"Maaf Andini mas di PHK mas harap kamu bisa bekerja membantu perekonomian keluarga kita" ucap Bagas sambil tertunduk lesu. Andini terkejut mendengarnya tapi mau bagaimana lagi. Dia peluk suaminya itu untuk menguatkannya.
"Tidak apa-apa mas. Nanti Andini coba cari kerja dulu ya. Untuk sementara mas bisa ngojek kayak dulu" balas Andini.
"Terima kasih Andini mas beruntung memiliki istri sebaik dan secantik dirimu" Bagas bersyukur Andini mau mengerti keadaannya. Mereka sudah menikah selama 2 tahun tapi belum dikaruniai anak. Mereka juga tinggal serumah dengan orang tua Andini karena mereka belum mampu membeli rumah.
"Andini Bagas ayo makan dulu, ibu sudah masak untuk kalian" ibu tiri Andini bernama Sarah mengajak mereka makan siang. Usia Sarah sekarang sekitar 40 tahun. Parasnya masih terlihat muda seperti umur 30an. Penampilannya dirumah terlihat seksi tapi Andini tidak pernah mempermasalahkannya. Bapak Andini sudah sakit stroke selama 2 tahun terakhir ini. Selama ini Andini dan Sarah akan bergantian mengurusnya.
Mereka duduk di meja makan bersama. Sarah tampak telaten menyuapkan makanan untuk suaminya yang sakit stroke. Andini mengagumi ibu tirinya yang masih setia mendampingi bapak yang sedang sakit. Padahal bisa saja Sarah pergi meninggalkan bapak jika dia mau.
Sedari tadi mata Sarah melihat Bagas dan dibawah meja makan kakinya menyenggol-nyenggol kaki Bagas. Bagas melihat ke arah ibu mertuanya itu dengan tatapan penuh arti. Sayangnya Andini tidak melihat hal itu.
Keesokan harinya Andini pamit untuk mencari pekerjaan pada suami dan ibunya.
"Mas, bu Andini pergi dulu ya. Doain Andini bisa dapat kerjaan hari ini. Mas Andini pinjam motornya ya. Assalamualaikum" ucap Andini sambil mencium tangan suami dan ibunya.
"Walaikum salam hati-hati di jalan ya" balas suaminya. Andini pun pergi mengendarai motor menuju kantor yang akan di lamar. Banyak kandidat yang hadir disana. Andini melamar bagian sales marketing di kantor itu. Satu persatu kandidat dipanggil untuk wawancara. Tak disangka Andini diterima bekerja disana.
"Selamat ya Ibu Andini, anda memenuhi kualifikasi dan diterima bekerja di perusahaan Cipta Gemilang. Senang bekerja sama dengan anda. Mulai besok datang bekerja setiap jam 8 pagi dan menggunakan pakaian kantor yang rapi" jelas ibu HRD itu.
"Terima kasih banyak buat. Saya akan berusaha dan bekerja semaksimal mungkin." balas Andini dengan perasaan bahagia dan penuh rasa syukur. Andini tidak sabar memberitahu hal ini pada suaminya.
Setelah itu Andini pulang kerumah. Suasana rumah begitu sepi. Andini berjalan menuju kamarnya dan tiba-tiba saja ibunya keluar dari kamar miliknya. Wajah Sarah memucat melihat Andini ada di hadapannya.
"Bu, kenapa ibu keluar dari kamarku? " tanya Andini heran.
"Ah.. itu suamimu tadi pegel katanya jadi ibu pijitin" jawab Sarah gugup. Keringat dinginnya mulai bercucuran takut rahasianya akan terbongkar.
"Mas Bagas sakit ya bu? "
"Katanya sih nggak enak badan. Yasudah ibu mau urus bapakmu dulu" Sarah langsung berlalu begitu saja. Andini masuk kedalam kamar dan melihat suaminya sedang rebahan.
" Sayang kamu sakit ya? " tanya Andini pada suaminya.
"Iya sayang mas pegel-pegel banget untung ada ibu yang pijatin badannya mas" jawab Bagas senatural mungkin. Andini melihat ranjang dan sprei mereka acak-acakan. Bantal dan guling terjatuh ke lantai. Hanya saja Andini tidak berpikiran negatif.
"Mas aku ada kabar gembira mas, aku diterima bekerja di perusahaan Cipta Gemilang sebagai sales marketing!! " ungkap Andini dengan raut wajah yang senang.
"Alhamdulillah sayang!! kamu benar-benar hebat!! mas bangga sama kamu" Bagas senang saat mendengarnya jadi dia tidak perlu capek-capek bekerja lagi. Andini sudah bisa menghidupinya.
****
Sudah dua minggu Andini bekerja di perusahaan di perusahaan Cipta Gemilang. Dia berkenalan dengan sesama rekan kerjanya ada Alwi, Rihanna, dan Dea. Mereka satu tim di bagian sales marketing. Alwi adalah ketuanya. Dia membimbing dan mengajari Andini dengan sabar. Untung Andini adalah orang yang cekatan dan mau belajar. Alwi begitu mengagumi Andini, sayang Andini sudah jadi istri orang.
"Mau pesan makan apa Andini? kita mau pesan makan diluar bosen makan di kantin " tanya Rihanna.
"Ehm kalian duluan aja ya, saya bawa bekal kok" jawab Andini tak enak.
"Serius? kamu makan nasi telor lagi? " tanya Dea miris. Setiap hari Andini hanya bawa nasi telor ceplok untuk makan.
"Biar saya traktir ya Andini" tawar Alwi.
"Gakusah gapapa kok saya makan bekal ini saja" tolak Andini.
"Santai Andini sekarang kita ini teman satu tim" Alwi mentraktir semua temannya agar Andini tidak sungkan dan mau menerimanya.
"Terima kasih Pak Alwi" ucap Andini terharu. Dia memakan makanan yang dibelikan Alwi padanya. Sudah lama rasanya dia tidak makan ayam.
Sore harinya semua karyawan sudah pulang. Alwi menawarkan diri untuk mengantar Andini tapi Andini menolaknya. Sejak Bagas mulai mengojek, Andini tidak bisa membawa motor lagi. Dia naik angkutan umum atau pesan ojol jika mau pergi dan pulang kerja.
Andini pulang naik bus dan turun di halte dekat rumahnya. Saat sampai dirumah Andini melihat suaminya itu duduk berdua dengan Sarah di sofa sambil menonton tivi. Kepala Sarah bersandar di bahu suaminya. Ada perasaan cemburu saat Andini melihatnya. Mereka terlalu dekat hanya saja saat Andini menegur suaminya dia malah dimarahi.
"Assalamualaikum" Andini mengucapkan salam lalu masuk kedalam rumah.
"Walaikum salam" jawab mereka menjawab salam Andini.
Andini mencium punggung tangan suaminya dan ibunya. Ia celingak-celinguk mencari keberadaan bapak.
"Mana bapak bu? " tanya Andini.
"Bapakmu sedang tidur nak" jawab Sarah.
"Andini ke kamar bapak dulu ya" Andini sudah lama tidak melihat bapaknya karena sibuk bekerja. Dia melihat bapaknya terbaring di atas ranjang dengan pipi berlinang air mata.
"Bapak? bapak kenapa menangis? " Andini menghampiri bapaknya yang tak henti menangis tanpa suara. Seperti ada beban yang disembunyikan oleh bapak.
Bapaknya seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tak bisa karena kondisinya yang tak memungkinkan.
"Ada apa pak? apa yang ingin bapak katakan? " tanya Andini dengan pelan.
Jari-jari bapaknya bergerak dan bibirnya berusaha mengatakan sesuatu tapi sekuat ia mencoba dia tidak bisa mengatakannya. Tiba-tiba saja Sarah masuk kedalam kamar. Wajah bapak berubah memerah marah melihat Sarah. Terlihat dari guratan wajahnya yang memerah. Bapak langsung mengamuk melihat Sarah.
"Pak tenang pak tenang. Kenapa bapak jadi begini? " tanya Andini khawatir.
"Tenang saja Andini, biasa bapakmu begitu nanti dia tenang sendiri. Kamu urus saja suamimu biar bapakmu ibu yang urus" jawab Sarah menenangkannya. Andini mengangguk lalu dia keluar dari kamar bapaknya. Sarah menatap tajam pada suaminya yang penyakitan itu. Dia lempar wajah suaminya itu dengan bantal.
"Jangan banyak berbuat ulah kalau tidak aku akan membunuh anakmu itu!! bila perlu dirimu juga aku bunuh!! " ancamnya.