18 (B)-?Beautiful Eyes?

1065 Words
_***_ Tak ada gunanya aku mengeluh pada keadaan. Karena itu percuma tak akan mengubah keadaan menjadi seperti semula. Pantasnya aku menerima dengan lapang d**a dan berusaha untuk ikhlas menjalaninya. -Calista Bintang Pradana- _***_ Author's POV "Tidak ada apa-apa, Sayang. Tidurlah lagi," ucap wanita paruh baya itu sembari menghampiri sang anak dan mengelus rambut yang tertutup hijab. "Apa itu sebuah kemalangan?" Pertanyaan itu yang lantas terucap dari bibir gadis manis itu. "Emmm iya mungkin. Tapi semua kemalangan kan juga sudah takdir Allah. Bintang tau, ada loh orang yang menganggap kemalangan ini suatu kebahagiaan." Gadis bernama Bintang itu mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa bisa, Mi?" Wanita paruh baya itu tersenyum samar menatap wajah anak gadisnya. "Iya, mereka yang seperti itu menganggap bahwa kemalangan itu adalah jalan untuk menghapuskan dosanya," jelas sang ibu memberikan kesadaran kepada Bintang. "Emang bisa, Mi?" "Allah berfirman dalam surat Asy-Syura ayat 30 yang berbunyi : وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ Wa mā aṣābakum mim muṣībatin fa bimā kasabat aidīkum wa ya'fụ 'ang kaṡīr. Artinya: Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu). Ada pula hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Bahkan jika duri menusuk salah satu dari anda, itu akan menebus sebagian dari dosa anda,” (HR Al-Bukhari dan Muslim). Jadi gimana, Sayang, Masyaallah sekali bukan? Suatu kemalangan yang menimpa kita itu sejatinya merupakan cara Allah untuk memberikan kesempatan kita untuk menggugurkan dosa," tutur sang ibu dari gadis yang tergolek lemah itu. "Masyaallah, Umi, Bintang bukannya bersyukur malah selalu mengeluh. Kalau Bintang kesulitan kadang Bintang marah sama takdir," ucap Bintang dengan nada sedih. "Uch nggak papa, Sayang, itu manusiawi kok. Jadi sekarang tugasnya kamu bersyukur dan tegar menghadapi ujian kamu ini. Tapi harus ingat juga jangan hanya waktu ditimpa kesusahan aja dateng ke Allah-nya. Usahakan setiap urusan yang kita hadapi mau itu senang atau pun susah, selalu ingat Allah." Gadis itu mengangguk pertanda paham dengan ucapan sang Ibu. "Sekarang Bintang paham, Umi." Semenjak saat itulah semangat sang putri dalam menjalani hidup mulai muncul. Sang gadis pun sudah mulai berbicara dan bercanda bersama orang-orang yang berinteraksi dengannya. Sungguh itu adalah suatu kemajuan pesat yang sangat ditunggu oleh keluarganya. Allah menyadarkan seorang hamba bukanlah perkara sulit. Allah punya cara yang luar biasa yang tanpa bisa disangka-sangka. Sungguh Allah adalah sebaik-baiknya pembuat takdir. *** Wendya's POV Semilir angin memainkan kain penutup kepalaku yang sedari tadi tak henti-hentinya mengusikku. Aku yang tengah mengetik sesuatu di laptop segera berpindah ke arah sebaliknya. Saat telah menemukan posisi enak, aku pun kembali menjentikkan jari jariku di atas keyboard berisikan huruf huruf. Ting. Sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselku yang tergeletak di samping laptop. Aku tetap fokus mengerti karena tak ingin kehilangan konsentrasiku dalam berimajinasi. Iyap, kini aku sedang menulis sebuah cerita yang harus aku update di platform menulis. Namun sebuah ingatan terlintas di benakku. Dua hari lalu tepatnya. Aku membuat keputusan yang menurutku baik untuk menghibur Bintang. Aku menghentikan aktivitasku mengetik dan beralih kepada ponselku. Aku membuka kunci ponsel kemudian mencari sebuah aplikasi bergambar surat. Aku lantas membukanya dan tanpa aku sangka ada sebuah email yang masuk. "Hah?!" Aku hampir saja menghempaskan ponselku begitu sebuah nama email membuatku kaget bukan kepalang. "Bagaimana bisa? Ini beneran kan?" ucapku masih tak percaya dengan apa yang aku lihat. Dalam hatiku ada rasa haru dan bangga, namun di sisi lain ada rasa khawatir yang menjalari. Aku terduduk kembali di depan laptop dan memandang orang-orang yang tengah bersantai di bawah teduhnya pohon. "Jika aku memberitahukan ini, apakah Bintang tak akan tersinggung?" "Ah bodohnya diriku kenapa baru kepikiran sekarang sih," omelku pada diri sendiri sembari memukul pelan keningku tak habis pikir. Aku menjadi panik sekarang. Aku bimbang dan bingung ketika mendapatkan kabar yang menggembirakan ini. "Aku harus apa?" *** Sudah hampir satu jam aku terus berdiri di depan sebuah gerbang rumah seseorang. Aku ragu untuk masuk ke dalam. Dan yang paling membuatku takut adalah bagaimana jika kabar menggembirakan ini membuatnya semakin terluka. Aku terhenyak sebentar kemudian terlonjak kaget karena suara gerbang terbuka terdengar. Aku melihat ada sepasang sepatu di dalam sana yang membuka gerbang itu. "Apa aku temui saja ya?" Kini gerbang telah terbuka lebar dan muncullah seorang pria berusia beberapa tahun di atasku. Pria itu nampak terheran kemudian kembali masuk ke halaman rumah dengan gerbang yang masih terbuka. Kak Ken memang tak melihat siapa di depan gerbang tadi, karena aku langsung berlari bersembunyi dibalik pohon. Aku masih tak yakin dengan keputusanku sehingga belum tepat rasanya aku memberi tahukan ini. Aku menatap ke arah gerbang dan mendapati mobil Kak Ken berjalan keluar dari pekarangan rumah dan segera pergi menjauh usai Kak Ken menutup gerbang itu kembali. "Huh, alhamdulillah untung aja nggak ketahuan. Besok aja deh kalau momennya sudah pas." Lantas aku menatap rumah besar itu sejenak kemudian meninggalkan tempat aku bersembunyi tadi. *** Author's POV "Tolong kamu cari naskah yang memuat konten yang seperti ini. Dan ini ada beberapa naskah yang menarik dan sesuai, silahkan kamu teliti baik-baik dan pilih yang sesuai dengan konsep kita," ucap seorang pria dewasa memberikan beberapa lembar kertas berisi tugas kepada sesosok pria bertopi dengan pakaian kemeja. "Oke insyaallah beres," balas seseorang yang tadi diperintahkan. Setelah itu pria itu kembali kepada kegiatannya yang sempat tertunda akibat mengobrol tadi. Pria itu nampak membaca sekilas kertas itu kemudian menutupnya kembali. Namun sebelum ia benar-benar menutup dokumen itu, matanya memicing. Tangannya bergerak membalikkan ke lembar berikutnya. Dan sukses matanya membulat sempurna dengan apa yang ia lihat. Apa mungkin ada sesuatu yang salah dengan hal itu? Kita tidak tau, hanya dia saja yang mengetahui semuanya. Ia kembali menutup dokumen itu dengan cepat dan terburu-buru kemudian menyimpannya di laci kerja yang ia tempati. Tangannya sedikit bergetar dan matanya mulai berlarian ke sana ke mari. Seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya selepas membaca sebuah kalimat yang ada di kertas tadi. Ia kemudian menatap kembali kearah laptopnya, namun tetap saja ia tak fokus dengan apa yang ia lakukan. Karena ia terlihat semakin panik, ia segera mematikan laptopnya tersebut dan memasukkannya ke tas jinjing yang ia bawa. "Saya harus mensurvei sesuatu, saya izin pulang lebih awal," ucapnya terburu-buru kepada seseorang yang tadi berada di depan ruangan. Langkah cepatnya pun membawanya keluar dari gedung itu dan menuju kepada sebuah motor yang terparkir di samping gedung itu. Kemudian melajukannya menjauhi tempat keluarnya tadi. "Apa itu dia? Apa aku ini memang takdirku untuk membalaskan semua perbuatanku itu? Ya Rabb, apa yang selanjutnya pantas hamba lakukan." Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD