13-Usil to Helen

1055 Words
Adinda dan Helen sama sekali tak menyangka bahwa Mahesa telah berada di belakangnya selama ini. Adinda dan Helen sama-sama saling pandang dengan kikuk. Mahesa menunggu salah satu dari dua orang gadis di hadapannya kini mengatakan sesuatu kepadanya. Tapi keduanya malah tertegun dan terlihat bingung saat menatapnya. "Mahesa! Ngapain kamu ke kelompok Helen?" teriak sang guru biologi kepada Mahesa. Mahesa dengan asal mengambil salah satu alat lab dan mengangkatnya lalu menunjukkannya ke sang guru. "Pinjem ini," jawab Mahesa berbohong. Ia kemudian kembali menoleh ke arah Adinda dan juga Helen, lalu ia dengan segera meninggalkan meja lab Helen dengan segera seraya melirik Dinda dengan tajam dan tatapan sinis. Usai pelajaran biologi, Dinda mengemasi barang-barang di meja belajarnya dengan Mahesa. Melihat tingkah konyol Dinda yang mengemasi barangnya, Helen mendekat. "Lo ngapain?" tanya Helen tak paham dengan apa yang sedang Dinda lakukan. "Bukannya tadi kita udah sepakat buat tukar tempat duduk?" tanya Dinda mengingatkan Helen. "Emang Mahesa sudah setuju?" tanya Helen hati-hati, ia tak ingin Mahesa kembali marah kepadanya hanya karena persoalan seperti ini. Dulu Mahesa juga pernah marah padanya yang duduk tiba-tiba di sebelahnya hingga membuat gadis itu terhenyak kaget luar biasa dan takut mendekati Mahesa, tapi cinta di hatinya belum bisa hilang dari dirinya untuk Mahesa. Dinda sudah berdiri dari bangku kelasnya duduk dengan tas sekolahnya itu. Ia berjalan ke bangku Helen yang sebenarnya hanya berada di depan bangkunya saja, hanya saja saat Helen duduk di depan Mahesa, gadis itu tak bisa menikmati wajah Mahesa sepuasnya dari samping. Hal yang selalu ia impikan selama ini adalah menikmati ketampanan Mahesa yang hakiki. Mahesa masuk kelas saat Helen sudah duduk di tempat Adinda sebelumnya. Mahesa bisa melihat perubahan posisi duduk antara Helen dan juga Adinda. Mahesa tersenyum miring kemudian. Kini ia paham apa maksud Adinda dan Helen tadi di laboratorium Biologi. Mahesa tak banyak omong, ia pun cuek dan duduk di tempatnya. Helen yang menyadari bahwa Mahesa tak mempersoalkan kepindahannya untuk duduk di sampingnya tersebut, akhirnya tersenyum senang. Dari tempatnya duduk ia bisa menikmati wajah tampan Mahesa di sampingnya. Suasana masih berjalan kondusif seperti biasanya, tapi ketika mata pelajaran Kimia dimulai, Mahesa memulai aksinya. Ia sengaja menginjak pelan tapi cukup terasa ke arah kaki Helen. "Aw!" pekik Helen yang langsung membuat Mahesa menoleh kaget ke arahnya, begitupun dengan teman-teman kelasnya yang lain. "Sorry gue gak sengaja," kata Mahesa yang membuat Helen mengangguk paham ke arahnya meski dalam hatinya ia kesal bukan main. Mahesa dan Helen kembali melanjutkan mencatat materi di papan tulis. Kebiasaan guru Kimia yang satu itu adalah mencatat materi di papan tulis agar siswanya membaca sambil menulis. "Tangan gue pegel, bisa gak lo bantuin nulis di buku gue?" tanya Mahesa dengan senyuman ke arah Helen. "Tapi kan, gue juga lagi nulis, Sa," jawab Helen. "Lo bisa ntar aja nulisnya, lo bisa nyontek catatan punya gue, kan?" tanya Mahesa pada Helen dengan senyuman yang membuat Mahesa semakin klepek-klepek dibuatnya. Dengan sedikit terpaksa Helen mengabulkan permintaan Mahesa. Ia menggeser buku tulisnya sendiri dan malah menuliskan catatan di buku Mahesa. Mahesa senang sekali bisa mengerjai Helen. "Sudah semua ditulis?" tanya guru Kimia itu yang ditanggapi dengan suara kompak semua siswa dan siswi tersebut yang mengatakan bahwa mereka telah selesai menyalin. Helen gelisah saat sang guru Kimia menghapus semua materi yang adi di papan tulis dan beliau kembali menulis materi yang lain. Hampir seperempat jam lamanya para siswa dikelas tersebut sibuk menulis materi. Ketika guru Kimia itu menuliskan sepuluh soal di papan tulis, para siswa mendesah. "Ini soal materi kemarin lusa. Saya minta kalian kerjakan dan dikumpulkan paling lambat saat istirahat nanti," kata guru Kimia tersebut yang langsung membuat para siswanya mengeluh tapi tidak dengan Helen yang kaget bukan main saat ia mendengar perintah tersebut. "Sekalian mau dengar apa kalian benar-benar mencatat materi dari saya atau gak!" seru guru biologi mereka. "Pak, tolong tugasnya jangan dikumpulkan sekarang donk, pak," kata salah seorang siswi perempuan berwajah bulat dengan berat badan yang cukup tinggi. Usulan dari perempuan gendut itu akhirnya ditangapi dengan kesetujuan siswa lainnya. "Waktu kalian ngerjakan soal itu masih sekitar sejam lebih lima belas menit. Satu soal yang kalian kerjakan itu tak akan sampai sepuluh menit," papar guru Kimia tersebut. "Tapi, pak," "Nggak ada tapi-tapian. Selesai apa gak, harus tetap dikumpulkan! Gak mengumpulkan lihat sendiri akibat dan hukumannya nanti!" kata guru kimia itu tegas. Semua murid seketika menegang mendengar titah dari sang guru termasuk dengan Helen yang langsung berwajah pucat. "Makasih, ya, Len. Kamu baik sekali," kata Mahesa seraya menarik bukunya dari kungkungan tangan Helen. Helen menatap Mahesa yang tersenyum dibuat-buat tersebut. Semua siswa sibuk mengerjakan soal yang ada di papan tulis. "Mahesa, aku pinjam catatan kamu bentar, ya," kata Helen memohon pada Mahesa. Tapi Mahesa tak menanggapi sama sekali permintaan Helen tersebut dan mulai fokus mengerjakan soal-soal di bukunya. "Hes, tolong donk," kata Helen dengan sedikit memohon. "Berisik banget sih jadi cewek!" kata Mahesa ketus yang langsung membuat nyali Helen menciut. Bahkan mata Helen berkaca-kaca. "Kok lo tega sih sama gue, Hes? Kan gue udah nulis catatan buat lo," kata Helen. "Lah kenapa lo mau nulis buat gue? Emang lo pembokat gue?" tanya Mahesa dingin. Sifat aslinya keluar lagi. "Kan gue peduli sama lo, Hes," kata Helen. "Tapi gue gak peduli sama lo yang sukanya nyuruh-nyuruh orang pindah!" kata Mahesa kesal. Helen tersentak mendengarnya. Kini ia tahu bahwa Mahesa sengaja melakukan ini karena ia kesal kepadanya yang meminta tukar tempat duduk dengan Adinda. "Apa salahnya sih gue duduk di sini, Hes?" tanya Helen. "Salah! Lo kan dari dulu tahu gue di sini sendirian!" kata Mahesa. "Tapi kenapa lo gak marah sama Dinda? Bukankan sebelum ada Dinda lo sendirian? Gak ada bedanya kan gue sama Dinda duduk di sini?" tanya Helen sedih. Hatinya terasa sangat sakit. "Terserah gue donk! Yang jelas gue gak suka lo duduk di situ dan merintah-merintah ke Dinda seenak jidat lo! Lo juga kesel kan tadi pas gue mintain buat nulis catatan di papan tulis! Nah, sama!" kata Mahesa. Tangan Helen mengepal mendengar penjelasan dari Mahesa. Perdebatan yang dilakukan keduanya itu pelan hingga teman-teman mereka tak ada yang mendengarnya sama sekali. Terlebih mereka semua fokus mengerjakan tugas. Helen tak lagi mendebat Mahesa, ia pun mencatat sisa catatan di papan tulis ke bukunya dan mulai mengerjakan soal pula. Saat dia menatap ke arah Adinda yang duduk di depannya, ia sangat marah sampai tangannya mengepal. Bagi Helen, Mahesa tak adil dan itu semua karena Adinda. Awas aja lo, ya!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD