•Pengorbanan (B)•

838 Words
"Aku ingin kamu menyatu dengan diriku." -Xabiru Kamajaya- __________ "Aku mau diri kamu menyatu sama aku. Malam ini." Deg. Menyatu? Apa itu artinya, penyatuan milik mereka berdua? "Boleh?" tanyanya meminta izin. Tangan Xabiru sudah melekat di pinggang Xavira lalu merayap di punggungnya guna membuka pakaian yang membalut tubuhnya saat ini. Xavira mengangguk pasrah. Perempuan itu tahu, jika Xabiru sedang mengalami kesedihan yang luar biasa kali ini. Patah hati itu memang menyakitkan. Makanya, Xavira berharap ia bisa menjadi pelipur lara bagi Xabiru. Bisakah? Bagai mendapatkan sesuatu yang nikmatnya tiada tara. Xabiru langsung saja menjalankan nafsu syahwatnya yang sudah hinggap sedari tadi. Menanggalkan pakaian Xavira disusul dengan dirinya. Selama mereka berdua tumbuh dewasa, baru kali ini Xabiru bisa melihat tubuh Xavira yang tanpa apa pun lagi. Sewaktu kecil, mereka berdua memang pernah mandi bersama. Itu hal wajar. Namun, saat ini? Sungguh tidak wajar! Xabiru mulai menjilat dengan mengecap setiap jengkal tubuh Xavira. Awalnya, bibir dan daerah sekitar wajah perempuan itu yang menjadi sasaran Xabiru. Selanjutnya, turun ke dua buah bukit yang besarnya sekepalan tangannya. Xabiru meremasnya pelan, membuat si empunya mendesah secara tertahan. Perut ratanya pun tidak lupa untuk dicicipi oleh Xabiru. Terakhir, dari tungkak lalu naik hingga kedua paha perempuan itu. "Bi!" "Aku nyakitin kamu?" Xavira menggeleng lemah. "Bilang, ya. Kalau aku terlalu nyakitin kamu. Karena nantinya aku bisa gila kalau berhenti sekarang. Aku nggak bisa." "Lanjutkan..." hanya itu yang bisa terucap dari bibir Xavira. Lagipula, sudah terlanjur. Jadi, tidak mungkin keduanya berhenti di tengah jalan saat hasrat itu kian memuncak menuntut untuk mendapatkan kepuasannya. Xavira merasakan ada suatu yang melesak masuk ke dalam inti tubuhnya. Menari-nari di sana, membuat rasa panas menjalar hingga ke bagian tubuh lainnya. Buah dadanya yang membusung pun menjadi mendambakan setiap sentuhan Xabiru. Apalagi, decapan lidah nakal laki-laki itu tepat di putingnya. "Bi..." Xabiru membuka kedua paha Xavira agar makin melebar. Ia melihat sekilas wajah Xavira yang kini sudah memerah lalu beralih melihat inti tubuh perempuan itu yang juga merah merekah. "Bilang, ya. Kalau ini terlalu sakit. Aku nggak bakal berhenti, tapi aku juga nggak mau nyakitin kamu." "Lakuin, Bi!" perintah Xavira. Ia merasa, inti tubuhnya meraung-raung meminta dimasuki sesuatu karena apa yang telah Xabiru lakukan dengan lidah nakalnya itu. Tanpa berbicara lagi, Xabiru memasukkan miliknya yang sudah siap. Miliknya sudah siap sepenuhnya untuk memporak-porandakan inti tubuh Xavira yang masih sempit. Xavira menjerit kala merasakan milik Xabiru yang begitu keras dan tegang memasuki dirinya. Xabiru mengeluarkannya lalu memasukkanya lagi. Bisa ia rasakan, ada darah yang mengalir dari sana. Xabiru telah merenggut keperawanan Xavira. Xabiru telah merenggut kehormatan perempuan itu. "Bi... hiks..." Xabiru yang melihat Xavira menangis di bawah kendalinya pun menjadi tidak tega. Ia menghentikan aktivitasnya, mendiamkan miliknya di dalam inti tubuh Xavira tanpa menggerakannya lagi. "Sesakit itu? Ini nikmat, Xav." "Hiks... hiks... hiks..." Xavira menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. Air mataa mengalir dari sudut matanya dengan deras. Rasanya sakit, membuatnya tidak tahan untuk berteriak. Ya, Xavira memang cengeng dalam hal apa pun itu. Termasuk dalam hal bercinta seperti sekarang ini. "Kamu bakal jadi perempuan dewasa sekarang ini." "Sa-sakit, Bi." "Kalau aku gerakin... nggak sakit lagi." Benarkah? "Pelan-pelan, Bi." Xabiru meletakkan kedua tangan mungil milik Xavira di pundaknya. Miliknya itu ia pacu di dalam inti tubuh Xavira. Menghentaknya dalam ritme pelan, tapi pasti tepat sasaran. Kepala Xabiru tenggelam di dalam lekukan leher jenjang nan putih milik Xavira, menghirup aroma bunga mawar yang menguar dari sana. Aroma maskulin Xabiru dan wangi khas bunga mawar berbaur menjadi satu di dalam ruang lingkup itu. Menimbulkan hasrat menggebu yang tidak bisa ditahan lagi. Perih. Panas. Nikmat. Dirasakan dalam waktu bersamaan oleh Xavira. Ia tidak henti-hentinya mendesah hebat tatkala Xabiru mempercepat tempo hujamannya menjadi liar dan buas. Tanpa ampun dan tanpa jeda. Terus menerus hingga dirasa tubuh keduanya akan meledak. Xabiru menatap lekat di kedua bola mata Xavira. Meskipun, bibirnya mendesah hebat, Xabiru tahu jikalau Xavira merasakan sakit yang teramat sangat karena ini yang kali pertama baginya. "Say my name, Baby..." bisik Xabiru seduktif. "Xa-bi-ru..." Kuku tangan Xavira mencakar punggung Xabiru sebagai bentuk pelampiasan hasratnya saat ini. Ia memeluk tubuh kekar itu erat lalu melengkungkan tubuhnya sendiri saat gelombang dahsyat itu menyembur dari inti keduanya. "Bi..." "f**k!" umpat Xabiru merasakan miliknya masih diremas kuat oleh inti Xavira. "Damn! Kamu nikmat banget, Sayang. Aku jadi nggak bisa berhenti." Baru saja Xabiru akan menggarap tubuh Xavira lagi, menyetubuhi perempuan manja itu hingga esok pagi. Namun, bayangan tentang Xavira yang sudah menjadi bagian dalam hidupnya, malah Xabiru renggut harta paling berharganya. Xabiru menatap Xavira dengan rasa penyelasan yang teramat dalam. Xabiru sadar dari pengaruh alkohol yang ia minum terlalu banyak itu. "Sayang, maafin aku." "Nggak papa. Nggak papa. Ini bukan salah kamu." What the f**k? Tentu saja itu salah Xabiru. Namun, Xavira sepenuhnya menyerahkan dirinya pada laki-laki itu tanpa syarat apa pun. "Aku nyakitin kamu," katanya lirih. Xabiru bangkit dari atas tubuh Xavira, mencabut miliknya. "Sialan! Aku nggak pake pengaman." Melihat kepanikan serta penyesalan dari raut wajah Xabiru setelah melakukan itu, Xavira pun menenangkannya. "Gimana kalo kamu hamil, Xav? Gimana?!" Aku harap, aku hamil. Biar aku sama kamu bisa nikah, Bi. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD