16. Callista kembali ke dunia nyata.

1073 Words
Callista begitu bahagia hari ini karena Edward tidak masuk kantor, dia sengaja ingin menghabiskan waktunya dengan merawat Callista, mumpung jiwa istrinya belum berganti dengan orang lain. "Makan yang banyak, karena sekarang kau harus menghidupi nyawa lain di dalam dirimu." Edward meletakkan sepotong daging panggang di atas piring Callista. "Aku sudah kenyang, rasanya perutku sudah ingin meledak." keluh Callista, karena memang dia sudah makan banyak sekali siang ini dan Edward terus saja meminta nya untuk makan. Edward terkekeh dan akhirnya menuruti kemauan sang istri. Dia beralih meminta perawat untuk mengambilkan obat untuk Callista. "Minumlah." Callista meminum obat yang sudah disiapkan untuk nya. Baru beberapa detik dia meneguknya obat tersebut, tiba-tiba saja dia memuntahkannya. "Uhuk! Uhuk!" Callista terbatuk-batuk hingga wajahnya memerah. Edward kebingungan melihat sang istri kesakitan. "Apa yang terjadi?" Edward menatap tajam pelayan yang ada di dekatnya. "Obat apa yang kau berikan pada istriku, hah?!" Teriak Edward. Pelayan itu tak berani menjawab, dia merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Edward segera membawa Callista ke rumah sakit, dia takut terjadi apa-apa pada anak dan istrinya. Keanehan terjadi, pihak dokter sama sekali tak mengetahui sebab sakit yang dialami Callista. Tak ada yang aneh sama sekali, Callista baik-baik saja. Namun jika dilihat dari keadaan Callista, semua berbanding terbalik. Edward ingin menangis rasanya, melihat wajah Callista yang semakin pucat. Dalam hati ia hanya bisa berdoa semoga ada keajaiban yang bisa menolong sang istri. Callista terlelap setelah dokter menyuntikkan obat penenang untuknya. Dalam alam bawah sadar, Callista bermimpi bertemu dengan pak tua misterius yang sering kali ia jumpai. Pak tua itu mengatakan jika Edward harus mengijinkan Callista untuk menyentuh permata biru yang asli, guna menangkal aura jahat dari sakit yang Callista derita. Edward terjaga sampai larut malam. Tak peduli lingkaran hitam menghiasi kedua matanya. Ia tidak akan bisa tidur nyenyak jika sang istri belum membaik. Callista membuka kedua matanya, dia terkejut karena Edward ternyata masih setia duduk di sampingnya. "Sayang, kenapa kau belum tidur?" tanya Callista. "Bagaimana aku bisa tidur jika kau dalam keadaan seperti ini, hm?" "Bolehkah aku meminta sesuatu padamu?" tanya Callista. "Apa, hm? Katakan." "Ijinkan aku menyentuhnya permata biru yang asli." Edward sedikit bingung namun dia menuruti apa mau sang istri. Edward menghubungi orang kepercayaannya untuk membawakan permata biru miliknya ke rumah sakit. Selepas permata biru itu sampai, Edward langsung memberikan benda itu pada Callista. Callista menggenggam benda tersebut dan mendekapnya di d**a. Ia memejamkan kedua matanya, sontak kabut hitam perlahan keluar dari dalam tubuhnya. Edward sampai tertegun dengan bola mata melotot. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Apa yang baru saja keluar dari dalam tubuh Callista? Callista kembali membuka kedua matanya, dia terlihat lebih bugar dari keadaan sebelumnya. Edward bergetar tak bisa berkata-kata. Ia masih berasa dialam mimpi. "Terima kasih," Ucap Callista, kembali memberikan benda tersebut kepada sang suami. Edward masih diam, Callista mendudukkan tubuhnya dan mengguncang kedua bahu sang suami. "Kenapa kau diam saja, hah?" Edward mengerjapkan matanya beberapa kali, dan menatap wajah sang istri dengan tatapan bertanya-tanya. "Sebenernya kau ini siapa?" Callista tersenyum dan mendekatkan wajahnya di depan wajah Edward. "Sudah aku bilang, aku adalah malaikat penolong mu." Edward menelan ludahnya berat, apa itu artinya Callista bukan manusia biasa? Keesokan harinya Callista kembali pulang. Namun dia dikejutkan dengan pengakuan perawat yang bertugas merawat dirinya di rumah. Dia mengatakan jika beberapa hari yang lalu memergoki Elois. Callista berpikir sejenak, keadaan semakin tidak terkendali. Alur di dalam dunia ini semakin runyam, berbeda dengan alur yang dia baca dalam buku n****+. Atau ... ada plot twist yang Callista tidak pahami? Wanita itu memutar otaknya berpikir keras. Dan satu hal yang membuat Callista tersentak, pada halaman terkahir terdapat sampul besar bergambarkan sosok berjubah hitam. Di sampul itu tertuliskan, 'Tidak akan ada keabadian. Kutukan akan tetap berlanjut.' Apa mungkin dia yang akan membunuh Edward? Jantung Callista berdegup kencang. Ternyata permasalahan di dunia halusinasi begitu sulit, tak semudah yang ia bayangkan. "Baby, ada apa? Katakan padaku." Edward khawatir, melihat sang istri berkeringat seperti tengah ketakutan. "Tidak, ayo kita pulang." ajak Callista. Semenjak mengetahui hal itu, Callista tidak bisa tenang. Yang ia takutkan adalah, jika dirinya berada di dalam posisi Felicia, maka makhluk misterius itu akan mudah mengelabuhi dirinya. Apa yang harus Callista lakukan? Ia yakin jika sosok itu pasti mengincar keturunan Edward. Edzard semakin menggila, keinginan untuk membunuh keturunan Edward semakin besar. Hingga mempermudah langkah iblis yang menguasai jiwanya. Perlahan jiwa manusi Edzard menghilang. Dikuasai sosok iblis yang ada di dalam permata hitam tersebut. Beberapa hari selama Callista hadir di tubuh Felicia, kejadian aneh tak pernah terjadi. Namun kali ini berbeda, Felicia muncul di tubuhnya sendiri. Dan dengan bodohnya dia menemui Edzard. "Akhirnya kau datang, Sayang." Edzard mengelus pipi mulus wanita di hadapannya. "Apa kau tahu apa yang harus kau lakukan? Aku benci anak yang ada di dalam perutmu. Mengingatnya ada di sana membuatku semakin membenci kakakku sendiri." "Apa yang harus aku lakukan?" "Kau tahu apa yang aku inginkan. Jadi ... lakukan perintahku." Felicia mengangguk, dirinya sudah dikuasai tipu daya Edzard. Perlahan Felicia berjalan menuju ke arah danau, dengan tatapan datar. Blur!! Tubuh Felicia masuk kedalam danau, jiwa Callista memberontak ingin keluar namun tak bisa. Tubuhnya terasa terkunci. Dia tidak ingin mati bersama Felicia, masih ada Edward dan putranya yang harus Callista perjuangkan. 'Aku mencintai Edward.' batin Callista, dadanya terasa sesak hingga kegelapan mulai menyapa kesadarannya. . . Callista terbangun dari mimpi panjangnya. Dia membuka mata dan menatap ke sekeliling. Ruangan ini, sangat berbeda dengan dunia halu yang ia singgahi. Ini lebih nyata. Apa mungkin? .... "Mama!!! Papa!!" Teriak Callista. Sontak saat itu pula beberapa dokter datang. "Pasien bangun dari koma! Cepat hubungi keluarga nya!" Callista bergetar, dadanya terasa bergemuruh. Ada rasa bahagia dan takut yang menyerang jiwanya. Dia senang bisa kembali ke kehidupan nyatanya, namun di sisi lain dia takut kehilangan Edward. Apa semua itu hanya mimpi? Benarkah dirinya hanya berhalusinasi saja? "Edward." Bisik Callista. Air mata mengalir membasahi kedua pipinya. "Edward, dia ada di mana?" "Edward? Apa dia keluargamu?" Tanya salah satu dokter di sana. Callista diam, dia bingung harus menjawab apa. Edward hanya tokoh fiksi, yang ada nanti dia dikira sudah gila. Beberapa menit kemudian ayah dan ibu Callista datang. Mereka menangis sejadinya dan memeluk tubuh putri kesayangannya. "Mama merindukanmu, Nak. Syukurlah kau sudah sadar." Isak ibu Callista. Callista menatap lekat sosok kedua orang tuanya yang kini nampak kurus. Apa yang sebenarnya terjadi? "Kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Callista. Sang ibu menoleh ke arah ayahnya, lalu di balas anggukan oleh pria paruh baya tersebut. Sang ibu pun mulai menceritakan semuanya, kronologi yang dialami putrinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD