“Mau cari siapa?” tanya seorang pegawai kantor perempuan melihat Nabila berada di kantor atas yang sedang celingukan.
“Saya disuruh pak Rangga datang di kantor pak Rangga jam tujuh untuk membersihkan kantornya," jelas Nabila sedikit ragu.
Wanita itu melihat Nabila juga dengan tatapan ragu. Ia mengamati Nabila dari atas sampai bawah sejenak. Nabila bisa mengartikan tatapan itu. Beberapa detik kemudian, akhirnya pegawai itu menunjukkan kantor Rangga. Nabila berterima kasih dan masuk ke dalam kantor Rangga untuk menunggu Rangga datang. Nabila berdiri di dekat pintu masuk. Ia memperhatikan isi ruangan kantor Rangga.
'Kantor sebersih ini... apa yang harus dibersihkan lagi?' pikirnya dalam hati. Nabila melihat ada meja utama yang hanya ada beberapa lembar kertas dengan tulisan dan gambar diagram di bagian paling atas. Selain meja itu, ada kursi besar berwarna hitam dengan tiga roda di bagian bawahnya. Yah, memang begitulah kursi manajer. Sama seperti kejadian yang pernah ia alami di masa lampau. Di dindingnya terdapat dua lukisan elegan dengan warna dan corak yang mewah. Melihatnya membuat Nabila teringat akan suatu tempat di masa lalunya.
Di samping kiri agak jauh darinya, ada sebuah meja kecil dengan komputer. Ya, hanya sebuah komputer saja di meja itu, tidak ada berkas apapun lagi selain sebuah komputer saja. Komputer menganggur tebakan Nabila. Di ruangan kosong itu, mata Nabila terus menangkap gambar visual komputer yang baru saja dilihatnya, tidak bisa lepas.
Lama-lama semua kenangan yang ada di dirinya mulai mengelilingi di dalam kepalanya. Kepala Nabila seakan sudah diolesi lem tidak bisa berputar ke mana-mana lagi. Ia tetap melihat komputer usang yang layarnya padam itu.
“Sudah lama menunggu?” Suara laki-laki yang tiba-tiba muncul di belakang Nabila benar-benar mengejutkannya. Sejak kapan laki-laki itu ada di belakang Nabila? Ia tidak menyadari langkahnya. Nabila terperonjot dan menengok ke bagian belakang, ada pemilik kantor tersebut berdiri tegak tepat di belakangnya.
***
Rangga turun dari mobilnya dan memberikan kuncinya pada tukang parkir yang baru saja menutup pintu gerbang besar. Ia melihat ponselnya dan mengetikkan beberapa digit angka di layar touchscreen-nya, lalu menempelkannya di telinganya.
“Ya, tolong segera kirimkan datanya.” Suara Rangga menanggapi jawaban dari seberang sana. Sekian detik, ia terdiam sejenak. Lalu mulai berbicara lagi. “Aku akan segera merekapnya.” Singkat ia menutup ponselnya dan berjalan ke arah kantornya.
Saat ia akan memasuki kantornya, ia melihat pintu kantornya terbuka. Ia berjalan perlahan mendekati kantornya. Di depan pintu, ia berdiri dan melihat seorang perempuan membelakangi dirinya. Dari postur tubuhnya yang khas, Rangga sudah pasti segera tahu bahwa ia Nabila.
Rangga amat penasaran akan perempuan ini. Kenapa Rangga merasa, perempuan ini merahasiakan sesuatu tentang dirinya? Ia berkompeten dan pemikirannya kritis, tapi kenapa ia mau bekerja sebagai seorang sanitasi yang kerjanya hanya membersihkan sampah di dalam pabrik?
Rangga memperhatikan Nabila yang melihat komputer di meja bagian samping kantornya. Sama seperti Nabila yang terus melihat komputer itu, Ranggapun tidak lepas melihat Nabila dengan segala pertanyaan-pertanyaan besar di kepalanya. Diam-diam Rangga melangkah tak bersuara hingga ia tepat berdiri di belakang Nabila. Rangga masih melihat Nabila, sampai harus mengatakan sesuatu untuk membuatnya sadar bahwa ia ada di sana.
“Sudah lama menuggu?” tanya Rangga membuat Nabila terjingkat. Ia segera nenoleh ke arah Rangga yang ada di belakangnya. Nabila tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya.
"Ti... Tidak pak. Saya baru saja datang," katanya dengan kikuk. Rangga tak merespon Nabila lagi. Ia berjalan perlahan melewati Nabila menuju ke mejanya dan membuka tas berisi laptop yang dari tadi bersamanya ketika turun dari mobil. Nabila masih diam menunggu perintah Rangga.
“Apa, kamu mau membersihkan tempat ini?” tanya Rangga dengan dingin setelah membuka laptopnya dan menekan salah satu tombol untuk menyalakannya. Nabila memperhatikan sebentar sekelilingnya.
“Maksud pak Rangga, kantor ini atau luar kantor ini?” tanya Nabila dengan lugu.
"Kantor ini saja," jawab Rangga singkat dengan kembali memusatkan pandangannya pada laptopnya yang sudah menyala. Sekali lagi Nabila melihat sekeliling dengan pandangan sedikit bingung.
“Tapi pak, apa yang harus dibersihkan? Kantor ini sudah...”
“Aduh! Bagaimana ini?!” seru Rangga tiba-tiba memotong kalimat tanya Nabila. Ia setengah berteriak setelah menyadari sesuatu yang salah dengan laptopnya. Menghentikan Nabila saat bertanya. Rangga terlihat stres dan ia mencoba memencet beberapa keyboard di laptopnya, tapi tetap saja ia berekspresi stres.
“Laporannya?! Aaaarggghh!!” Rangga mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Nabila memperhatikannya. “Maaf ya Nabila, aku masih bingung.” Kata Rangga dengan wajah cemas yang masih berusaha memencet-mencet keyboard laptopnya dan hasilnya nihil.
Rasa penasaran Nabila sangat tinggi. Diam-diam, Nabila mendekat ke arah Rangga dan berposisi di belakang Rangga. Nabila ingin tahu apa yang terjadi dengan laptop Rangga. Nabila melihat laptop Rangga, layarnya nge-hang dan ada beberapa tulisan disana. Memang, tidak ada perubahan apa-apa walau Rangga sudah berusaha menekan tombol keyboard laptonya. Nabila memperhatikannya sejenak, rasanya ia pernah mengalami hal yang sama.
"Kalau tidak salah... ini driver-nya pak.” Kata Nabila yang tengah berpikir. Rangga memundurkan sedikit kursinya dan memberi celah Nabila agar bisa melihat laptopnya dengan jelas.
“Apa kamu bisa memperbaikinya?” Rangga yang tadinya bersikap dingin segera mengganti ekspresinya menjadi cemas dan sedikit memohon.
“Aku baru saja mengerjakan semua laporan, dan aku belum menyimpannya.” Rangga melihat ke arah Nabila dengan tatapan memelas.
“Apa tadi laptop pak Rangga tiba-tiba mati tanpa sengaja?” tanya Nabila yang mendekat ke arah laptop Rangga.
"Ya!" jawab Rangga mengangguk cepat. “Tadi baterainya habis dan aku ingin mengisinya di sini," jelas Rangga masih dengan nada sama.
Nabila maju mendekat pada laptop. Rangga berdiri seolah mempersilahkan Nabila untuk menempati tempat duduknya. Nabila duduk secara otomatis dan tanpa sadar. Rangga berdiri di belakang Nabila dengan memperhatikan Nabila. Ekspresi Rangga tiba-tiba berubah dingin kembali saat Nabila tidak dapat melihatnya.
Nabila menekan beberapa tombol di keyboard. Tangan kanan Rangga menempel di dagunya, dan satu tangan kirinya melakukan setengah sedekap. Ia terus saja memperhatilan Nabila yang berusaha membenarkan laptopnya. Ada sesuatu yang harus Rangga ketahui hari ini. Beberapa detik Nabila mengutak atik laptop Rangga.
“Berhasil!” seru Nabila girang. Nabila menoleh ke arah Rangga. Ranggapun segera mengganti posisinya dengan memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Rangga melihat layar laptonya lebih dekat.
“Bagaimana kamu melakukannya?” tanya Rangga dengan nada dingin kembali. Nabila yang naif, tersenyum sumringah lalu berdiri menghadap Rangga.
“Ini masalah driver-nya pak.” Rangga melihat Nabila dengan pandangan penuh pertanyaan dan Nabila masih tidak menyadarinya. Nabila akan melanjutkan penjelasannya. “Biasanya terjadi kalau driver tidak cocok dengan...”
“Hardware," potong Rangga. Satu kata dari Rangga segera merubah ekspresi sumringah Nabila. “Biasanya sering terjadi juga saat menginstal driver hardware yang tidak sesuai dengan Windows.” Rangga melanjutkan kalimatnya dengan kata yang sedikit lebih susah dipahami. Nabila hanya mengerjapkan matanya dengan ekspresi sangat bingung.
“Apa kamu tahu, butuh waktu semalaman aku membuat laptopku mengalami hang seperti ini?!” ungkap Rangga dengan nada sedikit tinggi. Nabila yang tadinya menunduk penuh kebingungan segera mendongakkan wajahnya. Ia melihat Rangga dengan tatapan heran.
“Pak Rangga mempermainkan saya?” tanya Nabila mengkerutkan alisnya.
“Kalimat itulah yang ingin aku sampaikan sejak awal padamu," ungkap Rangga tegas.
“Siapa kamu ini?” Satu pertanyaan yang sejak awal Rangga ingin lontarkan pada Nabila. “Kamu tahu proses sanitasi yang baik, kamu berbahasa inggris dengan bagus dan bahkan, kamu bisa membetulkan laptop hang karena driver hardware yang tidak cocok?” Rangga mengkerutkan alisnya dan hanya melihat ekspresi lugu dan bingung dari Nabila.
“Jawab aku, Nabila. Siapa kamu sebenarnya!” Kali ini, Rangga meninggikan nada bicaranya. Nabila tetap diam dan terlihat sedikit syok.