05. Membingungkan.

1670 Words
Edward menatap nyalang ke arah wanita yang baru saja menjadi istri tersebut. Dia benar-benar merasa bingung, apa wanita ini punya maksud tertentu padanya? Edward harus ekstra hati-hati berhadapan dengan Felicia. "Ada apa? Katanya kau ingin meminta hak mu. Lakukan! Aku siap!" Callista merentangkan kedua tangannya, siap menerima serangan dari pria di hadapannya. Lagipula dia juga sangat menyukai pria ini, ketahuilah ... Callista mulai nyaman dengan perannya di sini. Dia masuk dalam buku yang baru saja dibacanya. Edward mencari sudut bibirnya. Dia tidak akan menyia-nyiakannya kesempatan ini. Lagipula jika dia melakukan hal ini pada Felicia pasti Edzard akan marah. Dan Edward menyukai itu. "Jangan pernah menyesali apa yang sudah menjadi keputusanmu." Seringai Edward, mendorong sedikit kasar tubuh tubuh Callista hingga berbaring di atas kasurnya. Callista tersenyum, tak pernah terbayangkan olehnya jika dirinya akan bertemu sosok idola dalam bentuk nyata. Tak salah bukan jika dirinya menikmati dunia semu ini, dan juga dia tidak sekarang memakai tubuh wanita lain. Ah, rasanya Callista sangat beruntung. Callista memejamkan kedua matanya, namun ada yang aneh tiba-tiba saja kepalanya terasa berdenyut dan ia hilang kesadaran. Edward mulai membuka gaun pengantin yang dikenakan pengantin wanitanya. Callista membuka kedua matanya perlahan sontak ia terkejut dan mendorong tubuh pria di atasnya dengan kasar. "Apa yang Tuan lakukan padaku?" wanita itu bersikeras sangat aneh dan menutupi tubuhnya serta menundukkan wajah. Edward kembali kebingungan dengan tingkah aneh Callista. "Felicia, apa yang sedang kau mainkan, hm?" Edward memicingkan sudut matanya. "Tuan, saya belum siap. Beri saya waktu." Edward merepalkan kedua tangannya dia benar-benar merasa di permainkan oleh wanita di hadapannya ini. Baru saja dia melihat sosok wanita bar-bar namun dalam sekejap mata dia berubah menjadi wanita berwibawa. Ck, Edward sangat muak. "Katakan padaku, apa yang kau inginkan?" datar Edward, mendudukkan tubuhnya di sofa mewah tak jauh dari ranjang tempat Felicia. Edward merasa jika Felicia memiliki sisi yang berbeda. Oh, apa mungkin rumor mengenai putri kedua keluarga Hilary yang katanya gila itu benar adanya. Sial! Kenapa Edward harus menikah dengan wanita gila?. Felicia terdiam, dia sama sekali tidak sadar jika sampai tahap ini. Kenapa dia bisa menikah dengan Edward? Bagaimana bisa dan kapan? Pertanyaan mulai berputar di dalam otak Felicia. "Tuan, apa saya boleh pergi ke kamar saya sendiri?" "Pergilah, jika kau ingin menjadi bahan perbincangan orang di luar. Kau sudah menjadikan milikku, dan kau harus di sini menemani diriku karena aku sekarang adalah suami mu." Felicia memejamkan matanya erat. Dadanya terasa begitu sakit mendengar ucapan Edward, dia tidak menyukai pria ini. Felicia merasa jika dirinya telah mengkhianati prianya. Di mana kekasihnya? Kenapa dia tidak menyelamatkan Felicia dari pernikahan? Batin Felicia hancur. . . . Keesokan paginya, Felicia terbangun dan tersenyum lebar melihat ke arah pria yang ada di samping. Oh, tunggu! Kenapa dia tidak ingat kejadian semalam? Bukankah dia akan melakukan hal itu bersama Tuan muda tampan ini. Tapi-- kenapa dia bisa lupa? Yah, dia sosok Callista. "Tuan, kau mati apa tidur?" Callista menusuk pipi Edward yang masih memejamkan kedua matanya. Hah, dia terlihat sangat tampan walau sedang tertidur. Edward yang merasa terusik membuka matanya. Hal pertama yang dia lihat adalah senyuman cerah bak matahari sosok wanita di hadapannya. "Ah, aku kira kau sudah mati. Syukurlah .. eum, tapi di dalam cerita tidak ada adegan seperti ini." batin Callista di akhir kalimatnya. Dia benar-benar bingung dengan alur yang sekarang dia mainkan. Pasalnya sama sekali tidak mirip dengan adegan di dalam cerita. Di mana di cerita itu putri Felicia tidak menikah dengan Tuan Edward. Namun di sini dirinya yang menjalankan peran. "Kenapa kau diam? Apa aku sangat jelek? Ah, benar aku belum mandi. Baiklah, aku akan mandi terlebih dahulu." Callista beranjak dari tempat tidurnya lalu berhenti sembari membalik badan. "Tuan, apa semalam kita tidak jadi melakukannya?" Tanyanya frontal. Edward sama sekali tak berbicara dia hanya sibuk menelisik wajah Callista mencari kebohongan di raut wajah wanita tersebut. Namun Edward sama sekali tidak melihat hal aneh itu. Bagaimana bisa satu wanita berganti kepribadian secara cepat seperti ini? Terkadang Felicia akan menjadi wanita berwibawa dan terkadang dia akan menjadi wanita cerewet seperti saat ini. Entahlah, Edward juga bingung. "Tuan, apa kau ingin mandi bersamaku?" tawarnya. Edward membolakan matanya lebar. Bukankah semalam dia menolak sentuhannya lalu sekarang dia justru menawarkan diri. "Siapa dirimu?" tanya Edward dengan nada dinginnya. Callista menunjuk dirinya sendiri. "A-aku Call-ah, Felicia tentu saja." Hampir saja Callista salah berucap. "Ck, aku ada rapat keluarga. Cepatlah mandi." tukas Edward, dia memilih pergi ke kamar mandi mengabaikan sosok wanita aneh yang ada di dalam kamarnya. Callista mendengus kesal. "Hah, kenapa aku gagal mendapatkan hatinya?" keluhnya, namun Callista tidak akan tinggal diam. Dia berlari menyusul pria idolanya. Kapan lagi bisa bertemu sosok fiksi yang awalnya hanya ia lihat lewat kertas dan sekarang berbetuk nyata dia hadapannya. Callista membuka pintu kamar mandi dengan tidak sopan nya. Dia menggigit kuku-kukunya melihat betapa sexy nya sosok pria yang berstatus menjadi suaminya itu. Beruntungnya Callista memiliki suami yang sangat sempurna seperti Edward. Edward terkejut saat mendapati lengan putih sosok wanita melingkar indah di perutnya. Bahkan rasa hangat tubuh wanita itu begitu terasa di seluruh tubuh Edward. Pria itu diam dan menelan ludahnya berat. Dia pria normal yang akan tergoda dengan lawan jenisnya. "Apa yang kau lakukan? Bukannya kau sendiri yang menolak sentuhan ku?" Edward melepaskan tangan wanita yang tak lain adalah Callista. Callista mengerutkan keningnya. "Aku menolak mu?" tanyanya sembari mendongak menatap Edward dadi celah ketiak pria tersebut. Edward merepalkan kedua tangannya, dia sudah tak tahan lagi dengan permainan yang dilakukan wanita ini. "Hentikan omong kosong mu! Kau datang padaku dan menikah dengan ku hanya ingin merebut permata yang ku miliki bukan? Kau ingin memberikan benda itu pada Edzard bukan? Katakan!" Bentak Edward dengan nada tingginya Callista benar-benar tak mengerti apa yang dikatakan pria ini, dia tidak mengerti mengenai permata yang dibicarakannya. Sungguh, apa yang dikatakan Edward semuanya tidak benar. "Emmp .." Tanpa disuruh, Callista mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Edward. Membuat pria itu membelalak lebar tak percaya dengan apa yang dilakukan Callista. Callista terus saja menuntut dan memeluk tubuh Edward, mau tak mau Edward yang tidak bisa menahan gejolak di tubuhnya membalas kecupan bibir Callista. Dia menarik leher belakang wanita di hadapannya dan meremas pinggang ramping nan halus wanita tersebut. Ciuman mereka berlangsung sedikit lama hingga sang pria mengakhiri kegiatan itu. Menatap sayu wajah sang wanita yang mana membuat Callista terpesona berkali-kali lipat pada sosok fiksi yang sayangnya berubah nyata. Dia berasa terdampar di dunia mimpi. "Apa kau yakin kali ini?" tanya Edward, mengusap lembut wajah memerah Callista. "Em." Callista hanya bisa mengangguk pasrah, mengalungkan kedua lengannya di belakang leher sang suami. Edward tersenyum sangat tampan di mata Callista. Tanpa menunggu lama pria itu menggendong tubuh Callista ala bridal style, dan membawanya keluar dari dalam kamar mandi menuju ke kamar mereka berdua. Merebahkan tubuh sang gadis dengan hati-hati. Callista berusaha menahan kesadarannya, dia tidak ingin sosok lain dari dirinya menggantikan posisinya kali ini. Edward menatap penuh puja tubuh putih Callista, pantas saja saudaranya begitu memuja wanita ini. Malam itu pun menjadi malam di mana persatuan antara suami istri terjadi. Tanpa mereka sadari ada sosok lain yang sengaja mengintip kegiatan mereka di balik jendela. "Sialan." Pria itu merepalkan kedua tangannya erat, air matanya mengalir saat mendapati sosok yang dia cintai menyerahkan tubuhnya pada pria lain, pria yang menyandang sebagai kakak kandung nya. Yah, dia adalah Edzard. Ck, dasar pria igois, bahkan dirinya sendiri sudah menikah dengan kakak tiri Felicia. Tengah malam Callista terbangun, dia merasa tubuhnya terasa sangat remuk. "Apa yang terja--" Tubuh wanita itu menegang. Ternyata jiwanya sudah berganti dengan jiwa Felicia. Pantas saja dia terkejut. Felicia membuka selimut yang menutupi tubuhnya, sontak dia menangis saat sadar apa yang baru saja terjadi. Tanpa dijelaskan pun dia sudah tahu, terlebih sosok yang melakukan hal itu masih ada di sampingnya. "Hik ... kenapa bisa terjadi?" isaknya. "Kau yang meminta, jangan salahkan aku." Tanpa Felicia sadar ternyata Edward mendengar apa yang dia ucapkan, walau kedua mata pria itu tengah terpejam. Felicia menggeleng pelan, dia perlahan bangun dari tidurnya dan kembali ke kamar pribadinya. Edward menatap sakit wanita yang kini perlahan meninggalkan ruangan yang dia tempati. "Kau sangat membingungkan." batin Edward, dia berusaha membangun benteng hatinya agar tidak jetuh dalam pesona wanita tersebut. Karena dia yakin jika Felicia merupakan mata-mata adiknya. "Dasar bodoh." Edward menyunggingkan sudut bibirnya. Dia tahu jika Edzard hanya memperalat Felicia, tapi wanita itu tetap saja menurut. Felicia membuka pintu kamarnya dan langsung disambut pelayanan pribadinya. "Nona, apa yang terjadi?" tanya Lily, dengan raut wajah paniknya. "Kenapa kau membiarkan aku pergi dengan pria itu, hah?! Kenapa? Aku sudah menghianati kekasihku." isaknya, menumpukan wajahnya di bahu Lily. Lily hanya bisa diam dia tidak punya wewenang pada apa yang dilakukan nona mudanya. "Nona istirahat lah, aku akan memanggil dokter." ucapnya. Felicia hanya mengangguk dan menuruti kemauan sang pelayan, hatinya hancur. Apa yang harus dia katakan pada kekasihnya nanti? Lily menggaruk kepalanya yang tidak gatal sembari berjalan menelusuri istana megah di sana sampai-sampai tak menyadari jika ada tuan muda ke-2 berdiri di depannya. "Apa Felicia sudah kembali?" tanyanya dingin. Lily tersentak kaget dan segera menunduk hormat. "Su-sudah, Tuan." Tanpa menjawab ucapan Lily, pria itu berjalan angkuh menuju ke arah kamar Felicia. "Hentikan langkahmu, untuk apa kau datang ke kamar istriku? Bukannya itu tidak sopan, adik?" Edward, menyunggingkan senyum evil nya menghalangi langkah Edzard. Edzard, mengatupkan bibirnya rapat. Tidak bisa berkata-kata. "Adik, jika ada orang yang tahu mengenai dirimu datang ke kamar kakak ipar mu, apa yang akan terjadi, hm? Istrimu, mertua mu dan bahkan orang tua kita akan tahu. Apa kau tetap melanjutkan keinginanmu?" bisik Edward. Tanpa menghiraukan ucapan sang kakak Edzard pergi begitu saja dari hadapan Edward. Membuat pria itu tersenyum penuh kemenangan, melirik tajam ke arah kamar Felicia. "Apa dia dia sudah makan?" tanya Edward pada Lily. "Nona tidak mau makan, Tuan." Sahut wanita tersebut. Edward merubah wajahnya menjadi dingin. "Paksa dia, jangan sampai dia sakit. Aku tidak ingin mendengar rumor jika diriku memperlakukan buruk istriku sendiri." tukas Edward. "Baik, Tuan." Lily, membungkuk hormat. Kemudian menatap punggung sang tuan yang pergi meninggalkan dirinya. "Dia sejujurnya baik, tapi ... ah, aku tidak tahu apa keinginan nona Felicia. Kenapa dia sangat mencintai adik tuan Edward."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD