Perasaan tak yakin akan keputusan nya semakin ia rasakan. Namun ia sudah terlanjur masuk ke dalam sana, lebih baik ia jatuh sekalian ketimbang harus setengah-setengah. Padahal jika ia berubah pikiran, sebenarnya masih bisa untuk membatalkan semua ini dan memilih untuk pergi dari sini. Semua masih belum terlambat.
Hanya karena tergiur dengan gaji yang banyak ia kini harus rela mengumbar tubuh nya dengan mengenakan pakaian yang sebelumnya saja tak pernah ia pakai. Sangat terbuka dan juga ketat.
Tak menyerah begitu saja, ia masih terus berusaha menurunkan rok nya itu tapi sama sekali tak berhasil juga.
Atasan Vi melihat Ailane dengan tatapan yang mengintimidasi. Tatapan nya tajam dan juga teliti. Memperhatikan satu persatu celah tubuh yang dimiliki Ailane. Ailane sedikit risih karena berani-beraninya pria itu menatap nya seperti ini.
"Perfect," celetuk pria itu. Kini ia seperti membisikkan sesuatu tepat ditelinga Vi, namun ailane sama sekali tidak bisa mendengar perbincangan diantara mereka. Vi hanya mengangguk sebagai tanda mengerti akan apa yang diucapkan bos nya itu.
Vi meninggalkan Ailane dan pria itu berdua di dalam ruangan ini. Ailane gelisah kenapa Vi dengan tega meninggalkan nya sendiri diruangan ini.
Pria itu masih belum menyebutkan siapa dirinya dan juga siapa namanya. Yang jelas, kini pria itu kembali ke tempat duduknya yang langsung menghadap ke arah Ailane.
"Saya Alfredo, pemilik club' ini." Ucap pria itu yang mulai menyebutkan siapa dirinya.
Sepertinya Ailane salah sangka lantaran sedari tadi ia mengira Alfredo adalah sebuah perantara yang akan membawa nya masuk ke dalam dunia malam ini. Ternyata bukan, Alfredo lah yang memiliki club' ini sehingga ia jelas memiliki akses penuh di seluruh ruangan club'.
"Pekerjaan apa yang kau inginkan?" Tanya Alfredo.
Ailane seperti membisu, ia tak tahu pekerjaan-pekerjaan apa yanh ada di dalam club' ini. Dari sumber-sumber artikel yang sebelum nya pernah ia baca, pekerjaan dalam sebuah club' malam tak jauh dari pengantar minum, atau melayani nafsu para pria berhidung belang.
Ia tak semurahan itu jika harus bekerjasama untuk laki-laki berhidung belang. Bagaimana lagi, ia sekarang sudah menjadi bagian dari mereka. Meskipun ia tak langsung bekerja untuk pria berhidung belang, sama saja Ailane sudah sama seperti mereka.
Mungkin setelah ini ia harus memutar otaknya mencari seribu alasan jika ia setiap harinya akan bekerja malam hari hingga dini hari. Ia juga harus membawa ganti tak mungkin ia pulang ke rumah dengan menggunakan dress mini semacam ini.
"Yang jelas saya tak ingin mengumbar tubuh saya nantinya." Tegas Ailane.
Gelak tawa kencang memenuhi penjuru ruangan. Suara tawa Alfredo renyah sekali terdengar di pendengaran.
"Tidak usah sok suci lah kau Ailane. Kau kesini dengan pakaian seperti itu tidak kau sebut mengumbar?"
Jleb!
Ia termakan ucapan nya sendiri, dan kini ia harus menahan malu karena ucapan nya.
"Kau kesini jelas butuh uang. Dan kau juga pasti tau kita berkerja untuk memeras uang pria pria tua dengan mengunakan tubuh mu." Jelas Alfredo.
Ada benarnya, menggunakan pakaian seperti saja ia sudah menerima banyak tatapan nafsu dari pengunjung club ini.
"Saya tak akan memaksa kau yakin atau tidak untuk bekerja sendiri. Karena kau yang butuh uang bukan saya." Sinis Alfredo angkuh.
Ailane terdiam. Harus mengambil langkah seperti apa aku? Batin Ailane menjerit.
Ia memang butuh uang, tapi apa masih pantas ia harus mengumbar tubuh nya agar mendapatkan banyak uang.
Iya! Pikiran Ailane seperti sudah tak bisa berpikir jernih lagi. Hanya uang, uang, dan uang yang ada dipikiran nya tak peduli dengan cara apapun untuk mendapat kan nya asal Ailane dapat uang dan hidup jauh lebih enak ketimbang sekarang.
"S-saya mau bekerja disini." Ucap nya ragu tapi ia masih berusaha untuk terus meyakinkan dirinya sendiri bahwa keputusan yang ia ambil kini tidak salah.
"Kau polos sekali. Aku tak akan menempatkan mu menjadi p*****r dalam club ini. Tugas mu hanya berkeliling mencari pelanggan dalam club' agar mau membeli minuman disini."
"Dan lagi, setiap kau berhasil menjual satu botol kau akan mendapatkan tip sebesar lima puluh ribu. Kali kan saja jika kau sehari mampu menjual sepuluh botol, kau akan mendapatkan uang lima ratus ribu. Ditambah lagi jika ada pelanggan yang memberikan mu uang tambahan terima lah dan simpan untuk dirimu sendiri." Jelas Alfredo melanjutkan ucapan nya sebelum nya yang sempat terputus.
Ailane membayangkan betapa banyak nya uang yang akan ia dapat setiap hari jika ia berhasil menarik banyak pelanggan. Berbeda dengan saat ia bekerja di tempat penitipan anak, sehari ia hanya mengantongi sekitar seratus ribu rupiah saja. Setara dengan saat ia berhasil menjual dua botol minuman nantinya.
Ada apa dengan ku? Kenapa aku menjadi seperti ini?
Batinnya menjerit, tak paham dengan dirinya sendiri yang kini berbuat nekat seperti itu hanya karena desakan ekonomi.
"Kau paham?" Tanya Alfredo.
Ailane hanya mengangguk.
"Kau bisa mulai bekerja sekarang atau besok terserah kau."
"Sekarang saja!" Selak Ailane. Ia ingin membuktikan apa benar ia akan mendapatkan banyak uang dari pekerjaan ini. Hanya dengan menjual minuman.
"Aku tak akan menjelaskan bagaimana cara kerjanya, kau keluarlah dari ruangan ku dan mulai bekerja!" Usir Alfredo. Ia tak terlalu suka saat ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan nya dengan sangat lama karena ruangan kerja baginya adalah salah satu privasi yang tak bisa sembarang orang masuk ke dalam sana. Kecuali jika memang orang itu sebelumnya sudah membuat janji dengan Alfredo.
Ailane buru-buru keluar dari ruang ini dan mencari siapapun agar bisa menjelaskan ia harus bekerja seperti apa sekarang.
Kemudia ada seorang bartender yang sedang melamun. Mungkin tak ada salah nya jika ia harus bertanya kepada laki-laki itu. Malu bertanya sesat di jalan.
Saat berjalan ke arah bartender itu Ailane hanya menunduk saja malu, sepertinya orang di sekelilingnya itu sadar jika Ailane adalah penghuni baru club' ini sehingga mereka penasaran akan Ailane.
Biasa, sesuatu yang baru akan terlihat sangat menarik di awal bagi orang-orang dan membuat mereka terpikat sesaat serta penasaran siapa orang itu. Jika mereka sudah mendapat informasi tentang nya pasti mereka tak akan mengistimewakan Ailane lagi.
Jujur, ditatap seperti ini oleh para lelaki bukan yang Ailane inginkan. Malahan ia malu karena menjadi pusat perhatian sekarang. Apalagi tatapan mereka seperti ingin memangsa Ailane. Ia semakin mempercepat langkah nya agar segala mengobrol dengan bartender itu.
"Permisi?" Sapa Ailane menyadarkan bartender itu dari lamunannya.
"Baru ya?"
Ailane semakin dibuat bingung. Apa satu persatu dari mereka saling menghafal satu sama lain? Bahkan bartender itu saja langsung mengerti jika ia baru di dalam club' ini.
"Hehe iya---"
"Tristan," cowok itu menjulurkan tangannya sebagai tanda perkenalan dengan Ailane, dengan senang hati Ailane menerimanya. Ternyata ia di sambut baik oleh salah satu orang disini.
"Ailane, aku mau tanya sesuatu sama kamu."
"Tanya apa?" Alis Tristan bertaut bingung apa yang akan Ailane tanyakan.
"Aku disini kerja apa ya?"
Lagi-lagi kini giliran Tristan yang menertawakan nya setelah Alfredo tadi.
"Kamu baru pertama kali datang kesini ay?" Tanya Tristan dengan gelak tawa.
Ailane hanya mengangguk malu, memang itu kenyataan nya. Seumur hidup baru kali ini menginjak kan kakinya di club malam. Kini? Ia malah bekerja disini.
"Baru pernah kali udah mau kerja disini, lucu kamu ay." Tristan mencubit pipi Ailane tanpa permisi. Setelah sekian banyak ia bertemu dengan pengunjung club, Ailane adalah orang terpolos yang ia temui selama sejauh ini.
Namun setalah itu perlahan-lahan Tristan mulai menjelaskan apa yang harus Ailane lakukan setelah ini. Meskipun awalnya Ailane tak mengerti, namun kini ia menjadi paham karena kesabaran Tristan yang mengajari nya tanpa capek.
"Jadi kaya gitu itu wajar?" Ailane menunjukkan seorang pria setengah baya dengan perut buncit yang sedang mesra mesra an dengan salah satu pegawai club' yang sama seperti dirinya.
"Wajar aja, justru karena mereka berani gitu semakin banyak uang yang ia dapat dari penjualan botol nya." Persis seperti yang diucapkan eh Alfredo. Semakin banyak gelas yang terjual, semakin banyak uang yang akan dibawa pulang nantinya.
"Mau coba satu botol kamu?" Alfredo memberikan satu botol alkohol yang akan dijual kan oleh Ailane nantinya.
Ailane menerima botol itu ragu, namun ia bertekad untuk ingin mencoba menjualkan satu botol pertama nya.
Ailane membawa botol itu dan mulai mencari meja, meja yang kemungkinan orang yang berada di meja itu akan membeli minuman yang ia bawa.
Akhirnya ia memilih salah satu meja yang berisi sekitar enam orang disana. Ada dua perempuan dan sisanya laki-laki. Ia sengaja memilih meja itu karena ada perempuan di sana, sehingga ia tak perlu takut akan diapa-apakan oleh laki-laki yang berada disana.
Sebelum Ailane mendekat, ternyata satu orang yang berada di meja incaran nya itu telah memanggil nya terlebih dahulu untuk datang ke meja itu.
Ailane mendekat dan tersenyum lebar, ternyata mereka langsung membeli botol itu tanpa susah payah Ailane tawarkan terlebih dahulu.
Setelah sudah ia ingin pergi dari situ tapi seseorang menahan nya.
"Eh lo baru ya? Duduk sini dulu bareng kita-kita. Iya nggak bro?" Ujar laki-laki yang setengah mabuk dan berusaha ingin merengkuh pinggang nya namun sekuat tenaga ia menolak.
"Wah parah dia nolak gue nih!" Ailane serasa dilecehkan karena cowok itu seakan-akan berusaha untuk menggerayangi tubuh nya.
Hingga ada satu laki-laki di pojok yang sedari tadi asik dengan ponselnya kita berdiri.
Dan menonjok hidung cowok itu dan darah segar langsung mengalir dari hidung nya.
Ailane langsung menjauh, dan saat laki-laki itu berkontak mata dengan nya betapa kaget nya mereka berdua.
Itu Sean! Sean yang menyelamatkan nya dari cowok berengsek itu.
Tanpa banyak bicara dan meminta persetujuan dari Ailane, Sean menarik tangan Ailane menjauh dari meja itu.
"Kamu gila? Buat apa kamu bekerja di tempat seperti hanya demi mendapatkan uang yang tak seberapa jumlah nya!" Teriak Sean kencang di depan muka Ailane dan menarik perhatian pengunjung club malam ini.