20. Keegoisan.

1011 Words
Callista mendengus kesal, kenapa pria di depannya ini sangat menyebalkan? Batinnya. Dengan berat hati akhirnya gadis itu menuruti kemauan Edzard. "Yeess!" Edzard menggenggam kedua tangannya lalu menarik ke bawah, sembari menggoyangkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri. Callista bergidik ngeri berjalan mendahului Edzard. Edzard segera berlari menyusul Callista. "Dengan, Bos juga?" tanya Callista menoleh ke arah Edzard. Edzard terbengong lalu mengangguk canggung. Dia tidak tahu ada apa dengan mereka, namun dilihat dari gelagatnya sepertinya mereka tidak terlalu bersahabat. Callista mengangguk, semakin tak bersemangat untuk pergi. Berakhir mereka bertiga berangkat menggunakan satu mobil. Edzard yang mengemudi sedang Callista dan Edward duduk di kursi belakang. "Kita makan di mana?" Tanya Edzard, sembari melihat ke arah spion kecil di hadapannya, melirik dia orang di belakang sana. "Terserah/terserah!" Lagi-lagi mereka berucap bersamaan. Edward dan Callista tak kalah terkejut, mereka saling menatap dan kemudian kembali membuang muka ke arah luar jendela. Edzard terkekeh dan menggaruk kepalanya. "Bagaimana kalau kita cari menu seafood saja?" tawar Edzard. "Terserah/terserah!" Mereka kembali berucap bersamaan, hal itu membuat Edzard kesal. "Ada apa dengan kalian berdua, hah?! Kalian seperti jodoh yang terpisah saja!" Kesalnya. Callista merinding mendengar ucapan Edzard, sampai kapanpun dia tidak akan mau bersanding dengan manusia seperti sosok pria di sampingnya ini. Tak lama akhirnya mereka sampai di sebuah restoran mewah khusus menyediakan makanan laut. Mereka bertiga pun masuk dan mencari tempat duduk. "Kalian pesan apa?" Tanya Edzard, membaca buku menu seraya menatap dua manusia yang irit bicara di depannya. "Terserah/terserah!" Edzard meraup wajahnya frustasi. "Astaga! Kalian ini sebenarnya makhluk darimana?! Kenapa hanya bisa bicara terserah! Terserah dan terserah! Apa tidak ada kata lain, hah?!" geram Edzard. Edward merebut buku menu yang dipegang Edzard. "Aku pesan ini, ini, ini, dan ini." Putus pria itu. Callista menatap menu yang dipilih Edward. "Bukankah kau alergi udang?" Edward dan Edzard saling bertatapan. Kenapa wanita ini sangat aneh? Seolah mengetahui semua tentang kehidupan Edward. "Ck, dasar sok tau!" Edward terkekeh, karena memang dirinya tidak alergi makanan laut. Callista menunduk, bisa-bisanya dia menganggap Edward sama seperti Edward di alam mimpinya. Ck, Callista sangat malu. Mereka bertiga pun melanjutkan acara makan siang bersama, namun di pertengahan tiba-tiba saja Edward tersedak dan terlihat kesulitan bernapas. Callista panik begitu juga dengan Edzard. "A-apa yang terjadi?! Cepat bawa ke rumah sakit!" Teriak Callista. Semua orang di sana berkerumun menolong Edward, membawanya masuk ke dalam mobil lalu dengan segera Edzard melakukan mobilnya tersebut menuju ke rumah sakit terdekat. Callista hanya bisa menangis, menopang kepala Edward di atas pangkuannya. "Cepat sedikit, Edzard!" "Sabarlah, ini sudah cepat." panik Edzard. Beberapa menit kemudian mereka akhirnya sampai. Edward segera mendapatkan penanganan. Callista menggigit kuku-kukunya sembari menunggu Edward di luar ruang tunggu. "Callista, duduklah." pinta Edzard. Callista pun duduk di samping Edzard, dia menoleh ke arah pria tersebut. "Apa Edward memiliki riwayat sakit keras?" tanya Callista penasaran. "Sepertinya tidak, baru kali ini Edward mengalami hal aneh seperti saat ini." Sahut Edzard sedikit berpikir mengenai keponakannya tersebut. Pasalnya selama ini dia sama sekali tidak pernah melihat kejadian aneh yang terjadi pada Edward. Cklek! Pintu ruang rawat terbuka, Edzard segera mendekati sosok dokter yang baru saja keluar dari ruangan tersebut. "Dokter, apa yang terjadi pada Edward?" Dokter itu tersenyum dan menepuk pundak Edzard. "Tenang, Tuan. Pasien baik-baik saja, dia hanya mengalami semacam alergi makanan saja." Ujarnya. Edward menghela napas lega, berbeda dengan Callista yang terdiam mendengar pernyataan dokter di sana. Apa ini sebuah kebetulan? Atau memang Edward yang ia kenal adalah Edward yang pernah menjadi suaminya di alam mimpi? Batin Callista bertanya. "Calista, aku ingin masuk ke dalam. Apa kau mau ikut? Atau kembali pulang? Aku akan mengantarmu." tanya Edzard. Callista tersenyum. "Aku ingin melihat keadaan bos sebentar, setelahnya aku akan kembali ke kantor." ucap Callista dan mendapatkan anggukan dari sang pria. Mereka berdua pun masuk kedalam ruang rawat Edward. Di sana Edward tengah terduduk sembari memijit kepalanya yang terasa pusing. "Kau baik-baik saja?" Tanya Edzard sembari mendekat ke arah sang saudara. "Apa matamu tidak bisa melihat! Aku hampir saja mati!" emosi Edward. "Harusnya kau menolak tawaranku untuk makan di restoran seafood." Edward menoleh ke arah Edzard. "Aku merasa ada yang aneh dengan diriku. Sejak kapan aku alergi makanan laut?" Edzard menghedikan kedua bahunya, kenapa Edward bertanya padanya? Bagaimana dia tahu tentang hal itu? Edward menatap sosok gadis yang ada di sebelahnya. Callista yang merasa di tatap pun mengernyit heran. "Semua gara-gara dia!" Tunjuk Edward. Callista membuka mulutnya kecil. "Aku? Kenapa harus aku? Aku tidak melakukan apapun!" kesal nya. "Kau yang pertama kali bilang jika aku alergi makanan laut. Kau mengutukku! Dasar gadis pembawa sial!" Entah mendapat pemikiran darimana Edward hingga berucap demikian. Callista tertawa hambar mendengar ucapan yang keluar dari bibir Edward. Apa pria ini gila? Dia pikir Callista seorang cenayang atau nenek sihir begitu? Hingga ucapan gadis itu bisa menjadi kenyataan? Lucu sekali. "Sepertinya alergi makanan membuat otakmu sedikit sinting, Tuan!" sakit hati Callista, memilih pergi meninggalkan ruangan tersebut. Seharusnya dia tidak ada di sana, membuang waktu saja. Sia-sia Callista merasakan kekhawatiran sedari tadi. Harusnya dia membiarkan pria ini sekarat. Edzard menatap datar ke arah Edward. "Kenapa kau tega berkata seperti itu pada Callista?" "Kenapa? Apa aku salah? Memang benar dia pembawa sial. Gara-gara dia berucap jika aku alergi makanan laut, semua itu menjadi kenyataan." Edzard menggelengkan kepalanya. "Kau sudah menyakiti hatinya. Aku tidak percaya jika kau bisa berucap seperti itu pada seorang gadis." Edzard memilih pergi menyusul Callista. Kasian gadis itu pulang sendirian. "Callista! Tunggu!" teriak Edzard. Callista menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. "Ada apa?" "Aku akan mengantarmu pulang." "Tidak usah, aku akan mencari taxi saja." "Memangnya kau membawa uang?" Callista mengerjapkan matanya beberapa kali, benar juga. Mereka ke sini dalam keadaan panik dan tak membawa uang sepeserpun. "Baiklah, tapi .. bagaiamana dengan Edward?" "Dia sudah tidak apa-apa. Sendirian di rumah sakit tidak akan membuatnya kesepian, sebentuk lagi pasti dia akan menghubungi para gadisnya untuk datang menjenguk." Entah mengapa mendengar ucapan Edzard membuat hati kecil Callista merasakan kekecewaan. "Callista, ada apa?" Edzard menggoyangkan telapak tangannya di depan wajah Callista. Yang tiba-tiba saja menunduk dan terlihat sedih. "Aku baik-baik saja, ayo antarkan aku pulang." Callista berusaha tersenyum, meski semua itu hanya senyum penuh kepalsuan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD