran mendadak Sasha. “Hmm …,” tanggapnya salah tingkah. Gala bahkan langsung mengalihkan pandangan kepada buku yang dipegangnya.
“Gak pulang?” tanya Sasha mencoba membuat interaksi di antara mereka.
“Enggak. Bentar lagi,” jawab Gala yang masih belum mau menoleh ke arah Sasha.
“Aku laper, Om.” Sasha masih mencoba membuat interaksi itu.
“Kalau laper ya makan. Di depan ada warung. Kamu beli aja di sana.”
Ternyata Gala masih saja dalam mode cueknya. Sasha yang awalnya antusias, langsung memasang raut cemberut lagi. Ia tidak mau kalah dari Karin dan punya ide supaya Gala mau keluar dari toko buku itu.
“Om Gala belum puas lihatin mantan istrinya?”
Ucapan Sasha sontak membuat pergerakan Gala terhenti sesaat. Hal itu jelas menandakan jika Gala mulai terpancing dengan uacapan Sasha. “Om Gala mau pastiin keadaan mantan setelah kejadian tadi malam, gitu?” tebak Sasha.
Tebakan Sasha benar-benar tepat sasaran. Gala sampai kaget karena gadis yang dianggapnya belum tahu apa-apa itu bisa menebak gerak-geriknya. “Kenapa … kamu bisa tahu?”
Sasha kembali mendengkus. “Om kira aku gak bisa mikir? Om kira aku itu bocah yang enggak tahu apa-apa, gitu?”
“Bukan!” Alis Gala seketika menyerngit. Dipandangnya Sasha dengan tatapan mematikan. “Kenapa kamu bisa tahu soal kejadian tadi malam?”
Sasha seketika kesulitan menelan saliva. Kepercayaan diri yang dibangunnya di awal langsung ciut. “I-itu … aku ….”
Sasha bahkan tak bisa menyelesaikan kalimatnya. Dia takut mendapat amukan dari Rena kalau membocorkan jika temannya itulah yang telah memberitahunya.
Gala berangsur maju, mendekat ke arah Sasha, mengintimidasinya hanya dengan tatapan. Tangan Gala bahkan terangkat naik yang membuat Sasha spontan menutup mata karena takut mendapat amukan ataupun pukulan dari Gala.
Namun, ternyata Sasha salah. Ia malah mendapat usapan lembut pada puncak kepalanya dan membuatnya langsung membuka mata. Raut garang Gala langsung berubah menjadi sosok penyayang dengan senyuman yang menawan. “Makasih kamu sudah perhatian sama aku, ya?” Tutur katanya bahkan terdengar sangat jauh berbeda dengan beberapa saat lalu.
“Sumpah! Demi apa Om Gala jadi baik kayak gini?” batin Sasha sambil mengerjap-erjapkan matanya, tidak percaya.