14-?Beautiful Eyes?

1278 Words
_***_ Hati tak bisa berbohong. Jangan tanya dirimu, tapi tanyakanlah kepada hatimu. Rasa yang tanpa sadar hadir, justru terasa sakit saat baru menyadari ketika hendak pergi. -Yekaa- _***_ Calista's POV "Assalamu'alaikum." Aku membuka pintu dengan lemah. Aku pun tak terlalu memperhatikan seseorang di sekitarku. Kalau biasanya aku akan menyapa siapa saja yang sudah ada di rumah, kini aku berbeda. Aku justru melangkah begitu saja. "Wa'alaikumussalam. Eh kesayangan Umi udah pulang," sapa Umi dari sofa tempatnya menonton televisi. Mungkin Umi akan merasa keheranan melihatku yang tak tampak seperti biasanya. Pastinya ia akan bertanya-tanya nantinya. Namun entah ada apa di kepalaku, rasanya tak mau berhenti memikirkan ucapan perpisahan yang Radif sampaikan. Mungkin aku iba, iya mungkin saja, anggap saja begitu. Ceklek. Kini aku telah sampai di kamarku dan langsung masuk begitu saja. Sekilas aku melihat tadi ada Kak Ken yang baru saja keluar dari kamarnya. Namun dia tak menyapa mungkin heran dengan diriku juga. Aku segera menutup kembali pintu kamarku dan melepaskan tasku. Namun langkahku terhenti di depan cermin besarku. Aku menatap wajahku di pantulan cermin itu. Wajahku nampak datar serta senyum ceria yang biasanya aku tunjukkan kini hilang ntah ke mana. "Ada apa denganku?" Lirihku. Pikiranku kembali kepada peristiwa pulang sekolah tadi. Entah mengapa niat Radif terasa menggerus hatiku. Sesaknya diriku membuatku seperti tak rela. "Apa aku terlalu dekat dengannya? Apa aku telah lalai, Ya Rabb?" seruku frustrasi. *** Selepas membersihkan diri, aku membuka ponselku yang sejak pulang sekolah tak aku sentuh. Di sana ternyata telah ada 3 pesan dari Wendya. Melihat nomor Wendya seketika membuatku memiliki niat lain. Aku memilih nomernya kemudian menekan simbol telepon untuk bisa berbicara dengannya. Tak lama setelah nada sambung berbunyi, suara dari seberang terdengar. "Halo, Assalamualaikum." "Wa'alaikumussalam. Wen, gue terima tawaran lo," ucapku tanpa basa-basi mengutarakan niatku. "Heh?" ucap Wendya yang tentu saja terkejut. Mungkin ia mengira aku menelpon untuk menceritakan kejadian yang ia saksikan tadi. "Detailnya dibicarain di WA yah. Maaf banget nggak bisa lama-lama. Assalamualaikum." Wendya terdiam sejenak kemudian menjawab salamku dan memutuskan sambungan telepon. *** Kakiku dengan perlahan menuruni tanggga secara perlahan. Menuju ke tempat Umi dan Kak Ken yang sedang bersantai menonton televisi. Saat kakiku menapaki anak tangga yang terakhir, mereka baru menyadari kehadiranku. "Eh, Dek, kenapa kok kucel banget?" tanya Kak Ken yang tetap tak menggugah gairahku untuk berbincang lama dengannya. "Ada masalah kah, Sayang?" tanya Umi yang sepertinya khawatir dengan kondisiku. Yah itu tentu saja membuat mereka khawatir. Aku yang terkenal sangat cerita tiba-tiba menjadi pemurung. Tentu sangat menimbulkan kecurigaan. Aku tak menjawab pertanyaan dari mereka. Justru aku langsung menuju ke tempat Umi bersantai dan bersandar di bahu Umiku. Tangan Umiku pun tak tinggal diam, ia membelai rambut lurusku memberikan ketenangan. "Umiiii," panggilku dengan lemas. Umi tak menjawab, pandangan yang tadinya terfokus kepada televisi, kini beralih menatapku menandakan seluruh perhatiannya sedang tertuju kepadaku. Aku menatap wajah Umi yang tenang. Senyuman tipis pun tak luput menghiasi wajah berseri itu. "Lista kenapa sih?" tanyaku asal kepada Umi. Raut Umi pun berubah bingung. Yang benar saja, sangat aneh lah apabila menanyakan kondisi diri sendiri ke orang lain. "Lah gimana, Sayang? Lagi ada masalah yah?" ujar Umi berusaha mengerti kondisiku. Aku masih memasang wajah lesuh. Kemudian mengalihkan pandanganku kepada televisi yang sebenarnya aku pun tak menyimaknya. Entahlah pikiranku sedang berkelana ke mana-mana. "Lo butuh refreshing kali, Dek." Kak Ken yang dari tadi hanya menyimak kini memberikanku saran. Mungkin dia juga terganggu dengan diriku yang tampak tak seperti biasanya. Suasana rumah juga kini sangat sepi. Dan biasanya akulah yang paling berpengaruh dalam meramaikan rumah. Entah dengan keributan dengan Kak Ken atau sebuah kecerobohan yang aku buat. "Emm kayaknya iya deh, Kak," balasku menyetujui pendapat Kak Ken. Sepertinya aku ini sedang kelelahan. Jadi pikiranku terasa kacau dan hampa. Sepertinya aku memang harus me-refresh kembali isi otakku. Dan satu tempat pun langsung terlintas dibenakku "Lista boleh ke perpustakaan kota enggak, Mi?" tanyaku kepada Umi. Iyap aku memutuskan untuk pergi ke tempat penuh buku itu saja. Bau khas buku yang menyerukan membuatku sangat tenang. Lagipun aku ingin membaca referensi buku untuk membuat cerita nantinya. "Boleh. Tapi dianterin kakakmu." Aku menoleh kepada Kak Ken yang ternyata sudah hilang entah ke mana. "Kak Ken ke mana?" gumamku bersamaan dengan Umi. Kami saling berpandangan dan memasang wajah datar. "Kak Ken!!!" *** Setelah menaiki bus kota, kini aku sedang menunggu ojek di pangkalan ojek dekat halte. Sebenarnya tak jauh jarak dari perpustakaan kota dengan halte yang kini aku tempati, namun aku sedang malas menjejakkan kakiku di aspal yang panas ini. Namun sepertinya semesta tak mengizinkanku untuk menjadi pemalas. Sudah sepuluh menit aku menunggu, tak ada tanda-tanda kedatangan para tukang ojek. "Hadeh jalan aja deh," putusku yang sudah lelah menunggu. Dalam keadaan yang terik, aku memaksakan diri berlari menyusuri trotoar. Tak apa lah itung-itung olahraga. Lagian nanti kalau sudah sampai perpustakaan pasti akan menjadi dingin. Sekitar 200 meter aku berlari, akhirnya sampailah di bangunan besar berwarna abu putih yang berdiri megah di sudut jalan. Aku mengatur napas dulu sebelum memutuskan memasuki bangunan menyenangkan itu. "Aduh capek banget. Efek nggak pernah olahraga nih," gerutuku dengan napas ngos-ngosan. Beberapa orang yang keluar dari perpustakaan menatapku aneh. Mungkin mereka menganggap aku adalah orang aneh. Tapi aku tak peduli, aku sedang sangatlah lelah. Setelah beberapa saat aku menyetabilkan napasku, aku pun berjalan memasuki bangunan itu. Hawa di dalam gedung ini sangatlah berbanding terbalik. Begitu memasukinya hawa dingin nan menyejukkan membuat tubuhku bergidik. Wajar saja aku baru saja berpindah dari tempat yang panas. Setelah memasuki area yang penuh dengan buku, aku segera berjalan menuju area n****+. Aku memang sudah terbiasa ke tempat ini, jadi tak heran jika aku mengenal hampir semua area perpustakaan. Namun entah mengapa kesenangan tak kunjung aku dapatkan, bahkan ketika buku incaranku telah ada di tangan, perasaan gundah masih aku rasakan. Aku terduduk di bangku baca. Bukan berniat untuk membaca buku itu. Bahkan buku itu hanya aku geletakkan saja di depanku tanpa ada niat untuk membukanya. "Huh Calista, lo tu kenapa sih!" Aku hanya mampu melontarkan perkataan itu sedari tadi. "Apa perkataan Radif sebegitu berdampaknya sama lo? Aihhh Lista lo udah nggak normal deh," gerutuku kepada diriku sendiri yang frustrasi karena tak bisa mengendalikan diriku sendiri. Sesaat aku berpikir sebentar. Ada sesuatu hal yang sepertinya tak bisa aku ungkapkan. Apa itu berhubungan dengan Radif? Kurasa iya. "Apa gue ada rasa sama Radif?" Pertanyaan itu tanpa sadar meluncurkan dari bibirku. Namun dengan segera aku membungkam mulutku. 'Ah no no no!' jeritku dalam hati. Aku buru-buru mengembalikan buku tadi dan berlari keluar gedung itu. Aku tak habis pikir dengan apa yang aku lakukan sekarang ini. Pikiranku kacau dan aku berani menjamin orang-orang pasti melihatku seperti orang putus asa dalam hidupnya. Ya Allah, tolong hamba. *** Author's POV Dari arah utara jalan trotoar, terlihat seorang gadis bergamis ungu berjalan perlahan dengan lunglai. Dilihat dari gelagatnya, sudah dipastikan ia sedang tidak fokus berjalan. Bahkan jalannya pun oleng. Dari arah yang sama pula, terdapat sebuah truk berkecepatan tinggi yang berjalan tak beraturan. Dan diarah sebaliknya terdapat mobil sedan melaju dengan kecepatan tinggi pula. Gadis yang di trotor itu tak menyadari akan terjadinya sebuah tragedi yang berada di sampingnya. "AWAS!!!" Teriakan yang berasal dari seberang membuat sang gadis spontan menoleh kearah jalanan yang bersamaan dengan insiden tragis yang menimpa kedua kendaraan berkecepatan tinggi itu. Tabrakan kencang tak bisa terelakkan. Gadis itu terperangah menyaksikan kejadian di depannya yang begitu cepat itu. Tak lama ia terperangah, gadis itu nampak kesakitan dan terjatuh ke trotoar. Lantas teriakan kesakitan memekik telinga siapa saja yang ada di sana. "Akhhhh .... " Tak berapa lama datanglah banyak orang yang menolong orang-orang yang masih ada di kendaraan yang bertabrakan tersebut. Sedangkan seorang pria yang meneriaki gadis yang kini telah terkulai lemas di trotoar, segera berlari mendekat kepada gadis malang itu. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD