Belum ada jawaban

1054 Words
“ Jo, please, lupakan saja apa yang pernah terjalin diantara kita. Aku bukan orang yang pantas mendampingimu " " Tapi kenapa Din ? apa kamu anggap aku masih seperti anak kecil ? " " Bukan itu, banyak hal yang tak bisa aku ceritakan sama kamu, Jo percayalah banyak perempuan yang ingin mendampingimu. Kamu, kamu bisa memilih yang terbaik diantara mereka " " Tidak ! karena mereka bukan kamu ! " " Jo " " Dinda " Jo meraih tangan Dinda dan wanita itu berusaha melepaskannya. " Kita tidak mungkin bersama " lirih Dinda dengan tatapan berkaca kaca. Gelengan di kepala Dinda membuatnya mengalihkan pandangan dari wanita yang selama ini terus ia cari keberadaannya, takdir te;ah mempertemukan mereka kembali tapi jawaban wanita itu membuatnya kecewa. “ Baiklah, kak Dinda yang tercinta. Aku akan tetap setia menunggu ” Jodi melepaskan Setbeltnya dan keluar dari mobil, menekan remote untuk kembali menutup pintu. rasa kesalnya membuat ia lupa masih ada Dinda dalam mobil. Dua langkah ia berjalan hpnya berdering, ia melihat layar hp, tertera nama my Dinda. “ Jo, kamu mau buat aku mati lemas dalam mobil. Buka pintunya!” jerit Dinda dalam hp Jo. Jo menoleh kebelakang dan tersenyum, ia melihat mantan kekasihnya itu mengetuk ngetuk kaca mobil. “ Klik ! ” Dinda menatap Jo sewot, ia merapikan blazernya. “ Sorry, aku buru buru. Kamu mau kemana biar aku antar ” Jo menawarkan diri menemani Dinda mencari ruang inap temannya. “ Nggak usah Jo, aku bisa cari sendiri. lagian kamu kan buru-buru ” tolak Dinda ia mengeluarkan hpnya dan melihat pesan dari Maudy yang ia terima tadi pagi. Jo mengangguk lalu melangkah cepat mendahului Dinda memasuki lorong rumah sakit. pada langkah ke sepuluh ia memelankan jalannya, ia yakin namanya akan di panggil. “ Jo…” panggilan ini, panggilan dari sebuah suara yang telah hilang selama empat tahun lalu, Jo merasa ada angin yang menghembus kering di hatinya. Ia tak buru buru menoleh. ia mengulum senyumnya. “ Ya..” jawab Jo enggan, padahal hatinya ingin. “ Ini dimana ? ” tanya Dinda yang sudah berada di samping Jo, ia harus berlari lari kecil menyusul dokter muda itu. ia memperlihatkan pesan dari Maudy, temannya. Jo tahu betul kamar inap pasien yang dicari Dinda karena tadi ia menjenguk seniornya yang baru melahirkan di ruang itu. Maudy yang dimaksud Dinda adalah seniornya. “ Kok jalannya pelan ? ” Dinda yang tadi susah payah menjejeri langkah Jo terpaksa ikut memperlambat jalannya. ia menatap heran laki-laki dengan kemeja yang sudah digulung hingga siku itu. “ Mau menikmati sepanjang jalan kenangan ” Dinda menoleh ke samping. ia mengulum senyumnya, dokter muda itu belum melupakan kenangan kebersamaan mereka di masa lalu. Mereka sampai di lorong ruang rawat inap VIP. beberapa perawat yang ber pas pasan mereka menyapa Jo hormat. " Malam dok " " Malam " jawab Jo pendek, ia memperhatikan wanita disampingnya yang sibuk mengirim balasan pesan sambil berjalan. Hampir saja ia menabrak tiang seandainya Jo tak menarik tubuhnya hingga tubuh mereka tak berjarak. Hal ini menjadi perhatian rekan kerja Jo yang berpas pasan dengan mereka. Dokter dengan tampang baby face itu tak pernah sekalipun terlihat dekat dengan seorang wanita. Baru kali ini mereka melihat dokter Jodi bisa akrab dengan seorang wanita. Baik dokter ataupun perawat yang ingin mengenalnya lebih dekat pasti akan mundur teratur karena dokter itu terkesan kaku dan dingin. Seorang rekan Jo yang sudah berpakain dokter shift malam menghampirinya. " Baru lagi boss ? " tanyanya dengan mode berbisik. Jo tak menjawab, tapi bibirnya mengukir senyum. " Bukan, masih yang lama, awet " suara Jo yang sengaja dikeraskan membuat Dinda menoleh. Ia menatap Jo dengan tatapan tak suka. " Duluan dok " ujar Dinda mendahului Jo. Ia mencari ruang rawat Maudy. Dinda kira Jo tak akan mengikutinya. Ia menanyakan ruang Dahlia 12 pada perawat yang ia temui. Dinda melihat ke belakang, Jo sudah tak terlihat. Dinda menarik nafas, ia tak tahu bagaimana menyimpulkan perasaannya saat ini, antara bahagia dan sedih. Sungguh, rindu itu masih kuat di hatinya. Rindu yang harus ia pendam entah sampai kapan. Sampai Jo menemukan kekasih yang baru, padahal jelas jelas Jo mengatakan bahwa selama mereka tak bertemu, nama Dinda tetap di hati Jo. Apakah ia terlalu jahat pada Jo, menghancurkan hati juniornya itu dengan memutuskan hubungan sepihak. Saat cinta mereka tengah berbunga. Dinda seperti tersesat di sebuah lorong, ketika ia bertanya pada orang ia harus berputar putar lagi di rumah sakit. Perawat membukakan pintu ruang rawat inap Maudy. Dinda memasuki ruang rawat inap itu dengan menarik nafas lega, seakan terlepas dari kejaran orang misterius. " Kenapa Din ? " tanya Maudy ketika melihat Dinda masuk dengan wajah tegang. " Aku baru ketemu dia, Percaya ga Dy kalau dunia ini terlalu sempit untuk aku sembunyi " " Dia..dia siapa ? " " Pokoknya aku ga usah nyebutin nama, kamu pasti tahu dia yang selalu aku ceritakan sama kamu " " Dia yang kamu cinta " tebak Maudy sambil mengambil menggendong bayinya. Dinda tak fokus pada seseorang yang duduk di sofa yang terus memandangnya. Dinda menjawab dengan anggukan lemah. Satu tarikan nafas berat itu menandakan cinta itu sedang membebani hatinya. Jo membuat deheman hingga Dinda menoleh pada sofa, seketika darahnya berdesir hebat. Ia memegang brankar yang ia sandari agar tidak kelimpungan. Ia seperti ketahuan berbohong. " Siapa kak ? " tanya Jodi pura pura tidak kenal Dinda. Maudy yang baru menyadari ada Jo mengenalkan Dinda, sahabatnya yang baru sampai di Jakarta. " Eh..iya Jo kenalkan ini Dinda teman kakak " Jo mendekati Dinda dan mengulurkan tangannya. " Jodi, Jodi Hermawan " ucap Jo, cosplay mereka tak saling mengenal. Dinda memijit pelipisnya. " Aku kenal kamu dokter " ucap Dinda sambil menepis tangan dokter itu. " Kalian ? " Maudy menunjuk kedua temannya bergantian. " Jo, juniorku di organisasi " jelas Dinda tapi keterangan berbeda keluar dari bibir Jo. " Bukan, mantan " sanggah Jo. Maudy baru mengerti apa yang terjadi di depannya. Siapa sangka dua orang yang menjadikannya tempat curhat ternyata adalah pasangan kekasih. Seseorang membuka pintu dan melihat kehadiran Dinda, ia Bima suami Maudy. " Hei, Din..pa kabar ? " " Baik mas " " O..ya adik mas terus nanyain kamu dimana ? kamu aneh dilamar bos tajir malah kabur ? kata Vani Pak Reyhan tidak akan menyerah nyariin kamu " Jo melototkan matanya, ia teringat ucapan kakaknya si tukang gombal tadi. Ia menarik tangan Dinda keluar ruangan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD