01. Dokter Hewan

821 Words
Namaku Amarylisse. Karena itu terlalu panjang, mereka menyingkatnya Elisse. Semenjak kecil aku hidup sendirian. Maksudku, walaupun berada di tengah bocah-bocah yatim piatu lainnya, aku merasa hampa. Jika orangtuaku saja tidak menginginkanku, aku rasa tidak akan ada yang menginginkanku. Semua orang yang mengenalku pasti mengetahui julukanku. Sadako, karena rambutku panjang selalu tergerai dan kulitku pucat. Mereka juga bilang aku ini minim ekspresi, membosankan, patut dibenci, dan tidak bisa bersosialisasi. Tidak salah, tapi juga tidak benar seutuhnya. Aku orangnya mudah menyesuaikan diri. Maksudku begini, jika ada orang baik, aku cenderung tersenyum. Lalu jika kemudian aku bertemu orang jahat, tahu-tahu tanganku sudah memegang pisau. Walaupun aku sengaja membawa pisau lipat kemana-mana. Gadis jaman sekarang kalau jalan sendirian pasti dalam bahaya. Apalagi orang sepertiku yang semenjak kecil sudah dijadikan sasaran korban makhluk p*****l. Itulah kenapa aku tidak suka laki-laki. Yang kusukai di dunia ini adalah binatang dan tumbuhan. Hatiku tidak terenyuh saat melihat manusia menderita, tapi jujur saja rasanya sakit kalau ada kucing terluka. Seperti sekarang, di minggu pagi begini, ada pemandangan buruk, seekor kucing yang kaki belakangnya berdarah. Meskipun begitu, dia masih berusaha mengais makanan di sampah pinggir jalan. Aku buru-buru membawanya ke klinik hewan terdekat. Kebetulan memang, ada petshop yang juga terdapat praktek dokternya. Disitu tertulis: Drh. Dandi P. Hardana Ini memang toko dan ada tulisan "BUKA", tapi saat aku masuk, tidak ada satupun karyawan disini. Satu-satunya yang terlihat hanyalah seorang pria berjas putih sedang duduk di meja kasir sambil menyisir rambut anak anjing. "Ada yang bisa kubantu? Maaf, toko ini sedang kekurangan karyawan," ucapnya begitu melihatku. Dari pandangan matanya, dia seperti bisa membaca isi pikiranku. Kalau menurut insting bertahan hidupku, ada yang tidak beres dengan caranya melihat dan intonasi suaranya. Aku menyerahkan kucingnya, "Kurasa kucing ini butuh penanganan, aku menemukannya di tumpukan sampah dekat sini." Dia mulai fokus memeriksa kaki yang masih terdapat bekas darahnya. Tatapannya mulai serius. Dia akhirnya pergi ke dalam setelah berkata, "Tunggulah sebentar." "Berapa biaya perawatannya? Langsung saja, aku harus pergi." "Tunggu sebentar." Tipikal orang keras kepala, aku mengangguk saja. Jujur saja aku ingin pergi, tapi dia menoleh lagi padaku dan menegaskan kembali, "Hanya sebentar." "Iya." Setelah orang itu pergi, aku iseng mengamati petshop ini. Menurutku, ada yang aneh dengan tempat ini, terlalu banyak disorot kamera pengawas. Entah mengapa semakin aku sendirian disini, semakin aku merasa seseorang tengah memperhatikanku. Butuh waktu beberapa menit sebelum akhirnya si dokter hewan itu muncul kembali. Bukannya menjelaskan keadaan kucing tadi, dia malah bertanya, "Apa kamu pecinta hewan?" "Iya, semacam itu.." "Orang yang mencintai hewan adalah orang yang memiliki hati yang lembut dan baik. Kamu percaya itu?" Dia mulai terdengar mengganggu. Apalagi tatapannya yang terkesan tidak mau lepas dariku. Karena menurutku diam saja itu tidak sopan, aku menjawabnya, "Tidak selalu." Buktinya aku tidak memiliki hati yang baik. Bagiku baik itu seperti kata cantik, relevan, tergantung sudut pandang orang. Tapi ya pada akhirnya otakku hanya meresponnya dengan istilah, 'masa bodoh'. Aku tidak peduli. Tiba-tiba dokter hewan ini kian mendekat serta bertanya serius, "Apa kamu menggodaku?" "Maaf?" Apa normal bicara seperti itu pada orang asing? Dia tersenyum saat mengulang lagi, "Menggodaku?" "Mmm.." tampaknya kerutan di dahiku belum cukup untuk membuat senyumannya pudar. Padahal dia pasti tahu aku sedang kebingungan. "Oh, mohon maaf, hanya bercanda," sahutnya malah perlahan menghampiriku. Setelah jeda sejenak, dia melanjutkan, "Jangan khawatirkan kucing tadi, dia mungkin barusan ditusuk benda tajam. Tenang, akan kutampung di rumah hewanku. Apa kamu tahu siapa pelakunya? Hewan tidak akan menusuk dirinya sendiri dengan benda tajam seperti itu.." "Entahlah, aku hanya menemukannya diluar." "Akan kucari sendiri." Kucari sendiri? Belum sempat kujawab, dia mendahuluiku dengan membahas pengobatan, "Oh iya, semuanya gratis. Tidak perlu membayar. Semua disini gratis untuk hari ini karena aku sedang bahagia." "Bahagia?" "Iya, aku suka kedamaian hari ini dan seseorang sepertimu mengunjungi tempat ini." "Maaf, aku tidak mengerti." "Boleh kutahu namamu?" "Elisse." "Jadi Elisse, apa kamu mahasiswi yang butuh pekerjaan part time? Kebetulan kasirku sejak kemarin menghilang." Kenapa alur pembicaraan ini malah semakin melebar? Kenapa aku yang kemari hanya untuk mengobati kucing malah ditawari pekerjaan? Dia orang yang tidak normal, jelas sekali terlihat dari matanya. Pria bertubuh tegap dan berwajah menawan begini yang harus diwaspadai. "Mmm.. maaf, sebaiknya aku pamit pergi dulu, Dokter.." kataku mulai membaca name tag di jas putihnya, "Dandi." Aku segera berbalik pergi. "Kamu menggodaku ya? Aku ini~ tidak suka digoda," Dia bergumam dengan pertanyaan yang sama. Kali ini dia mengeluarkan suara yang sedikit lirih seolah-olah itu bicara sendiri. Aku menoleh untuk bertemu pandang lagi dengannya. Kutegaskan kembali, "Tidak." Ia melambaikan tangan padaku, "Maafkan aku. Berkunjunglah sesekali." "Tentu," tentu saja tidak mungkin. "Kita pasti bertemu lagi, Elisse.." Tidak ada satupun orang normal yang pernah kutemui berkata hal seperti itu kepada orang asing. Hanya dalam beberapa menit saja, dia sudah bertingkah sok akrab padaku. Aku tidak mengerti, tapi sepertinya aku harus waspada. Soalnya, aku sering sekali dikejar om-om gila. Karena pria-pria genit seperti merekalah, gadis sepertiku lahir. Aku tidak pernah merasakan rasa suka kepada lawan jenisku. Akan tetapi bukan berarti aku malah menyukai sesama jenis. Begini.. Aku merasa muak melihat laki-laki padahal menjalin hubungan saja tidak pernah. Aku sadar mungkin ini akibat aku terlalu banyak melihat hubungan tidak harmonis, pria b*****t hidung belang. Jadi rasanya itu tidak nyaman bersama mereka. Lagipula laki-laki manapun yang mengobrol denganku lima menit saja, pasti sudah melihatku dengan tatapan aneh. Menurut mereka, aku aneh, terlalu murung dan tidak ramah. Jelas tidak akan ada yang suka. °°°
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD