Maybe one day

1201 Words
Sudah hari ketiga ia berada di rumah untuk beristirahat lebih banyak. Ia juga kini jauh lebih banyak meminum air putih ketimbang sebelum nya. Ia sudah sangat bosan berada di kamar saja. Ia hampir mata rasa nya karena sangat bosan terjebak seperti ini. Sean masih belum mengizinkan diri nya untuk kembali bekerja. Sean tau Ailane mengkhawatirkan gaji nya karena tidak bekerja. Sean menjamin akan tetap menggajinya asal ia menurut dan beristirahat di rumah dulu hingga ia benar-benar pulih. Rayhan tak menghubungi diri nya sekarang semenjak insiden Rayhan membentak diri nya saat berada di rumah sakit beberapa hari yang lalu. Entah kenapa ia tidak seberapa mengkhawatirkan Rayhan. Ia menjadi sedikit merasa terganggu karena Rayhan tidak percaya dengan ucapan nya. Padahal ia sudah berkata sejujur-jujurnya jika memang dirinya tidak ada hubungan apapun dengan Sean. Meskipun mereka terlihat dekat namun sungguh tak ada hubungan yang mengikat diantara mereka berdua. Ia berada di rumah sendirian sekarang. Orang tua nya saja tak memperbolehkan Ailane untuk ikut ke warung dan benar-benar menyuruh Ailane untuk beristirahat total. Ailane mencari kontak nama Sean. Tak tahu harus apa. Ia sangat bosan tak ada yang bisa ia kerjakan untuk saat ini. Nada nya masih berdering karena Sean masih belum mengangkat telfon dari nya. "Halo? Kenapa Ailane?" Suara bariton Sean kini sudah terdengar di telinga Ailane. Entah kenapa ia suka saat suara Sean menjawab telfon darinya. "Ailane bosen om," keluh Ailane. Rumah nya juga sudah bersih, benar-benar tak ada sesuatu yang bisa ia kerjakan selain berbaring dan memainkan ponsel nya. Jika orang lain senang saat tidak ada pekerjaan apapun berbeda dengan Ailane yang justru merasa bosan dan mood nya menurun drastis saat tidak ada sesuatu yang bisa ia kerja kan. Mungkin karena selama ini Ailane terbiasa mengerjakan sesuatu, sehingga saat ini tak mengerjakan sesuatu ia akan sangat bosan layak nya sekarang. Ailane memiringkan tubuh nya mencari posisi ternyaman untuk bertelfonan dengan Sean. "Kamu mau kemana Ailane?" Sean paham jika Ailane bosan dan menelpon nya itu tanda nya Ailane ingin berjalan-jalan keluar. "Terserah deh om, pokok nya engga di rumah aja." Jawab Ailane. "Kamu siap-siap saja, setelah ini saya akan menjemput kamu." "Yeayyyyy! Beneran ya? Ailane mau ganti dulu. Babaii om!" Ailane melompat kegirangan, akhir nya setelah hampir seminggu ia tak kemana-mana karena semua orang tak mengizinkan nya keluar ia kini bisa keluar kembali. Ailane bergegas untuk mandi. Pilihan baju nya jatuh pada celana jeans pendek dan Hoodie yang besar. Ukurannya mungkin dua kali dari ukuran yang biasa ia pakai. Ia menggerai rambut nya yang sebahu itu. Ia kini duduk di kursi yang terletak di ruang tamu nya agar saat Sean datang ia bisa langsung mengetahui nya dan segera bergegas untuk pergi bersama Sean. Benar saja, mobil Sean sudah berhenti di depan rumah nya. Ia berlari bersemangat saat masuk ke dalam mobil. "Halo om," sapa Ailane ceria. Sean tersenyum dan memasang kan sabuk pengaman kepada Ailane dan gadis itu tak menolak nya. "Bagaimana kondisi tubuh kamu?" Tangan Sean kini menempel di jidat Ailane untuk mengecek suhu badan Ailane. "Udah enakan si. Tapi aku bosen banget, masa nih ya aku disuruh dirumah terus!" Gerutu Ailane dan memajukan bibirnya seperti anak kecil yang sedang kesal. Sean terkekeh, ia mencium pipi Ailane sekilas agar gadis itu dan mengomel lagi. "Sekarang kamu sudah keluar dengan saya, tidak usah kesal lagi Ailane." "Di belakang ada air mineral, kamu minum dulu." Ailane menurut mengambil air mineral itu dan menengguk nya sampai habis. Sudah kapok masuk rumah sakit, ia kini menurut saja jika kedua orang tua nya atau Sean menyuruh nya untuk minum ia langsung menuruti nya. "Om engga kerja?" Tanya Ailane. Setelan Sean kini tak seperti sedang bekerja. Sean memakai kaos berwarna hitam dan celana pendek selutut. Terkadang ia tak menyangka jika Sean sebenarnya sudah tidak muda lagi tapi entah kenapa pesona Sean membuat anak muda seperti Ailane saja terkadang bisa terpancing. "Saya berganti pakaian dulu sebelum menjemput kamu, tidak mungkin saya memakai baju kantor saya untuk mengajak mu jalan-jalan," "Om Sean pernah punya pacar gak selain mantan kekasih om itu?" "Saya tidak terlalu menyukai terikat dengan satu perempuan sebelum saja mengenal Sharena. Tapi semenjak saya mengenal dia, dia merubah saya menjadi pria yang cukup dengan satu perempuan saja." Jelas Sean mengungkapkan apa yang terjadi dengan diri nya dulu. "Saya sayang sekali dengan nya Ailane, tapi Tuhan seperti nya lebih sayang dengan nya dan mengambil Sharena dari saya." Suara Sean yang sebelum nya tegar kini menjadi sedikit bergetar. Ailane menyalahkan diri nya sendiri karena tiba-tiba begitu lancang membahas mantan kekasih Sean yang sudah lama tiada. "Maafin Ailane om, Ailane engga ada maksud buat ngingetin om Sean sama Sharena." Sean mengelus rambut Ailane agar gadis itu tak merasa bersalah lagi. "Bukan salah kamu, jangan berfikir seperti itu." Ailane memeluk Sean dari samping dan menempel kan kepala nya di bahu Sean. "Om Sean gausa sedih-sedih lagi ya? Ada Ailane disini. Ailane bakal ngehibur om Sean kalo om Sean lagi sedih. Emang Ailane belum bisa jadi sebaik Sharena, tapi Ailane bakal nemenin om Sean." Ucap Ailane. Sean tersenyum, ada pergerakan lagi dari usaha nya selama ini. Kini Ailane seperti nya sudah menganggap diri nya ada dan mau menemani nya. Ailane sudah melepaskan pelukan nya dan kini menatap Sean dari samping. Sean begitu gagah saat sedang menyetir mobil seperti sekarang. "Ailane emang kecil, tapi Ailane gabisa ngebiarin ada hal yang bikin om Sean sedih," Sean tertawa, "Maksud kamu apa Ailane?" "Ailane cuma bisa ngehibur om aja, gak bisa kayak om Sean yang selalu ngejagain Ailane." "Itu sudah menjadi kewajiban saya," "Kenapa om Sean engga milih cewek yang jauh lebih baik dari Ailane?" Tanya Ailane. Memang sudah sering ia melontarkan pertanyaan ini, tapi jawaban Sean terkadang masih tetap membuat nya bertanya tanya. 'Karena kamu mirip dengan Sharena, ailane.' "Saya tidak menemukan apa yang selama ini saya cari saat menjalin hubungan dengan wanita lain. Tapi berbeda, setelah saya berada di dekat kamu." Jleb. Jantung nya tidak aman sekarang, sangat-sangat tidak aman. Sekali lagi Sean mengucapkan kata manis lagi seperti itu tidak menutup kemungkinan jantung nya bisa meledak. Ia mencoba untuk bersikap biasa saja namun sangat sulit, ia masih tetap terlihat salah tingkah. "Tapi Ailane masih belum bisa..." "Saya tau, santai saja Ailane. Jangan terlalu memaksa kan diri mu untuk mencintai saya seperti saya mencintai kamu." Terkadang ia merasa diri nya menjadi orang yang sangat jahat karena menolak orang sebaik Sean. Ia hanya masih belum bisa menerima Sean. Belum dan tidak bukan sesuatu yang sama. Belum sama bagi Ailane adalah untuk saat ini ia memang masih belum bisa menerima Sean, tidak tahu jika suatu saat nanti akan ada saat nya dimana ia bisa membalas perasaan Sean. "Kenapa om engga jaga jarak? Ailane udah sering banget nolak om Sean." Tanya Ailane. Ini juga salah satu pertanyaan yang terus terputar di otak nya. "Untuk apa? Saya masih belum berhasil mendapatkan mu, bukan berati saya tidak bisa." Jawab Sean. "Kalau misal suatu saat Ailane masih belum bisa cinta sama om gimana?" "Hanya ada satu cara untuk membuat saya pergi. Kamu menikah dengan pria lain adalah satu-satunya cara yang akan membuat saya pergi Ailane." Ailane tertegun, semangat Sean patut diacungi jempol karena tidak mudah menyerah begitu saja. "Ailane, saya meralat ucapan saya tadi. Pada akhirnya kamu akan menjadi istri saya, tidak ada laki-laki lain yang akan menikah dengan mu selain saya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD