Scuffle

1288 Words
Jake merapikan catatan di buku tulisnya setelah bunyi bel jam pelajaran tadi. Karena saat proses belajar-mengajar berlangsung ia hanya melamun saja karena kepikiran akan sesuatu. Cowok yang merupakan anak satu-satunya di keluarganya itu tidak bisa fokus. Karena datap kabar orangtuanya tidak akan pulang lagi tahun ini, mereka akan mengerjakan projek besar-besaran dengan perusahaan asing. Kedua orangtuanya akan makin menetap lama di negara yang berbentuk federasi di Eropa barat itu. Negara yang memiliki posisi ekonomi dan politik yang sangat penting di Eropa maupun di dunia, yakni Jerman. Padahal Jake sudah menghayal bisa berkumpul bersama orangtuanya saat liburan akhir tahun nanti. Kalau sudah begini, Jake harus mengubur dalam-dalam keinginannya. Lagipula, Jake harus menanamkan dalam hati. Orangtuanya bekerja keras sampai ke negara asing agar bisa memenuhi semua kebutuhan Jake saat ini. Itu yang harus Jake ingat baik-baik. Kalau soal merindukan keduanya, ia harus menahannya untuk kesekian kalinya. Cowok itu bergegas keluar kelas untuk membeli minum setelah bunyi jam istirahat kedua. Ia mengedarkan pandangannya ke belakang kelas, melihat teman kelasnya yang hanya ada sebagain. Bastian dari jam pertama sudah bolos entah kemana. Padahal Hendrik sudah mencarinya kemana-mana untuk menyeret pemuda itu masuk ke kelas. Saat Pak Azzam datang memantau keadaan kelas pun, Bastian masih tidak ada. Setahu Jake, ia melihat motor Bastian di tempat parkir. Tapi, orangnya menghilang entah kemana. Jake menghela napas samar, hendak melangkah keluar dari kelas. Cowok yang memakai rapi seragamnya itu nampak kaget saat berpapasan dengan Bastian yang sudah melesat masuk ke dalam kelas. "Bas––" ucapan Jake terhenti saat Bastian sudah melangkah cepat ke arah meja belakang, tempat dimana Ilham duduk bermain game di sana. BUG Jake dan anak-anak kelas melebarkan mata kaget saat melihat Bastian melayangkan bogeman mentahnya pada Ilham yang sudah terjatuh menimpa kursi dan meja kelas dengan kuatnya. Bastian tidak berhenti disitu, menarik Ilham untuk kembali berdiri kemudian ia tinju lagi beberapa kalia. Hendrik sudah maju melerai dengan berdiri di antara kedua cowok itu berusaha memisahkan. Namun, tangan Bastian menarik tangan Hendrik menjauh dan mendorong pemuda itu sampai terbentur ke dinding belakang. Yuta, Lucas, Bento dan Yogi juga berusaha memisahkan. Namun, Bastian membabi buta sampai tidak bisa dihentikan. Bahkan, Niki yang kaget karena tidurnya terganggu jadi ikut berdiri dan memegang lengan Bastian pelan. Tidak tahu apa yang terjadi, hanya ikut-ikutan saja memegang. Niki baru tersadar saat Bastian malah menjambak rambutnya sampai pemuda itu mengumpat kasar karena kesakitan. Lalu, ia pun memilih kembali tidur saja dengan keadaan kelas yanh ribut. "a*u, lo tadi nipu gue ya, bangsad! Uang gue di atm tinggal dua ratus ribu ya, setan, buruan ganti sekarang atau gue bunuh lo sekarang!" Ancam Bastian sudah ingin maju menendang Ilham yang babak belur di meja belakang dengan Gilang dan Eric yang memegangi cowok itu. Sedangkan, Bastian ada Hendrik, Lucas, Yuta dan Yogi yang memegangi kaki dan tangannya agar cowok itu tidak bisa bergerak maju lagi. "Gue gak paham apa yang lo maksud." Balas Ilham dengan santainya sembari tersenyum miring. Bastian pun kembali terpancing dan maju ingin menendang teman kelasnya itu lagi. Namun, gerakannya terhenti saat bangku di sudut belakang berderit. Jaya bangkit dari kursinya, melangkah mendekat ke arah kedua teman kelasnya itu. "Lepasin," ujar Jaya dengan suara dinginnya membuat Hendrik dan anak-anak lain yang memegang kedua cowok itu jadi mengerjap kaget. "Kalau dilepas mereka bakalan adu tonjok lagi, Jaya." Sahut Hendrik seperti sudah memohon takut, "lepasin." Ulang Jaya dengan rahang mengeras membuat Hendrik menurut saja melepaskan Bastian yang berdehem samar. Entah kenapa jadi terintimidasi karena tatapan Jaya di sampingnya. Ilham pun refleks mengalihkan pandangannya saat tidak sengaja bertatapan dengan manik mata tajam seorang Jaya. Setelah dilepaskan keduanya jadi sama-sama diam. Baru tersadar, kini anak kelas lain mengintip mereka di jendela. "Selesaiin masalah kalian nanti saat selesai sekolah. Jangan ganggu ketenangan kelas," kata pemuda itu menatap keduanya bergantian. "Kenapa emangnya?" Jaya yang sudah ingin kembali ke mejanya jadi terhenti saat Bastian menyahutinya sembari tersenyum masam. "Apa?" Jaya kembali menatap Bastian dingin sampai cowok itu meneguk ludah sesaat. Berusaha memberanikan diri membalas tatapan Jaya yang seakan sudah menghajarnya babak belur. "Emangnya kenapa kalau gue nyelesaiin masalah gue di kelas? Lagian gue ada masalahnya sama si bangsad itu." Tunjuk Bastian penuh dendam pada Ilham yang sedang sibuk memegang sudut bibirnya yang robek karena pukulan kuat Bastian. "Dia udah nipu gue, dan habisin uang gue hampir dua jutaan." Sambung Bastian kembali melirik Ilham tajam. "Terus kenapa?" Balas Jaya makin maju mendekat. "Bukan berarti lo bisa seenaknya main tangan." Bastian sontak tergelak mendengar perkataan Jaya yang terdengar menggelikan di telinganya. "Seenaknya main tangan?" Ulang Bastian masih menepuk-nepuk tangannya heboh sendiri. "Padahal lo sendiri yang dari pertama kelas ini dibentuk sudah main tangan. Dan lo nasehatin gue buat gak ngelakuin itu, sedangkan lo sendiri bisa bebas begitu?" Bastian belum berhenti, Hendrik yang berdiri di antara Bastian dan Jaya jadi merasa ingin menghilang saja. "Gue sama lo, beda." Balas Jaya dengan tatapan khasnya yang dingin. "Kenapa? Lo emangnya beda apanya sama gue? Karena lo ditakutin makanya gakpapa, dan gue cuma anak biasa yang gak akan ditakutin meskipun gue ngamuk-ngamuk?" Sentak Bastian kali ini sudah mengepalkan tangannya erat. "Bukan karena itu." Sahut Jaya samar. "Terus kenapa?" "Karena nama lo udah masuk ke catatan hitamnya kepala sekolah." Bastian terdiam mendengar itu, "kalau lo kembali bikin masalah. Lo bisa dikeluarin," lanjut Jaya lagi membuat anak kelas saling pandang Tidak menyangka akan mendengar perkataan itu keluar dari mulut seorang Jaya. "Selain itu, bukan cuma lo yang kena. Semua anak kelas juga ikut terseret, anak kelas berbeda makin dicap buruk sama semua orang." Sambung Jaya dengan tatapan tajamnya. "Makanya, sebelum bertindak ngotak dulu." Bastian terdiam lama dengan melirik Ilham yang hanya tersenyum saja sembari mengorek-ngorek telinganya santai. "Kenapa cuma gue yang dimarahi? Si bangsad itu kenapa gak disidang juga, emangnya cuma gue yang bersalah di sini?" Ngamuk Bastian dengan meminta perhatian anak kelas. "Gue ditipu sama dia, katanya gue mau dikenalin sama adik kelas dan juga kakak kelas cantik. Tapi, ternyata dia malah manfaatin gue buat bayar hutangnya yang menumpuk, anju." Racau Bastian masih mengamuk, "dan sekarang gue yang menjadi korban malah dimarahi begini. Sedangkan, pelaku kejahatan dibiarkan begitu saja. Keadilan untuk gue mana?" Jaya menghela napas sesaat menatap Ilham tajam. Jaya hendak membuka mulut ingin menyahut, namun perhatian pemuda itu jadi teralihkan oleh anak cowok yang baru saja mengetuk pintu kelas mereka. "Bastian dan Ilham ke ruang BK, ditunggu sama Pak Ilyas dan juga kepala sekolah." Ujar pemuda itu membuat Bastian makin mengeraskan rahangnya kuat, "anak kelas berbeda emang gak ada yang beres. Semuanya bermasalah," gumam pemuda itu lagi tersenyum miring membuat Bastian jadi terpancing. "Gak anak gak orangtua, semua pembuat masalah." Lanjut cowok itu lagi lalu berbalik pergi. Bastian mengepalkan tangannya erat kemudian maju dan mengejar ketua kelas anak kelas unggulan itu. Bastian langsung menendangnya dari belakang membuat Hendra jadi tersungkur ke lantai. Hendra menoleh geram, balas memukul membuat keduanya jadi saling membalas tonjokan. Teman-teman kelas Hendra yang melihat itu jadi maju ikut membantu, membuat anak kelas berbeda jadi terpancing dan membantu Bastian. Anak kelas berbeda dan kelas unggulan pun kini sudah saling tonjok-menonjok di koridor kelas. Kericuhan itu membuat anak kelas lain datang berbondong-bondong melihat mereka. Hampir semua anak kelas berbeda ikut turun tangan, kecuali Jaya, Satria dan Gio. Jaya di dalam kelas yang memandangi itu dengan helaan napas samar. Gio sendiri tidak peduli banyak, hanya duduk tenang di kelas. Sedangkan, Satria memejamkan saja matanya di bangkunya. Sembari berusaha menulikan telinga. Suara kepala sekolah di depan sana dengan berteriak memakai toa tidak mereka dengarkan. Bahkan, mereka makin menjadi-jadi. Sebelum suara Pak Azzam terdengar, "hentikan, sebelum bapak panggil polisi." Sontak anak-anak jadi menghentikan aksi saling tonjok-menonjoknya. Mereka menarik diri dengan saling melemparkan tatapan tajam. "Semua yang sok jagoan tadi, menghadap bapak di ruangan." Kata kepala sekolah membuat dua kubu itu jadi menghela napas. Mereka baru sadar kalau barusan sudah membuat masalah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD