19. Pria konyol

1144 Words
"Apa kau tidak lihat jika aku sedang sibuk? Pergilah, jika aku butuh aku akan menghubungimu." Kesal Edward. Gadis itu mendorong tubuh Edward hingga kursi yang diduduki pria itu mundur. "Kau menganggap ku apa, hah?!" Kesal gadis itu yang merasa hanya dipermainkan pria di dekatnya ini. Edward meraup wajahnya kasar. "Elois, aku sudah menganggap mu sebagai adikku. Lalu apa yang salah? Jangan berlebihan dengan perasaanmu padaku." Gadis yang bernama Elois itu menangis lalu keluar dari ruangan Edward tanpa sepatah katapun. Dia terlampau sakit hati dengan sikap Edward yang selalu saja mempermainkan wanita seenak hatinya. Callista hanya menggeleng melihat gadis yang keluar dari ruangan Edward. Awalnya dia sempat syok melihat gadis yang sangat familiar baginya, datang dengan sombongnya masuk ke dalam ruang kerja Edward. Pasalnya wanita itu menjadi kakak tirinya ketika berada di dunia halu dan sekarang di sini gadis itu menjadi mainan Edward. Ck, sangat lucu. Callista jadi penasaran dengan orang-orang yang ia temui di dunia halu dan sekarang berada di dunia nyata. "Dasar, entah aku terjebak di dunia nyata atau dunia halu sebenarnya." Callista memijit pelipisnya. "Callista." Panggil Edward. Tanpa menyahut Callista datang ke ruangan sang atasan. Dia masuk dan memberikan berkas yang harus pria itu tanda tangani. Edward menatap Callista dengan pandangan yang sangat sulit diartikan. Semalam dia seperti mengingat tengah tidur bersama dengan gadis ini tapi ia enggan untuk menanyakannya. "Em, boleh aku tanya sesuatu padamu?" Tanya Edward pada akhirnya. "Hm." Sahut Callista. Dia duduk dan menunggu pertanyaan dari sang atasan. "Apa terjadi sesuatu diantara kita semalam?" Callista mendongak kaget. Apa Edward mengingat semuanya? Jika iya maka--apa pria itu akan bersedia bertanggung jawab? Callista hendak membuka mulutnya, menjawab pertanyaan Edward. Namun-- "Ah, lupakan. Jika terjadi sesuatu diantara kita, aku harap kau melupakannya dan aku akan membayarmu untuk itu." Callista menelan ludahnya berat, perkataan Edward benar-benar merendahkan harga dirinya hingga titik terendah. Dia tak menyangka jika Edward begitu b******n. Pria paling sialan yang pernah ia temui. "Tidak perlu, aku akan melupakannya. Tenang saja." ucap Callista dengan suara paraunya, begitu berat dia berkata demikian. Namun ia bisa apa selain menyanggupi ucapan pria sialan ini. Edward mengangguk dan meminta Callista pergi. Callista menutup pintu ruangan Edward dan berlari ke arah kamar mandi. Dia menangis di sana, membekap mulutnya erat. Berharap tidak ada yang mendengar suara isakannya di sana. "Hik, sakit .. kenapa sesakit ini? Mama, papa ... maafkan aku, maafkan aku yang tak bisa menjaga diri." Sesal Callista. Callista berusaha menenangkan diri dan setelahnya keluar dari salah satu bilik kamar mandi tersebut. Namun di saat dirinya hendak kembali tanpa sengaja dia menabrak tubuh seseorang. "Maafkan aku. Ah, bukankah ini toilet wanita?!" kaget Callista. Pria itu menunjuk ke arah gambar di sebelahnya yang menunjukkan gambar sosok lelaki yang artinya ini adalah toilet pria. Callista membekap mulutnya, astaga! Kenapa dia bisa salah masuk toilet? "Maafkan aku, aku sedang banyak pikiran." ucap Callista. "Tunggu! Apa kau bekerja di sini? Aku tidak pernah melihatmu." ujar pria itu. Callista tersenyum canggung, dia hanya bisa mengangguk. Pasalnya sedari tadi dia sedikit geli melihat pria di hadapannya ini. Bukan apa-apa hanya saja Callista mengingat sesuatu. Eum, pria ini mirip dengan Edzard. "Siapa nama mu?" lanjut pria itu. "Callista." Singkat Callista lalu pergi namun pria itu kembali menahan lengan Callista. "Aku Edzard." Callista nyengir dengan tampang bodohnya. "Aku tidak tanya." dengan cepat dia melepaskan cekalan tangan Edzard dan pergi berlalu. Edzard tersenyum malu, bisa-bisanya gadis itu membuatnya seperti orang bodoh. Ck, sangat menarik, batin Edzard. Dia akan mencari tahu siapa gadis itu dan mungkin bisa berkenalan nantinya. Edward baru saja mendapatkan telpon dari keponakannya yang tak lain adalah Edzard. Pria itu mengatakan jika akan berkunjung ke kantor nya namun sampai saat ini dia belum juga datang. "Brother! Apa kau menungguku!" Sosok pria yang Edward pikirkan muncul menyembulkan kepalanya di mulut pintu. "Ck, kemarilah. Aku baru saja ingin menghubungimu." Edward menyambut kedatangan putra dari saudara kandung ayahnya itu. "Apa kau sangat merindukan ku?" Kekeh Edzard percaya diri. Dia berjalan ke arah Edward dan memberikan pelukan pada pria tampan tersebut. "Sifat mu sama sekali tidak pernah berubah. Ah, bagaimana kabar paman dan bibi?" "Baik-baik saja, mereka semakin menyebalkan. Kau tahu? Mereka selalu memaksaku untuk segera menikah." Adu Edzard yang mana mendapat sambutan gelak tawa dari Edward. "Benarkah? Kenapa kau tidak menikah saja? Apa kau tidak laku?" goda Edward. "Sialan kau! Mana mungkin pria setampan diriku tidak laku. Aku hanya sedang memilih, emm ... aku tadi bertemu dengan seorang gadis di kantor ini." Tiba-tiba saja Edzard terlihat serius, dia menarik lengan Edward dan mengajaknya duduk untuk bercerita mengenai gadis yang ia temui. Edward terlihat ikut antusias, penasaran siapa gadis yang saudaranya ini maksud. "Dia bernama Callista. Apa kau tau dimana ruangan gadis itu. Hah, rasanya aku sudah jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia mampu membuat jantungku berdebar kencang." Edzard bersikap dramatis sembari memegang d**a kirinya. "Ehem!" Edward berdehem, dia mencoba pura-pura tak mendengar cerita Edzard. Bagaimana bisa keponakannya ini bertemu dengan Callista dan langsung tertarik pada gadis itu? "Cepat katakan dimana ruangan kerjanya, aku ingin berkenalan dengannya." Edzard mengguncang lengan Edward. "Dia sekretaris ku, seperti nya saat ini sedang sangat sibuk." "Benarkah? Kalau begitu aku akan menunggu sampai siang. Nanti kenalkan aku padanya, ok." "Tidak mau, kenalan sendiri saja." Edward mendorong kecil tubuh Edzard lalu kembali ke tempat duduknya. "Ada apa denganmu?! Kenapa kau seperti membenci Callista. Dia kan sangat menggemaskan." Edzard tersenyum geli membayangkan betapa cantiknya Callista. Kenapa dia terlihat sangat prik? Edward bergidik ngeri melihat tingkah konyol Edzard. Edzard benar-benar menunggu Callista hingga menjelang siang. "Katakan dimana ruang kerja gadis cantik itu." Edward merolling bola matanya jengah. Ia pikir pria prik ini sudah lupa akan tujuannya, ternyata ... Hah, terpaksa Edward memberitahu dimana tempat kerja Callista. Dengan semangat Edzard berlari menuju ke ruangan Callista. Callista yang baru saja selesai dengan pekerjaannya, terlihat tengah merenggangkan kedua lengannya. "Ah, kelahnya ..." "Gadis cantik!" "Wohh!!!" Callista hampir saja terjungkal karena kaget dengan sosok pria yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya tanpa permisi. Dan jangan lupakan senyuman cerah bak sinar matahari yang menyinari suasana siang ini menghiasi bibir pria itu. Callista tercengang, sembari memegang dadanya yang sempat berhenti berdetak. Kenapa pria ini sangat aneh? Padahal Edzard di alam mimpi sangat dingin dan kasar. Namun di sini, dia justru menjadi pria kelewat happy. "A-ada apa? Apa ada yang bisa aku bantu?" Gagab Callista. "Makan siang bersama ku, ya." "A-aku sudah kenyang, iya aku sudah kenyang." Tolak Callista, berharap pria aneh ini pergi. Edzard mengerucutkan bibirnya, membuat Callista benar-benar ingin memukul bibir pria tersebut. Geli bercampur jijik gadis itu melihat tingkah aneh Edzard. "Aku akan sangat sedih," keluh Edzard. "Bodo amat!" Reflek Callista saking jengkelnya. "Waahh ... Kau semakin menggemaskan." Edzard mengatupkan kedua tangannya, terlihat sekali jika pria itu sangat kagum akan sikap Callista. Padahal Callista bersikap kasar namun di mata pria itu justru terlihat menggemaskan. Callista merinding dibuatnya, sebenarnya pria ini berasal dari planet belahan mana. "Cantik, ayolah ... aku ingin makan siang bersamamu. Nanti aku yang bayar semuanya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD